Penggunaan artificial intelligence (AI) dipercaya mampu meningkatkan deteksi fraktur pergelangan tangan atau sendi radiokarpal. Computer-assisted detection (CAD) menggunakan AI dalam bidang radiologi saat ini terus berkembang dan telah dilaporkan mampu meningkatkan akurasi diagnosis. Salah satu penggunaan AI dalam bidang radiologi adalah untuk mendeteksi fraktur pergelangan tangan (wrist).[1–3]
Akurasi pembacaan hasil pemeriksaan radiologi sebagai modalitas utama penegakan diagnosis fraktur pergelangan tangan masih dinilai cukup rendah. Hal ini diduga karena, pada kondisi gawat darurat, hasil radiologi umumnya bukan dibaca oleh klinisi subspesialis di bidang orthopedi. Atas dasar ini, banyak dikembangkan studi metode pembacaan hasil radiologi berbasis teknologi komputer. Diharapkan hal ini dapat membantu meningkatkan deteksi fraktur, termasuk fraktur pergelangan tangan.[1,2]
Bukti Ilmiah Penggunaan Artificial Intelligence (AI) dalam Meningkatkan Deteksi Fraktur Pergelangan Tangan
Berbagai studi telah menunjukkan peningkatan sensitivitas dan spesifisitas deteksi fraktur pergelangan tangan. Penggunaan AI juga sudah banyak dimanfaatkan dalam dunia medis, misalnya untuk deteksi retinopati diabetik, penentuan tata laksana kanker, dan dalam bidang patologi.[1,6–8]
Sebuah studi dilakukan oleh Lindsey et al. terhadap klinisi yang bekerja di IGD untuk mengetahui apakah program artificial intelligence (AI) yang mereka kembangkan bermanfaat dalam mendeteksi kasus fraktur pergelangan tangan.[1]
Pada studi, peneliti membuat sebuah deep neural network untuk mendeteksi dan melokalisasi fraktur dalam hasil pemeriksaan radiografi. Teknologi ini dilatih berdasarkan hasil ekspertise dari 135.409 gambar radiografi yang dilakukan oleh 18 orang spesialis orthopedi senior. Kemudian, dijalankan analisis terhadap dokter kegawatdaruratan medis untuk menilai kemampuan mereka dalam mendeteksi fraktur pergelangan tangan dengan maupun tanpa bantuan deep learning model.
Hasil studi ini menunjukkan bahwa sensitivitas klinisi adalah sebesar 80,8% tanpa bantuan AI dan 91,5% dengan bantuan AI. Spesifisitas didapatkan sebesar 87,5% tanpa bantuan AI dan 93,9% dengan bantuan AI. Rerata relatif penurunan kejadian misinterpretasi dilaporkan sebesar 47%.[1]
Manfaat Artificial Intelligence (AI) dalam Mendeteksi Fraktur Pergelangan Tangan
Dibandingkan standar baku emas untuk pemeriksaan fraktur, seperti CT scan, pemeriksaan rontgen konvensional lebih sering digunakan sebagai pilihan utama pada kasus kegawatdaruratan. Hal ini karena rontgen konvensional efisien dari segi waktu dan lebih tersedia.
Akan tetapi, klinisi di instalasi gawat darurat, baik di Indonesia maupun di luar negeri, seringkali kesulitan mendapat penjelasan hasil radiografi dari subspesialis yang tentunya memiliki kemampuan lebih baik dalam memberikan ekspertise.[1,4,5]
Klinisi di instalasi gawat darurat juga memiliki beban kerja besar, yang menimbulkan kelelahan ataupun inkonsistensi dalam membaca hasil rontgen, sehingga berisiko misinterpretasi hasil. Misinterpretasi hasil rontgen dan misdiagnosis fraktur berisiko penundaan pengobatan, outcome fungsional yang lebih buruk, memperberat kerusakan area fraktur, dan berisiko malunion, arthritis, hingga osteonekrosis.
Berdasarkan kondisi tersebut, artificial intelligence (AI) menjadi solusi potensial, yaitu menyediakan second opinion bagi klinisi di instalasi gawat darurat dalam membaca hasil rontgen. Faktor kelelahan juga tidak berdampak pada teknologi AI, membuatnya menjadi lebih konsisten dalam membaca hasil rontgen.
Di Amerika Serikat, FDA sudah menyetujui penggunaan AI dalam mendeteksi fraktur pergelangan tangan pada pasien dewasa. Perangkat lunak yang disetujui tersebut bernama OsteoDetect© yang menggunakan algoritma AI untuk menganalisis gambar rontgen dua dimensi untuk mendeteksi fraktur radius distal.[1,4,5]
Kesimpulan
Bukti ilmiah yang tersedia menunjukan bahwa penggunaan artificial intelligence (AI) dalam mendeteksi fraktur pergelangan tangan dapat meningkatkan akurasi diagnosis. Hal ini tentunya dapat menghindarkan pasien dari misdiagnosis, keterlambatan terapi, dan potensi komplikasi. Di Amerika Serikat, FDA sudah menyetujui penggunaan suatu produk berbasis AI dalam penegakan diagnosis fraktur radius distal.
Direvisi oleh: dr. Felicia Sutarli