Safety and Immunogenicity of a Single-Shot Live-Attenuated Chikungunya Vaccine: A Double-blind, Multicentre, Randomised, Placebo-Controlled, Phase 3 Trial
Schneider M, Narciso-Abraham M, Hadl S, et al. Safety and immunogenicity of a single-shot live-attenuated chikungunya vaccine: a double-blind, multicentre, randomised, placebo-controlled, phase 3 trial. Lancet. 2023;401(10394):2138-2147. PMID: 37321235.
Abstrak
Latar belakang: VLA1553 merupakan kandidat vaksin hidup yang dilemahkan untuk imunisasi dan pencegahan penyakit yang disebabkan oleh virus chikungunya. Studi ini ingin melaporkan data keamanan dan imunogenisitas sampai 180 hari setelah vaksinasi dengan VLA1553.
Metode: studi ini merupakan trial fase 3 double-blind, multisenter, dan terandomisasi yang dilakukan di 43 situs trial vaksin di Amerika Serikat. Partisipan yang memenuhi syarat adalah sukarelawan sehat yang berusia ≥18 tahun.
Partisipan dieksklusi jika mempunyai riwayat infeksi virus chikungunya, arthritis atau arthralgia yang kronis ataupun termediasi sistem imun, dan kelainan sistem imun yang diduga ataupun dikonfirmasi. Selain itu, partisipan dieksklusi jika menerima vaksin inaktif dalam 2 minggu terakhir atau vaksin hidup lain dalam 4 minggu terakhir.
Partisipan dirandomisasi (3:1) untuk mendapatkan VLA1553 atau plasebo. Luaran utama adalah adanya kadar antibodi virus chikungunya yang seroprotektif yang ditandai dengan penurunan 50% plak pada micro plaque reduction neutralization test (μPRNT) dengan titer μPRNT50 minimal 150 setelah 28 hari dari vaksinasi. Analisis keamanan dilakukan pada semua individu yang menerima vaksinasi.
Sementara itu, analisis imunogenisitas dilakukan pada kelompok kecil di 12 situs studi yang sebelumnya sudah dipilih. Partisipan-partisipan ini tidak boleh memiliki deviasi protokol yang mayor agar bisa dimasukkan ke dalam protokol populasi untuk analisis imunogenisitas.
Hasil: dari 17 September 2020 sampai 10 April 2021, sebanyak 6.100 orang menjalani skrining kelayakan. Sebanyak 1.972 orang dieksklusi dan 4.128 orang didaftarkan dan dirandomisasi (3.092 dalam grup VLA1552 dan 1.035 dalam grup plasebo). Sebanyak 358 partisipan pada grup VLA1553 dan 133 partisipan pada grup plasebo berhenti berpartisipasi sebelum trial berakhir.
Populasi per-protokol untuk analisis imunogenisitas terdiri dari 362 partisipan (266 pada grup VLA1553 dan 96 pada grup plasebo). Setelah 28 hari dari vaksinasi dosis tunggal, VLA1553 menginduksi level antibodi neutralising virus chikungunya yang seroprotektif pada 263 (98,9%) dari 266 partisipan di grup VLA1553 (95% CI 96,7–99,8; p<0,0001).
Secara umum, VLA1552 bersifat aman dan memiliki profil efek samping yang hampir sama dengan vaksin lain yang telah berlisensi dan dapat ditoleransi oleh orang dewasa muda dan dewasa tua. Efek samping serius dilaporkan pada 46 orang (1,5%) dari 3.082 partisipan di grup VLA1553 dan pada 8 orang (0,8%) dari 1.033 partisipan di grup plasebo.
Hanya 2 efek samping serius diperkirakan berkaitan dengan VLA1553, yakni 1 kejadian myalgia ringan dan 1 kejadian syndrome of inappropriate antidiuretic hormone secretion (SIADH). Kedua partisipan sembuh secara total.
Kesimpulan: adanya respons imun yang kuat dan pembentukan titer seroprotektif pada hampir seluruh partisipan yang divaksinasi mengindikasikan bahwa VLA1553 adalah kandidat baik untuk prevensi penyakit yang disebabkan oleh virus chikungunya.
Ulasan Alomedika
Chikungunya merupakan penyakit infeksi virus yang ditransmisikan oleh vektor nyamuk, yang terjadi secara sporadis dan wabahnya sulit diprediksi. Studi pernah melaporkan bahwa case fatality ratio untuk chikungunya adalah 0,3 per 1.000, dengan kebanyakan kematian terjadi pada neonatus, orang dewasa dengan komorbiditas, dan lansia.
Metode profilaksis yang efektif dan aman untuk infeksi chikungunya sangat diperlukan. Namun, selama ini belum ada vaksin atau obat profilaksis yang tersedia. Studi ini ingin menilai VLA1553, yang merupakan vaksin hidup dosis tunggal yang menjadi kandidat untuk profilaksis seluruh strain virus chikungunya dan memiliki cross-neutralisation komprehensif untuk Asian lineage yang menyebar dengan cepat.
VLA1553 dibuat berdasarkan strain La Reunion (LR2006-OPY1) dari genotype Afrika Selatan bagian Timur. VLA1553 diperkirakan dapat memicu titer antibodi yang protektif dan tahan lama. Pada trial fase pertama, grup intervensi menunjukan imunogenisitas dengan 100% serokonversi (μPRNT50 ≥20) pada hari ke-14. Antibodi bertahan setelah 12 bulan vaksin secara stabil.
VLA1553 dilaporkan aman pada semua grup dosis, dengan efek samping dan viremia yang umumnya hanya terjadi pada dosis yang lebih tinggi. Akhirnya, dosis medium VLA1553 dipilih untuk pengembangan lebih lanjut, yakni dosis 1x104 TCID50 per 0,5 mL. TCID50 atau 50% Tissue Culture Infectious Dose adalah pengenceran virus yang diperlukan untuk menginfeksi 50% kultur sel.
Karena dosis yang tepat sudah ditemukan, penelitian dilanjutkan ke fase 3 ini. Namun, karena wabah chikungunya sulit diprediksi dan trial efficacy tidak bisa dilakukan, FDA dan European Medicines Agency menggantinya dengan surrogate of protection di mana imunogenisitas ditetapkan sebagai endpoint. Imunogenisitas ini didefinisikan sebagai μPRNT50 ≥150 berdasarkan studi sebelumnya.
Ulasan Metode Penelitian
Studi ini merupakan uji klinis acak terkontrol dengan plasebo, yang dilakukan secara double-blind dan multisenter untuk menilai keamanan dan imunogenisitas VLA1553 pada orang dewasa yang sehat. Kriteria eksklusi (seperti tersebut di abstrak) dipilih untuk mengurangi confounder yang bisa memengaruhi hasil penelitian.
Partisipan diacak dengan rasio 3:1 (grup VLA1553 dan plasebo) dengan menggunakan interactive response system or interactive web response system (IXRS). Randomisasi dilakukan untuk menghindari pemilihan partisipan yang homogen dan hanya dari grup tertentu saja (bias seleksi).
Partisipan distratifikasi berdasarkan usia (stratum A 18–64 tahun, stratum B >65 tahun). Stratifikasi dilakukan untuk menghindari bias confounding dan bias sampling, karena usia mungkin memengaruhi pembentukan antibodi.
Semua partisipan, investigator, dan sponsor menjalani blinding. Walaupun orang yang mempersiapkan vaksin tidak menjalani blinding, konten syringe yang akan diberikan disamarkan sehingga terlihat sama seperti plasebo.
Prosedur dilakukan dengan pemberian dosis tunggal intramuskular pada area deltoid pada hari ke-1. Individu yang divaksinasi kemudian dipantau imunogenisitasnya pada hari ke-7, 28, 84 (3 bulan), dan 179 (6 bulan) setelah vaksinasi. Data keamanan dicatat secara elektronik, yang meliputi suhu, efek samping lokal injeksi, dan efek samping sistemik. Tanda infeksi chikungunya akut dimonitor sampai 21 hari setelah vaksinasi.
Gejala yang >3 hari dianggap sebagai adverse events of special interest (AESI), yang berpotensi disebabkan oleh vaksinasi. Efek samping yang masuk dalam kriteria serius dimasukkan ke dalam serious adverse events (SAEs).
Respons imun dinilai dengan mengukur antibodi neutralising yang spesifik chikungunya virus, yakni menggunakan micro plaque reduction neutralisation test (μPRNT) dengan virus chikungunya strain heterolog.
Adanya antibodi neutralising yang spesifik untuk chikungunya virus ditunjukkan dengan μPRNT50=20 serokonversi yang merupakan bacaan terendah. Serokonversi pada partisipan dengan baseline positif dinyatakan jika ada peningkatan 4 kali lipat dari baseline. Serokonversi adalah pembentukan antibodi sebagai respons terhadap agen infeksi.
Sementara itu, seroprotection dinyatakan jika μPRNT50 ≥150. Seroprotection merupakan kehadiran antibodi sebagai respons terhadap agen infeksi, yang bisa memberikan efek proteksi terhadap infeksi.
Analisis imunogenisitas dilakukan pada subgrup yang sebelumnya diseleksi dengan menggunakan grup plasebo sebagai kontrol negatif. Studi imunogenisitas merupakan studi untuk menentukan respons imun apa yang dihasilkan suatu vaksin dan berapa lama respons tersebut bertahan.
Ulasan Hasil Penelitian
Luaran primer penelitian ini adalah kadar antibodi virus chikungunya yang seroprotektif, yang ditandai dengan penurunan 50% plak pada micro plaque reduction neutralization test (μPRNT) dengan titer μPRNT50 minimal 150 setelah 28 hari dari vaksinasi.
Pada populasi per-protokol, 98,9% peserta pada 28 hari setelah vaksinasi membentuk titer antibodi neutralising yang spesifik untuk chikungunya di atas threshold. Tidak ada perbedaan laju seroprotection pada usia 18–64 dibandingkan usia >65. Pada hari ke-180, titer antibodi masih berada pada level seroprotection pada 96,3% partisipan.
Laju serokonversi adalah 99,2% pada hari ke-29 dan stabil seterusnya pada 98,3%. Geometric mean antibody titre meningkat perlahan pada hari ke-8 dan memuncak pada hari ke-29. Walaupun titer menurun di hari ke-180, nilainya masih tinggi pada mayoritas partisipan. Tidak ada perbedaan respons imun pada kedua strata usia.
Serokonversi dan seroproteksi yang tinggi ini menandakan imunogenisitas yang kuat. Selain itu, tidak adanya perbedaan pada dua strata usia menjadikan VLA1553 kandidat yang baik untuk pencegahan chikungunya.
VLA1553 umumnya dapat ditoleransi oleh semua kalangan usia dengan efek samping yang ringan atau sedang saja. Kebanyakan efek samping terjadi setelah 4 minggu vaksinasi. Pada hari ke-180, efek samping pada kelompok intervensi vs. plasebo adalah 62,5% vs. 44,8%. Separuh dari efek samping merupakan efek samping sistemik yang diperkirakan.
SAE dilaporkan pada 1,5% grup VLA1553 dan 0,8% grup plasebo. SAE bisa ditangani dan sembuh total. Gejala yang mengarah ke infeksi akut chikungunya dikelompokkan sebagai AESI. AESI dilaporkan pada 0,3% grup VLA1553 dan 0,1% grup plasebo. Kebanyakan AESI sembuh dengan sendirinya dan hilang pada hari ke-2 sampai ke-4.
Selama studi, 15 partisipan hamil. Dari jumlah tersebut, 13 menerima VLA1553. Luaran partisipan yang hamil dilaporkan baik, di mana bayi terlahir sehat dan tidak keguguran saat 20 minggu.
Kelebihan Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode yang terstandar berdasarkan FDA dan regulator pembentukan vaksin lainnya. Desain penelitian yang berupa uji klinis acak terkontrol dengan plasebo, yang dilakukan secara multisenter dan double-blind juga merupakan desain yang baik untuk menguji efikasi dan keamanan suatu intervensi medis. Semua partisipan, investigator, dan sponsor juga sudah menjalani blinding.
Partisipan distratifikasi berdasarkan usia (stratum A 18–64 tahun, stratum B >65 tahun), sehingga efikasi dan keamanan vaksin pada kelompok usia yang berbeda tersebut bisa diketahui dengan jelas.
Meskipun beberapa lokasi penelitian terletak di Florida di mana infeksi sporadis telah dilaporkan dan beberapa partisipan memiliki titer antibodi baseline positif, kemungkinan bias infeksi natural dalam analisis imunogenisitas telah disingkirkan karena partisipan dalam subset imunogenisitas memiliki hasil serologi yang negatif.
Limitasi Penelitian
Penelitian ini tidak dilakukan di daerah endemis, sehingga efek imunitas yang sudah ada (pre-existing immunity) terhadap imunogenisitas VLA1553 tidak diketahui dan profil keamanan VLA1553 pada orang dengan pre-existing immunity juga tidak diketahui.
Vaksin ini juga merupakan vaksin hidup yang dilemahkan, sehingga tidak bisa diberikan pada populasi immunocompromised dan ibu hamil. Penggunaan saat kehamilan harus mempertimbangkan risiko transmisi chikungunya perinatal ke janin. Oleh sebab itu, orang immunocompromised dan ibu hamil tidak disertakan dalam penelitian ini.
Untuk bisa efektif mengontrol penyakit endemis, vaksin chikungunya juga harus bisa diberikan untuk anak-anak. Namun, penelitian ini tidak mengikutkan anak-anak. Periode follow-up yang hanya 6 bulan juga tidak memungkinkan peneliti untuk mengetahui durabilitas (ketahanan) respons imun dalam jangka panjang. Terakhir, studi ini juga tidak menilai luaran klinis melainkan hanya luaran laboratorium.
Aplikasi Hasil Penelitian di Indonesia
Indonesia sebagai salah satu tempat endemik chikungunya dapat menuai manfaat dari temuan vaksin VLA1553. Penelitian ini menunjukkan bahwa VLA1553 bisa membentuk titer antibodi yang seroprotektif pada hampir seluruh partisipan yang divaksinasi dan memiliki profil keamanan yang cukup baik.
Namun, studi lebih lanjut masih diperlukan agar bisa mengetahui efikasi dan keamanan vaksin ini pada orang yang sudah pernah terinfeksi (memiliki pre-existing immunity), terutama karena Indonesia merupakan negara yang endemis chikungunya.
Studi lebih lanjut mengenai ketahanan vaksin dan cold chain juga perlu diperhatikan karena akan berdampak pada biaya distribusi dan produksi vaksin. Selain itu, data epidemiologi dan pemetaan wabah chikungunya perlu diperbaiki agar program vaksin chikungunya, jika diadakan di masa depan, bisa mencapai sasaran.