Baclofen dilaporkan berpotensi menjadi opsi terapi alcohol use disorder atau gangguan penggunaan alkohol, yaitu untuk membantu menjaga abstinensia. Penyalahgunaan alkohol merupakan masalah global yang serius, termasuk di Indonesia. Data statistik menunjukkan tren peningkatan masalah penyalahgunaan alkohol di 32 dari 35 provinsi di Indonesia.[1-3]
Alcohol use disorder (AUD) berhubungan dengan peningkatan risiko kanker, penyakit hepar, penyakit jantung, gangguan saraf, masalah fetus akibat alkohol, kecelakaan lalu lintas, kejahatan, dan cedera. Bahkan, dilaporkan bahwa AUD berkontribusi terhadap >200 penyakit dan masalah kesehatan. Hal ini menegaskan pentingnya manajemen AUD sebagai salah satu penyebab penyakit yang sebenarnya bisa dicegah.[1-3]
Pendekatan konvensional untuk AUD adalah pendekatan psikososial, misalnya dengan psikoterapi dan terapi kelompok anonimus. Akan tetapi, dalam perkembangannya, pendekatan farmakoterapis juga turut berperan penting dalam penanganan AUD. Hal ini karena sebagian besar pasien tidak merespons pendekatan psikososial saja sehingga pendekatan terbaik adalah kombinasikan obat dan psikoterapi. Obat-obat yang telah digunakan untuk terapi AUD adalah naltrekson, nalmefene, acamprosate, disulfiram, kalsium carbimide, dan baclofen.[1,4,5]
Meskipun farmakoterapi berperan penting sebagai komplemen manajemen AUD, <7% pasien AUD mendapatkan manajemen farmakoterapi yang adekuat. Dengan modalitas farmakoterapi yang ada saat ini, hanya 16% pasien yang mendapatkan terapi berhasil mencapai abstinensia. Baclofen sebagai modalitas farmakoterapi yang relatif baru bisa menjadi alternatif manajemen AUD.[3]
Mekanisme Kerja Baclofen pada Alcohol Use Disorder
Baclofen adalah agonis reseptor GABA-B (gamma-aminobutyric acid-B). Mekanisme kerja baclofen untuk mengatasi ketergantungan alkohol adalah dengan menurunkan properti reinforcing dari alkohol dengan cara menekan pelepasan dopamin pada jaras mesolimbic. Hal ini mengurangi reward yang dirasakan setelah konsumsi alkohol.[1,3,6]
Aktivasi reseptor GABA-B bisa menyebabkan down regulation aktivitas GABA-A. proses ini akan mengaktivasi negative feedback loop yang akan menurunkan neurotransmisi eksitatorik. Baclofen juga menurunkan gejala-gejala kecemasan sehingga lebih efektif digunakan pada AUD dengan komorbid kecemasan.[1,3,6]
Efikasi dan Keamanan Baclofen untuk Terapi Alcohol Use Disorder
Suatu review oleh Agabio, et al (2023) terhadap 17 uji klinis acak dengan total 1818 partisipan menemukan bahwa baclofen menurunkan risiko relaps dan meningkatkan persentase hari abstinensia, terutama pada pengguna alkohol yang sudah menjalani detoksifikasi. Akan tetapi, baclofen tidak mengurangi jumlah hari di mana pasien mengonsumsi alkohol berlebihan dan tidak mengurangi jumlah konsumsi alkohol per hari secara signifikan.[1,6]
Baclofen memiliki risiko menimbulkan kejadian tidak diinginkan (KTD) dan efek samping yang kecil. Efek samping yang sering dilaporkan adalah sakit kepala, pening, sedasi, bibir kering, paraestesia, dan spasme otot. Potensi baclofen dilaporkan setara dengan acamprosate, tetapi potensi timbulnya relaps lebih besar bila dibandingkan naltrekson. Penelitian komparasi baclofen dengan obat lain masih belum ditemukan.[1,6]
Suatu penelitian oleh Renaud, et al (2022) menemukan bahwa penggunaan baclofen secara signifikan menurunkan konsumsi alkohol dan craving alkohol. Dosis yang dipakai dalam studi adalah 30–300 mg per hari dalam dosis terbagi 3-4 kali sehari. Namun, hingga saat ini dosis yang paling optimal belum dapat ditetapkan karena terbatasnya bukti klinis. Penelitian menunjukkan bahwa peningkatan dosis sampai >80 mg tidak berhubungan dengan peningkatan risiko kejadian tidak diinginkan (KTD) dan efek samping obat.[1,7]
Kesimpulan
Baclofen merupakan agonis reseptor GABA-B yang dapat menurunkan sifat reinforcing dari alkohol dengan cara menekan pelepasan dopamin pada jaras mesolimbic. Hal ini akan mengurangi reward yang dirasakan setelah meminum alkohol, sehingga diduga bermanfaat untuk terapi alcohol use disorder (AUD).
Bukti klinis yang ada saat ini menunjukkan bahwa baclofen efektif untuk mengurangi risiko relaps dan meningkatkan persentase hari abstinensia. Namun, baclofen tidak mampu menurunkan jumlah hari di mana pasien mengonsumsi alkohol berlebihan dan jumlah alkohol yang dikonsumsi per hari secara signifikan. Oleh sebab itu, obat ini lebih cocok untuk mencegah relaps pada pasien yang sudah menjalani detoksifikasi.
Efek samping yang terjadi umumnya bersifat ringan, contohnya sakit kepala, pening, sedasi, bibir kering, paraestesia, dan spasme otot. Namun, studi klinis lebih lanjut masih diperlukan untuk mengonfirmasi efikasi dan keamanan dalam skala lebih besar, serta untuk menetapkan dosis optimal dan perbandingannya dengan farmakoterapi AUD lain.