Pemakaian masker kain maupun masker bedah untuk mencegah transmisi coronavirus disease 2019 (COVID-19) rutin dianjurkan oleh berbagai organisasi kesehatan. Namun, efektivitas masker-masker ini masih sering dipertanyakan oleh masyarakat, terutama bila dibandingkan dengan masker respirator. Untuk mengatasi masalah ini, Centers for Disease Control and Prevention (CDC) telah melakukan studi untuk menemukan cara pemakaian masker yang lebih optimal.
Selama pandemi COVID-19, pemakaian masker dianjurkan karena dapat mengurangi hembusan droplet respirasi yang berasal dari pengguna yang terinfeksi dan juga dapat mengurangi paparan droplet ke pengguna lain yang tidak terinfeksi.[1]
Sejumlah laporan menyatakan bahwa masker respirator (misalnya N95) memiliki filtrasi yang lebih efektif daripada masker kain dan bedah. Kekurangan utama masker kain dan bedah adalah fitting yang kurang sempurna ke kontur wajah pengguna, sehingga tercipta celah “kebocoran udara” di samping masker. Namun, kedua masker ini lebih nyaman digunakan dan lebih ekonomis daripada masker respirator, sehingga para peneliti mencari cara mengoptimalkan pemakaiannya.[2-4]
Upaya untuk Mengoptimalkan Pemakaian Masker
Sedikitnya ada dua studi yang sudah menginvestigasi penggunaan mask fitter untuk memperbaiki fitting masker ke wajah dan mencegah kebocoran udara di pinggiran masker. Fitter bisa berbahan solid atau elastis dan bisa digunakan di sekitar masker dengan ikat kepala atau ear-loop. Studi mengindikasikan bahwa kombinasi fitter dan masker bedah bisa meningkatkan proteksi hingga >90% terhadap aerosol.
Alternatif lain adalah dengan membuat simpul (knotted) dan menyelipkan (tucked) sebagian kecil area masker bedah. Selain itu, optimalisasi juga dapat dilakukan dengan menaruh kain berbahan nilon di sekitar leher kemudian menariknya hingga menutupi masker kain atau masker bedah. Beberapa ahli juga menyarankan masker ganda untuk meningkatkan fitting dan kemampuan filtrasi masker.[5-8]
Hasil Studi CDC tentang Cara Mengoptimalkan Pemakaian Masker
CDC Amerika Serikat telah melakukan dua eksperimen untuk menginvestigasi metode peningkatan efektivitas masker kain dan bedah. Simulator yang telah dimodifikasi dengan dua pliable elastomeric headform (sumber dan penerima) digunakan untuk mensimulasi paparan penerima terhadap aerosol yang diproduksi oleh sumber.
Eksperimen dilakukan di ruangan dengan panjang 3,1 meter, lebar 3,1 meter, dan tinggi 2,1 meter. Untuk simulasi pernapasan senyap selama kerja moderat, sumber headform diprogram untuk menghasilkan aerosol dari mouthpiece dengan laju 15 liter/menit. Minute ventilation dari headform penerima diatur pada laju 27 liter/menit. Untuk setiap penilaian, tes dilakukan selama 15 menit.[4]
Hasil Eksperimen Pertama
Eksperimen pertama bertujuan untuk memeriksa efektivitas bermacam modifikasi masker dalam mengurangi jumlah partikel yang keluar selama batuk. Modifikasi masker yang dinilai mencakup masker bedah three-ply tunggal, masker kain three-ply tunggal, kombinasi keduanya (double mask dengan posisi masker kain katun menutupi masker bedah), dan masker bedah knotted and tucked tunggal.
Metode knotted and tucked dilakukan dengan membuat simpul di bagian ear-loop yang menempel ke pinggiran masker. Setelah itu, material masker yang masih belum rapi diselipkan dan diratakan, sehingga celah samping di pinggiran masker diminimalkan.
Hasil menunjukkan bahwa masker bedah tunggal tanpa simpul (unknotted) mampu memblokir 56,1% partikel yang berasal dari simulasi batuk (deviasi standar atau SD 5,8). Sementara itu, masker kain katun tunggal mampu memblokir 51,4% (SD 7,1) dan masker kombinasi (double mask) mampu memblokir 85,4% partikel batuk (SD 2,4). Masker bedah knotted and tucked dilaporkan mampu memblokir 77,0% partikel batuk (SD 3,1).[4]
Hasil Eksperimen Kedua
Eksperimen kedua bertujuan untuk memeriksa efektivitas modifikasi masker dalam mengurangi paparan aerosol selama pernapasan. Modifikasi masker yang dilakukan meliputi kondisi tanpa masker, double mask, masker bedah unknotted, dan masker bedah knotted and tucked.
Hasil serupa didapatkan pada eksperimen kedua. Pemakaian double mask atau masker bedah knotted and tucked oleh sumber aerosol mampu mengurangi paparan kumulatif pada penerima tanpa masker sebesar 82,2% (SD 0,16) dan 62,9% (SD 0,08) secara berurutan. Jika sumber aerosol tidak memakai masker tetapi penerima memakai double mask atau masker bedah knotted and tucked, maka paparan kumulatif pada penerima masing-masing berkurang sebesar 83% (SD 0,15) dan 64,5% (SD 0,03).
Apabila sumber dan penerima sama-sama memakai double mask atau masker bedah knotted and tucked, paparan kumulatif pada penerima berkurang sebesar 96,4% (SD 0,02) dan 95,9% (SD 0,02) secara berurutan.[4]
Kesimpulan
Selain dengan upaya vaksinasi, physical distancing, dan pemeliharaan higiene tangan, pemakaian masker masih menjadi salah satu prosedur efektif untuk mengurangi risiko transmisi COVID-19. Namun, selama ini efektivitas masker bedah dan masker kain masih diragukan, terutama bila dibandingkan dengan masker respirator.
Untuk menjawab keraguan tersebut, hasil studi sebenarnya telah mengonfirmasi bahwa pemakaian masker dapat mengurangi transmisi droplet (bila dibandingkan dengan kondisi tanpa masker), terutama bila sumber droplet dan penerima sama-sama menggunakan masker.
Selain itu, studi yang dipublikasikan oleh CDC juga telah menemukan cara yang cukup mudah untuk mengoptimalkan efektivitas masker kain dan masker bedah tanpa perlu menggunakan masker respirator yang mahal. Metode double mask (masker kain katun menutupi masker bedah) atau metode masker bedah knotted and tucked dinilai cukup mudah diaplikasikan dalam pemakaian sehari-hari, termasuk dari segi efisiensi biaya maupun kenyamanan pengguna.
Namun, untuk populasi anak-anak berusia 10-12 tahun, studi terbaru melaporkan bahwa penggunaan masker tidak menurunkan insiden COVID-19.