Infeksi saluran kemih (ISK) merupakan penyakit infeksi bakteri yang paling sering terjadi pada lansia dan merupakan alasan paling umum untuk penggunaan antibiotik pada populasi ini. Penurunan sistem imunitas, penurunan fungsi fisiologis, serta kondisi multipatologi meningkatkan kerentanan terhadap infeksi, termasuk saluran kemih, pada populasi lansia.[1-4]
Kerentanan Infeksi Saluran Kemih pada Lansia
Infeksi saluran kemih (ISK) pada lansia dapat diklasifikasikan menjadi dua jenis, yaitu ISK non-komplikata dan ISK komplikata. ISK non-komplikata merupakan ISK pada pasien tanpa disertai kelainan anatomi maupun kelainan pada struktur traktus urinarius (saluran kemih). Sementara itu, ISK komplikata merupakan infeksi yang disertai kelainan anatomi ataupun kelainan pada struktur traktus urinarius.[3,5,6]
Tingginya tingkat insidensi retensi urine, inkontinensia urine, rawat inap jangka panjang, serta adanya komorbiditas dan kateterisasi urine yang menyertainya juga menyebabkan populasi lansia lebih rentan terhadap ISK dibandingkan dengan populasi dewasa muda. Prevalensi ISK pada populasi lansia ditemukan lebih tinggi pada wanita dibandingkan pria, dengan rasio 2:1. Peningkatan insidensi ISK pada populasi lansia secara signifikan terjadi seiring dengan peningkatan usia, terutama pada populasi lansia yang berusia 85 tahun ke atas.[2,3,4]
Faktor Risiko Infeksi Saluran Kemih pada Lanisa
Lansia mengalami penurunan fungsi vesika urinaria, sehingga dapat terjadi disfungsi vesika urinaria, uropati obstruktif, serta penurunan komponen pertahanan pada sel uroepitel yang meningkatkan kerentanan infeksi bakteri pada traktus urinarius. Selain itu, sindrom lansia terutama inkontinensia urine atau inkontinensia alvi, imobilisasi, dan imunodefisiensi, dapat meningkatkan risiko infeksi saluran kemih (ISK) pada lansia.[3,4,6-9]
Beberapa penyakit komorbid yang diderita, seperti diabetes mellitus, batu saluran kemih, dan gangguan prostat juga dapat meningkatkan risiko ISK. Benign prostatic hyperplasia yang menyebabkan obstruksi saluran keluar kandung kemih merupakan salah satu faktor risiko penting yang dapat menyebabkan ISK pada pria lansia. Sementara itu, defisiensi estrogen dan atrofi vagina berperan sebagai faktor risiko penyebab ISK pada wanita lansia.[3,4,6,8]
Pertimbangan Khusus dalam Penatalaksanaan Infeksi Saluran Kemih pada Lansia
Penatalaksanaan infeksi saluran kemih (ISK) pada populasi lansia memiliki tingkat kesulitan yang lebih dibandingkan dengan populasi dewasa muda. Beberapa tantangan dan pertimbangan dalam penatalaksanaan ISK pada populasi lansia adalah adanya sindrom lansia, kondisi komorbid, interaksi obat akibat polifarmasi, dan pemilihan antibiotik.[1,3,5]
Pemilihan antibiotik dalam penatalaksanaan ISK pada populasi lansia menjadi hal yang krusial mengingat peningkatan resistensi antimikroba yang konstan. Penggunaan antibiotik yang rasional dalam penatalaksanaan ISK pada populasi lansia penting untuk memberikan perawatan yang tepat dan mengendalikan penyebaran organisme resisten pada populasi ini.[1,5,6]
Patogen Penyebab Infeksi Saluran Kemih pada Lansia
Bakteri etiologi infeksi saluran kemih (ISK) pada populasi lansia dengan dewasa muda memiliki gambaran yang berbeda. Etiologi ISK pada lansia yang paling sering adalah bakteri Gram negatif yang terdapat di perineum yang naik (ascending) melalui uretra ke traktus urinarius. Bakteri Gram negatif yang paling banyak menyebabkan ISK pada populasi lansia adalah Escherichia coli.
Sebuah tinjauan sistematik melaporkan bahwa Escherichia coli terlibat dalam lebih dari 90% kasus sistitis pada lansia. Bakteri lain yang menyebabkan ISK pada lansia mencakup Klebsiella pneumoniae, Citrobacter spp., Serratia spp., Enterobacter spp., dan nonfermenters seperti Pseudomonas aeruginosa.[2-4,10]
Rekomendasi Terapi Antibiotik untuk Infeksi Saluran Kemih pada Lansia
Penatalaksanaan infeksi saluran kemih (ISK) pada lansia mencakup penanganan non-farmakologis dan farmakologis. Penanganan non-farmakologis meliputi evaluasi terhadap sindrom lansia, terutama inkontinensia urine, serta penanganan nutrisi. Program aktivitas fisik sangat diperlukan untuk mencegah imobilisasi jangka lama yang dapat mempengaruhi aliran urine pada pasien lansia.[6-11]
Penatalaksanaan farmakologis ISK pada lansia adalah terapi antibiotik. Penggunaan antimikroba yang rasional dalam penatalaksanaan ISK pada lansia sangat penting untuk memberikan perawatan yang tepat, mengendalikan penyebaran organisme resisten, dan mencegah interaksi obat serius karena lansia lebih mungkin mengonsumsi bermacam obat.[1,5,6,11]
Prinsip Pemberian Antibiotik pada Infeksi Saluran Kemih Lansia
Prinsip pemberian terapi antibiotik untuk infeksi saluran kemih (ISK) pada lansia harus disesuaikan dengan mikroba penyebab infeksi. Apabila hasil kultur tersedia maka antibiotik definitif harus diberikan sesuai dengan hasil kultur. Selain pemeriksaan kultur urine, tes kepekaan juga harus dilakukan untuk melihat sensitivitas antibiotik terhadap bakteri.[1,5,11,12]
Apabila tidak dilakukan kultur, pilihan terapi antibiotik akan disesuaikan dengan pola kuman setempat. Pemberian terapi antibiotik yang optimal pada lansia harus mempertimbangkan derajat keparahan klinis, pola resistensi kuman, faktor host (riwayat alergi terhadap antibiotik tertentu dan fungsi ginjal), komorbiditas yang dimiliki, serta penggunaan polifarmasi.[5,8,10,11]
Pemberian antibiotik pada lansia juga harus memperhitungkan kelarutan obat, perubahan komposisi tubuh pada lansia, kadar albumin, dan toleransi obat. Durasi pemberian antibiotik untuk ISK pada lansia harus disesuaikan dengan kondisi masing-masing pasien. Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam menentukan durasi pemberian antibiotik adalah komorbiditas, interaksi obat akibat polifarmasi, serta penurunan fungsi ginjal dan fungsi hati.[6,8,11,13]
Pilihan Antibiotik Infeksi Saluran Kemih Non-komplikata
Rekomendasi terapi antibiotik lini pertama untuk infeksi saluran kemih (ISK) non-komplikata pada lansia adalah nitrofurantoin 100 mg yang diberikan 2 kali sehari selama 5 hari. Nitrofurantoin tidak direkomendasikan pada pasien lansia dengan laju filtrasi glomerulus (eGFR) di bawah 30 ml/menit/1,73m2, karena dapat menyebabkan peningkatan efek samping obat, penurunan fungsi ginjal, dan risiko kegagalan terapi.[11-14]
Terapi antibiotik aminopenicillin atau sefalosporin untuk terapi ISK non-komplikata tidak direkomendasikan karena tingginya resistensi Escherichia coli. Alternatif antibiotik lini pertama lainnya yang direkomendasikan untuk ISK non-komplikata pada lansia adalah trimethoprim/sulfamethoxazole 160/800 mg diberikan 2 kali sehari selama 3 hari atau antibiotik golongan fluoroquinolone.
Bila pola resistensi kuman terhadap fluoroquinolone kurang dari 10%, maka alternatif antibiotik dari golongan fluoroquinolone yang dapat menjadi pilihan adalah levofloxacin 750 mg diberikan 1 kali sehari selama 5 hari. Pilihan lain adalah ciprofloxacin 500-750 mg diberikan 2 kali sehari selama 7 hari.[11,13-16]
Pilihan Antibiotik Infeksi Saluran Kemih Komplikata
Pemilihan terapi antibiotik untuk infeksi saluran kemih (ISK) komplikata pada lansia harus berdasarkan pola resistensi dan disesuaikan juga dengan hasil tes kepekaan. Selain terapi antibiotik, penatalaksanaan kelainan urologi atau komplikasi harus dilakukan sebagai bagian terapi ISK komplikata. Antibiotik golongan aminoglikosida, seperti plazomicin, dapat menjadi pilihan untuk terapi ISK komplikata yang disebabkan oleh bakteri Gram negatif.[11,14,17]
Penyesuaian dosis sangat diperlukan pada antibiotik golongan aminoglikosida yang potensial nefrotoksik. Oleh karena itu, diperlukan pemeriksaan fungsi ginjal dan nilai rata-rata filtrasi glomerulus pada pasien lansia sebelum memulai terapi dengan antibiotik aminoglikosida. Fluoroquinolone juga dapat diberikan sebagai terapi ISK komplikata morbiditas ringan-sedang dengan dosis yang sama seperti pada kondisi ISK non-komplikata.[11,14,15]
Tabel 1. Terapi Antibiotik yang direkomendasikan untuk ISK Komplikata dengan Manifestasi Klinis Urosepsis pada Lansia
Antibiotik | Dosis per Hari | Lama Terapi |
Cefotaxime | 2 gram diberikan 3x sehari | 7-10 hari Pemberian jangka panjang dapat diberikan pada pasien dengan respon perbaikan yang lambat |
Ceftriaxone | 1-2 gram diberikan 1x sehari | |
Piperacillin-tazobactam | 4.5 gram diberikan 3 x sehari | |
Imipenem-cilastin | 0.5 gram diberikan 3 x sehari | |
Meropenem | 1 gram diberikan 3 x sehari |
Sumber: dr. Eva Naomi Oretla, Alomedika, 2022.[14]
Sebuah studi mengenai terapi antibiotik untuk ISK komplikata pada lansia merekomendasikan antibiotik sefalosporin generasi keempat, seperti cefiderocol, terutama pada kondisi ISK komplikata dengan gejala sistemik. Hasil dari studi tersebut juga melaporkan bahwa cefiderocol 2 g yang diberikan 3 kali sehari secara intravena tidak berbeda efikasinya dengan imipenem-cilastatin 1 g yang diberikan 3 kali sehari secara intravena untuk terapi ISK komplikata.[11,13-15]
Catheter-Associated Urinary Tract Infections (CA-UTI)
Penggunaan antibiotik juga direkomendasikan pada kondisi catheter-associated urinary tract infections (CA-UTI) pada lansia. Penatalaksanaan awal CA–UTI menggunakan antibiotik spektrum luas berdasarkan pola resistensi kuman. Pilihan antibiotik perlu disesuaikan dengan hasil kultur urine. Durasi terapi antibiotik minimal 7 hari tergantung kondisi klinis pasien.[6,11,14]
Menurut pedoman The National Institute for Health and Care Excellence (NICE), penggunaan antibiotik profilaksis tidak disarankan saat pelepasan kateter. Antibiotik profilaksis dapat diberikan saat pemasangan atau penggantian kateter pada pasien lansia yang memiliki riwayat CA-UTI, adanya discharge purulent pada uretra, atau percobaan pemasangan kateter berulang.[14,18,19]
Bakteriuria Asimtomatik
Pemberian antibiotik pada kondisi bakteriuria asimtomatik dengan atau tanpa piuria pada populasi lansia tidak direkomendasikan. Terapi antibiotik pada kondisi ini tidak mengurangi insiden ISK simtomatik ataupun meningkatkan kelangsungan hidup pada populasi lansia. Namun, terapi antibiotik pada lansia dengan bakteriuria asimptomatik dapat meningkatkan kemungkinan efek samping dari antibiotik dan perkembangan bakteri yang resisten antibiotik.[17,20-22]
Pada lansia dengan bakteriuria disertai gangguan kognitif maupun fungsional, tanpa adanya gejala lokal genitourinaria atau tanda infeksi sistemik, direkomendasikan untuk dilakukan observasi dan pemeriksaan holistik terlebih dahulu untuk menentukan kemungkinan penyebabnya. Penggunaan antibiotik sistemik pada bakteriuria asimtomatik direkomendasikan pada beberapa kasus, seperti;
- Pasien yang akan menjalani operasi yang menyebabkan trauma terhadap traktus urinaria, seperti TURP (transurethral resection of the prostate) atau implantasi prostesis
- Pasien yang memiliki risiko tinggi terhadap komplikasi infeksi berat, seperti pada pasien dengan imunosupresi
- Infeksi yang disebabkan oleh mikroba dengan risiko tinggi terjadinya bakteremia, seperti Serratia marcescens.[17,19-22]
Kesimpulan
Penatalaksanaan infeksi saluran kemih (ISK) pada populasi lansia dengan terapi antibiotik memiliki perbedaan dan kompleksitas tersendiri bila dibandingkan dengan penanganan ISK pada dewasa muda. Proses degeneratif, seperti penurunan fungsi ginjal dan fungsi hati, adanya komorbiditas, polifarmasi, serta pola resistensi mikroba penyebab ISK perlu menjadi pertimbangan dalam memilih terapi antibiotik pada pasien lansia.
Terapi antibiotik untuk ISK pada lansia harus disesuaikan dengan mikroba penyebab infeksi. Antibiotik definitif harus diberikan sesuai dengan hasil kultur. Apabila hasil kultur tidak tersedia, maka pemberian antibiotik harus disesuaikan dengan pola kuman setempat. Tes kepekaan juga harus dilakukan untuk melihat sensitivitas antibiotik terhadap bakteri.
Penulisan pertama oleh: dr. Immanuel Natanael Tarigan