Randomized Clinical Trial of Air Cleaners to Improve Indoor Air Quality and Chronic Obstructive Pulmonary Disease Health: Results of the CLEAN AIR Study
Hansel NN, Putcha N, Woo H, Peng R, Diette GB, Fawzy A, Wise RA, Romero K, Davis MF, Rule AM, Eakin MN, Breysse PN, McCormack MC, Koehler K. Randomized Clinical Trial of Air Cleaners to Improve Indoor Air Quality and Chronic Obstructive Pulmonary Disease Health: Results of the CLEAN AIR Study. Am J Respir Crit Care Med. 2022 Feb 15;205(4):421-430. PMID: 34449285.
Abstrak
Latar belakang: partikulat udara dalam ruangan (indoor) berhubungan dengan luaran yang merugikan untuk pasien penyakit paru obstruktif kronis (PPOK). Saat ini belum ada pemahaman pasti apakah pengurangan polutan udara indoor dapat memperbaiki morbiditas respirasi.
Tujuan: mengevaluasi apakah penempatan pembersih partikulat udara (air cleaner) aktif yang berefisiensi tinggi dan portable bisa memperbaiki morbiditas respirasi pada pasien PPOK dengan riwayat merokok.
Metode: uji klinis acak terkontrol ini memberikan pasien PPOK derajat sedang-berat dengan riwayat merokok alat pembersih partikulat udara aktif berefisiensi tinggi yang asli (active filter group) atau yang palsu (sham group). Pasien diamati hingga 6 bulan.
Luaran primer adalah perubahan pada St. George’s Respiratory Questionnaire (SGRQ) di bulan ke-6. Luaran sekunder adalah risiko eksaserbasi, gejala respirasi, penggunaan obat penolong (rescue medication), dan tes 6-minute-walk distance (6MWD).
Intention-to-treat analysis diterapkan pada semua partisipan, sedangkan per-protocol analysis diterapkan hanya pada partisipan yang memenuhi syarat kepatuhan (>80% penggunaan alat pembersih partikulat udara).
Hasil: sejumlah 116 partisipan mengikuti randomisasi dan 84,5% di antaranya selesai pengujian. Meskipun tidak ada perbedaan statistik bermakna antara skor total SGRQ kedua grup, hasil analisis di grup active filter menunjukkan penurunan subskala gejala SGRQ (ß -7,7[95%CI -15 hingga -0,37]) bila dibandingkan grup sham.
Selain itu, hasil analisis pada grup active filter menunjukkan perbaikan gejala respirasi (skala Breathlessness Cough Sputum; ß -0,8 [95%CI -1,5 hingga -0,1]), lebih sedikitnya angka eksaserbasi moderat (incidence rate ratio 0,32 [95%CI 0,12-0,91]), dan lebih rendahnya penggunaan obat penolong (incidence rate ratio 0,54 [95%CI 0,33-0,86]) daripada grup sham (semua hasil P<0,05).
Pada per-protocol analysis, ada perbedaan statistik yang bermakna pada luaran primer grup active filter dan grup sham (SGRQ ß -4,76[95%CI -9,2 hingga -0,34]). Selain itu, ada perbedaan bermakna pada risiko eksaserbasi moderat, skala Breathlessness Cough Sputum, dan hasil uji 6MWD. Partisipan yang lebih banyak menghabiskan waktu indoor memiliki kemungkinan lebih besar untuk mendapatkan manfaat dari pembersih partikulat udara.
Kesimpulan: studi ini adalah studi intervensi lingkungan pertama pada pasien PPOK dengan riwayat merokok, yang menunjukkan potensi manfaat kesehatan pembersih partikulat udara portable yang berefisiensi tinggi, khususnya bagi mereka yang sering menggunakan alat tersebut dan yang lebih banyak menghabiskan waktu di indoor.
Ulasan Alomedika
Penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) merupakan penyakit progresif yang ditandai oleh kerusakan jaringan paru dan inflamasi akibat paparan partikulat dan gas. Opsi terapi untuk PPOK masih terbatas. Terapi saat ini berfokus pada pengendalian gejala dan pencegahan eksaserbasi dengan menggunakan obat serta menghindari paparan gas atau partikulat berbahaya.
Polutan udara outdoor maupun indoor telah diketahui menyebabkan dampak merugikan pada respirasi pasien PPOK. Namun, berbeda dengan udara outdoor, kualitas udara indoor dapat diperbaiki dengan perangkat active filter. Perangkat pembersih partikulat udara berefisiensi tinggi memungkinkan intervensi untuk masalah ini. Studi ini bertujuan untuk mengevaluasi dampak penggunaan alat pembersih partikulat udara pada pasien PPOK dengan riwayat merokok.
Ulasan Metode Penelitian
Studi ini merupakan uji klinis acak terkontrol. Partisipan adalah pasien PPOK derajat sedang-berat dengan riwayat merokok. Pasien dibagi ke dalam dua grup secara acak. Satu grup mendapatkan perangkat pembersih udara dengan filter HEPA (high-efficiency particulate air) dan filter karbon asli, sedangkan grup satunya lagi hanya mendapatkan perangkat palsu (sham).
Kedua grup diikuti selama 6 bulan. Para investigator dan partisipan sama-sama blind terhadap jenis perangkat tersebut. Pembersih udara ditempatkan di kamar tidur dan ruang tertutup di mana partisipan banyak menghabiskan waktunya.
Luaran primer adalah perubahan pada St. George’s Respiratory Questionnaire (SGRQ) di bulan ke-6. Luaran sekunder adalah risiko eksaserbasi, gejala respirasi, penggunaan obat penolong (rescue medication), dan tes 6-minute-walk distance (6MWD).
Untuk luaran dengan variabel kontinu, treatment group difference untuk perubahan skor diperiksa dengan analysis of covariance. Untuk count outcome (misalnya frekuensi penggunaan obat penolong dan eksaserbasi), peneliti menggunakan negative binomial regression untuk memperkirakan incidence rate ratio. Semua analisis statistik memakai perangkat lunak STATA versi 15,1.
Jumlah sampel sebanyak 120 partisipan diperkirakan cukup untuk memperoleh 80% power guna mendeteksi perbedaan grup sebesar 4,27 pada perubahan skor SGRQ, dengan asumsi standar deviasi (SD) 16,1 dan residual SD 8,35 menurut within person correlation 0,855 dan alpha 0,05 (dua sisi).
Ulasan Hasil Penelitian
Dari 375 partisipan yang dipindai sejak April 2014 hingga Januari 2019, hanya 116 partisipan sukses menjalani proses randomisasi untuk intention-to-treat analysis (58 partisipan di masing-masing grup). Dari jumlah tersebut, 84,5% menyelesaikan uji untuk per-protocol-analysis. Rata-rata umur partisipan adalah 65,7 tahun (SD 8,3), rata-rata pack-years smoke adalah 52,3 tahun, dan rata-rata FEV1 (forced expiratory volume) adalah 53,9 (17,5)%.
Dalam waktu 6 bulan, penggunaan pembersih partikulat udara dengan filter aktif (HEPA dan karbon) di rumah pasien PPOK berhubungan dengan penurunan konsentrasi PM2,5 (particulate matter) sebesar 61% lebih baik dan penurunan konsentrasi NO2 sebesar 24% jika dibandingkan dengan grup sham.
Studi ini tidak menemukan perbedaan nilai statistik yang bermakna untuk luaran primer di intention-to-treat analysis antara kedua grup yang dibandingkan. Namun, partisipan PPOK di grup active filter menunjukkan penurunan subskala gejala SGRQ, perbaikan gejala respirasi (skala Breathlessness Cough Sputum), angka eksaserbasi moderat lebih rendah, dan pemakaian obat penolong lebih rendah dibandingkan grup sham.
Tingkat adherensi penggunaan alat pembersih udara indoor ini tampaknya berkaitan dengan manfaat yang lebih besar, seperti yang dikonfirmasi oleh hasil per-protocol analysis. Partisipan yang lebih banyak menghabiskan waktu di rumah lebih mungkin mendapatkan manfaat dari intervensi ini.
Kelebihan Penelitian
Penelitian ini merupakan studi intervensi lingkungan pertama pada populasi pasien PPOK dengan riwayat merokok. Penelitian ini juga menggunakan desain uji klinis acak terkontrol yang baik untuk mengetahui efektivitas suatu intervensi medis.
Randomisasi pasien dilakukan dengan rasio 1:1 antara grup intervensi aktif dan grup kontrol, di mana pasien maupun investigator sama-sama tidak mengetahui apakah perangkat air cleaner yang digunakan aktif atau palsu. Hal ini mengurangi risiko bias.
Studi ini juga tidak hanya mengevaluasi efek penggunaan pembersih partikulat udara tetapi turut mengevaluasi tingkat adherensi pasien untuk memakai perangkat tersebut. Oleh karena itu, studi ini dapat menemukan bahwa tingkat adherensi yang lebih baik berkaitan dengan manfaat yang lebih besar.
Limitasi Penelitian
Ada beberapa limitasi dalam studi ini. Pertama, jumlah partisipan gagal mencapai target awal 120 orang. Hanya 94 partisipan menyelesaikan studi dan dapat masuk ke dalam intention-to-treat analysis pada bulan ke-6. Berkurangnya ukuran sampel ini membatasi kemampuan studi untuk mendeteksi signifikansi statistik pada luaran primernya.
Kedua, pasien yang mempunyai kadar particulate matter (PM) indoor <10 μg/m3 tidak diikutsertakan dalam randomisasi, sehingga studi ini belum bisa menilai manfaat alat pembersih partikulat udara di ruang indoor dengan beban polutan yang lebih rendah.
Ketiga, alat pembersih udara dalam studi ini menggunakan filter HEPA dan filter karbon, sehingga peneliti tidak bisa memastikan apakah hal yang memberikan efek positif untuk respirasi pasien PPOK adalah penurunan konsentrasi PM atau penurunan konsentrasi NO2 atau keduanya.
Keempat, studi ini belum dilakukan secara multi-region dengan karakteristik polutan yang berbeda sehingga hasilnya belum bisa digeneralisasi pada semua wilayah (belum bisa menjawab pengaruh geographic diversity).
Kelima, durasi studi dibatasi hanya 6 bulan, sehingga peneliti belum bisa menilai aspek sustainability jangka panjang. Terakhir, partisipan studi ini dibatasi pada pasien PPOK dengan riwayat merokok saja, sehingga belum bisa menjawab dampak terhadap pasien PPOK yang masih lanjut merokok.
Aplikasi Hasil Penelitian Di Indonesia
Penelitian ini menunjukkan bahwa penggunaan alat pembersih udara yang mempunyai filter HEPA (high-efficiency particulate air) dan filter karbon berpotensi bermanfaat untuk pasien PPOK dengan riwayat merokok.
Terlepas dari limitasinya dan masih perlunya konfirmasi dengan uji klinis berskala lebih besar, hasil studi ini menunjukkan potensi manfaat pembersih partikulat udara untuk mengurangi gejala respirasi, mengurangi angka eksaserbasi moderat, dan mengurangi penggunaan obat penolong atau rescue medicine pada pasien PPOK. Hal ini mungkin dapat diterapkan oleh pasien PPOK yang tinggal di kota-kota Indonesia dengan beban polusi yang tinggi, terutama untuk mereka yang sering menghabiskan waktu indoor.