Pedoman Penatalaksanaan Hipertensi ESC 2024 – Ulasan Guideline Terkini

Oleh :
dr. Hendra Gunawan SpPD

European Society of Cardiology (ESC) mempublikasikan pedoman penatalaksanaan hipertensi terbaru pada Agustus 2024. Perubahan utama dalam pedoman ini ada pada ambang batas tekanan darah untuk diagnosis hipertensi dan target tekanan darah selama pengobatan.

Dalam pedoman ini, terapi antihipertensi harus dimulai pada tekanan darah ≥130/80 mmHg bagi individu dengan risiko penyakit kardiovaskular ≥10% dalam 10 tahun (kalkulator PREVENT) atau dengan penyakit penyerta yang menempatkan mereka pada risiko tinggi, misalnya diabetes. Selain itu, untuk sebagian besar pasien hipertensi, target tekanan darah sistolik selama perawatan adalah 120-129 mmHg.[1]

Nurse,,Elderly,Patient,And,Blood,Pressure,In,House,,Retirement,Home

Tabel 1. Tentang Pedoman Klinis Ini

Penyakit Hipertensi
Tipe Penatalaksanaan
Yang Merumuskan

European Society of Cardiology (ESC)

Tahun 2024
Negara Asal Eropa
Dokter Sasaran Dokter Umum, Dokter Layanan Primer, Spesialis Penyakit Dalam

Penentuan Tingkat Bukti

Pedoman klinis ini ditentukan melalui proses peninjauan kritis terhadap literatur yang dipublikasikan tentang pendekatan diagnostik dan terapeutik, termasuk penilaian rasio risiko-manfaat. Setiap rekomendasi dievaluasi kekuatan dan tingkat bukti pendukungnya menggunakan skala yang telah ditentukan sebelumnya.

Semua rekomendasi harus disetujui melalui prosedur pemungutan suara, dengan persetujuan minimal 75% dari anggota yang berhak memberikan suara, yang mana anggota dengan konflik kepentingan terkait harus abstain. Proses persetujuan pedoman dilakukan dengan beberapa tahap peer review bukta ganda.[1]

Rekomendasi Utama untuk Diterapkan dalam Praktik Klinis Anda

Berikut ini adalah poin-poin penting dari pedoman penatalaksanaan hipertensi oleh ESC 2024 yang dapat diterapkan dalam praktik klinis.[1]

Target Tekanan Darah

  • Target tekanan darah sistolik (SBP) untuk pasien dewasa yang telah menerima terapi hipertensi adalah 120-129 mmHg.
  • Target tekanan darah berbeda, yakni serendah mungkin yang dapat ditoleransi, dapat digunakan untuk populasi khusus berikut: pasien yang tidak dapat mentoleransi target SBP 120-129 mmHg, pasien dengan gejala ortostatik, usia di atas 85 tahun, frailty, dan pasien dengan harapan hidup terbatas.[1]

Klasifikasi Tekanan Darah

Dalam pedoman ini, ESC memasukkan klasifikasi baru, yakni ‘Tekanan Darah Meningkat’ yang terpisah dari hipertensi. Klasifikasi tekanan darah yang baru ini adalah:

  • Tekanan darah meningkat: SBP 120-139 mmHg atau DBP 70-89 mmHg pada pengukuran di layanan kesehatan; atau SBP 120-134 mmHg atau DBP 70-84 mmHg pada pengukuran di rumah atau ambulatori

  • Hipertensi: SBP ≥140 mmHg atau DBP ≥90 mmHg pada pengukuran di layanan kesehatan; atau SBP ≥135 mmHg atau DBP ≥85 mmHg pada pengukuran di rumah atau ambulatori.[1]

Rekomendasi Modifikasi Gaya Hidup

  • Latihan aerobik intensitas tinggi selama 75 menit/minggu ditambahkan sebagai alternatif dari rekomendasi sebelumnya yaitu latihan aerobik intensitas sedang minimal 150 menit/minggu.
  • Latihan fisik ini harus dilengkapi dengan latihan ketahanan dinamis atau isometrik intensitas rendah atau sedang 2-3 kali seminggu.
  • Restriksi natrium maksimal 2 g/hari disarankan. Ini setara dengan 5 g/hari natrium klorida atau sekitar satu sendok teh garam.
  • Indeks massa tubuh (IMT) harus dalam rentang normal, dengan lingkar pinggang diusahakan di bawah 94 cm untuk pria dan 80 cm untuk wanita.
  • Batasi konsumsi gula dan alkohol, serta lakukan program berhenti merokok.[1]

Rekomendasi Terapi

  • Intervensi gaya hidup direkomendasikan selama 3 bulan. Jika tidak sepenuhnya berhasil, maka terapi obat harus dimulai.
  • Antihipertensi yang disarankan sebagai lini pertama adalah golongan ACE inhibitor seperti captopril, golongan angiotensin receptor blocker seperti candesartan, calcium channel blocker seperti amlodipine, dan diuretik seperti indapamide.
  • Beta bloker, seperti propranolol, disarankan sebagai terapi lini ketiga setelah spironolactone, kecuali jika ada indikasi mendesak seperti adanya kontraindikasi terhadap obat antihipertensi golongan lain atau pasien mengalami gagal jantung dengan penurunan fraksi ejeksi.
  • Denervasi ginjal dapat dipertimbangkan pada pasien dengan hipertensi resisten atau tekanan darahnya tetap tinggi meski sudah mendapat tiga jenis obat.[1]

Perbandingan dengan Pedoman Klinis di Indonesia

Di Indonesia, ada Pedoman Nasional Praktik Kedokteran (PNPK) Hipertensi yang dikeluarkan oleh Kementerian Kesehatan pada tahun 2021. Berbeda dengan pedoman ESC, PNPK masih menggunakan batasan SBP 130 mmHg dan DBP 85 mmHg ke atas untuk menyatakan tekanan darah tinggi.

Dari sisi tata laksana, PNPK juga masih menggunakan target tekanan darah yang mengacu pada pedoman ESC lama, yaitu <140/90 mmHg dan jika masih dapat ditoleransi dapat diturunkan hingga <130/80 mmHg atau lebih rendah, tanpa penggunaan perhitungan risiko kardiovaskular dalam 10 tahun.[2]

Lebih lanjut, jika dibandingkan dengan pedoman dari American College of Cardiology (ACC) dan American Heart Association (AHA), pembaruan dalam pedoman ESC ini sejalan dengan pedoman hipertensi ACC/AHA. Kesamaan utama adalah penggunaan target tekanan darah yang lebih rendah, yang diharapkan akan menurunkan risiko kejadian kardiovaskular.[3]

Kesimpulan

Pedoman penanganan hipertensi ini dipublikasikan oleh European Society of Cardiology (ESC) pada tahun 2024. Perubahan utama dalam pedoman ini adalah:

  • Terdapat kategori baru yaitu kategori ‘Tekanan Darah Meningkat’ yang didefinisikan sebagai tekanan darah sistolik (SBP) 120-139 mmHg atau tekanan darah diastolik (DBP) 70-89 mmHg
  • Target tekanan darah untuk kebanyakan pasien yang sudah mengonsumsi antihipertensi diturunkan menjadi SBP 120-129 mmHg
  • Denervasi ginjal dimasukkan dalam pedoman ini untuk pertama kalinya, yang mana denervasi ginjal dapat dipertimbangkan untuk pasien dengan hipertensi resisten atau mereka yang tidak mampu mencapai target tekanan darah meski sudah mengonsumsi tiga jenis antihipertensi optimal.

Referensi