Prosedur splenektomi diketahui bisa mengganggu keseimbangan sistem imun sehingga pemberian imunisasi perioperatif dinilai bermanfaat untuk mencegah komplikasi infeksi pada pasien yang menjalani tindakan ini. Limpa (spleen) adalah organ limfoid sekunder terbesar yang sebenarnya berfungsi untuk menginduksi respons imun bawaan (innate) dan respons imun adaptif terhadap patogen.
Dalam parenkim limpa, terdapat pulpa merah dan pulpa putih. Pulpa merah merupakan sinus vena besar yang dilapisi makrofag yang bisa memfagositosis dan menghancurkan eritrosit tua dan rusak, sedangkan pulpa putih merupakan komponen limfoid yang terdiri dari limfosit sel T dan sel B.
Ketika patogen dalam darah mencapai pulpa putih melalui zona marginal, sel T akan diaktivasi dan memicu konversi sel B folikel menjadi sel B penghasil antibodi. Proses ini merupakan respons imun adaptif terhadap infeksi bakteri, virus, dan jamur. Dalam aliran darah, IgM akan mengopsonisasi kapsul bakteri dan memungkinkan sel fagositik untuk memfagositosis bakteri patogen.[1,2]
Alasan Mengapa Imunisasi Perioperatif pada Splenektomi Dibutuhkan
Ketika limpa diangkat, respons imun adaptif maupun innate akan terganggu. Populasi sel B-1a, sel B-1b, dan sel B yang memproduksi antibodi IgM akan menurun. Hal ini akan diikuti dengan penurunan antibodi IgM di sirkulasi, sehingga proses opsonisasi pada beberapa bakteri patogen mengalami kegagalan. Padahal, opsonisasi diperlukan agar bakteri tertentu bisa difagositosis oleh sel fagosit.
Contoh bakteri patogen yang sering menimbulkan komplikasi pada pasien splenektomi adalah Streptococcus pneumoniae, Neisseria meningitidis, dan Haemophilus influenzae tipe B. Ketiga bakteri ini memiliki kapsul polisakarida yang dapat membuat mereka lolos dari opsonisasi biasa. Hanya antibodi IgM yang diproduksi oleh limpa dapat membantu proses opsonisasi dan fagositosis ketiga bakteri ini.[3-6]
Konsekuensi dari kejadian ini adalah risiko munculnya overwhelming postsplenectomy infection (OPSI), yaitu suatu sindrom yang terdiri dari gejala prodromal nonspesifik yang dapat berkembang menjadi pneumonia, meningitis, atau sepsis fulminan. Insiden OPSI adalah sekitar 5% (0,1–8,5%), dengan risiko sepsis 10–20 kali lipat lebih tinggi daripada populasi umum. Untuk mencegah OPSI, diperlukan imunisasi terhadap bakteri-bakteri patogen tersebut pada pasien splenektomi.[6,7]
Jenis Imunisasi Perioperatif Splenektomi yang Dibutuhkan
Pedoman dari Amerika Serikat, Eropa, dan Australia merekomendasikan vaksinasi pneumococcus, meningococcus, dan Haemophilus influenzae tipe B pada pasien asplenia. Selain itu, vaksin influenza musiman juga dapat mencegah koinfeksi bakteri sekunder, terutama Streptococcus pneumoniae dan Staphylococcus aureus.
Imunisasi Influenza
Berdasarkan studi Langley et al selama 20 tahun, vaksinasi influenza pada splenektomi untuk kasus hematologi terbukti efektif mengurangi separuh angka kematian (hazard ratio, 0,46 [95% CI, 0,33-0,62]). Semua vaksin ini dibuat dengan teknologi rekombinan, yang memiliki risiko perkembangan menjadi infeksi aktif sangat rendah. Vaksin virus influenza hidup yang dilemahkan dikontraindikasikan untuk pasien asplenia.[8-12]
Imunisasi Pneumococcus
Dua formulasi antipneumococcus, yaitu PCV13 (pneumococcal conjugate vaccine) dan PPSV23 (pneumococcal polysaccharide vaccine) direkomendasikan untuk pasien asplenia. Studi acak terkontrol oleh Jackson et al dan Greenberg et al menunjukkan bahwa vaksinasi PCV13 dosis tunggal pada orang dewasa imunokompeten akan menghasilkan aktivitas antipneumococcus yang baik.
Efek tersebut juga dapat diperkuat dengan imunisasi berurutan dengan PPSV23 atau dengan dosis tambahan PCV13. Secara teoritis, PCV13 bertindak sebagai proteksi primer untuk memori imunologi, sedangkan PPSV23 berfungsi untuk memperluas perlindungan, termasuk untuk spektrum serotipe yang lebih luas.[13-16]
Imunisasi Meningococcus
Dua formulasi antimengingococcus (MenACWY dan MenB) direkomendasikan untuk pasien asplenia. Vaksin tetravalen MenACWY memungkinkan respons imun terhadap 4 serotipe meningitis (A, C, W, dan Y). Sebuah uji coba fase III menunjukkan bahwa pada individu asplenia atau hiposplenia, vaksinasi MenACWY dengan jadwal 1 dosis maupun 2 dosis dapat memberikan respons imun yang baik dan cukup aman.
Sementara itu, untuk meningitis serogrup B, terdapat 2 vaksin rekombinan yang telah mendapat lisensi, yaitu vaksin MenB-fHbp dan MenB-4C. Studi multisenter di Eropa menunjukkan bahwa pemberian vaksin MenB-4C berulang (2 dosis dengan interval 2 bulan) dapat menimbulkan respons imun yang baik pada anak asplenia.[6,17,18]
Imunisasi Haemophilus
Vaksin terkonjugasi Haemophilus influenzae tipe B dapat mengurangi kejadian sakit hingga 92% pada anak-anak asplenia. Vaksin ini terbukti efektif, sehingga meskipun infeksi Haemophilus influenzae yang parah jarang terjadi pada orang dewasa, imunisasi ini masih dianjurkan pada pasien splenektomi.[19]
Waktu Pemberian Imunisasi Perioperatif Splenektomi
Berdasarkan pedoman US Centers for Disease Control and Prevention–Advisory Committee on Immunization Practices (2019) dan pedoman Infectious Disease Society of America (2013), dokter disarankan untuk memberikan vaksin 4–6 minggu sebelum splenektomi terencana (elektif) jika memungkinkan atau minimal 2 minggu sebelum splenektomi. Sementara itu, untuk splenektomi emergensi, vaksin dapat diberikan ≥ 2 minggu setelah operasi.[6]
Rekomendasi vaksinasi minimal 2 minggu sebelum splenektomi elektif sebenarnya dilandaskan pada hipotesis bahwa jeda waktu ini dapat mencegah gejala pascavaksin dan gejala komplikasi operasi terjadi bersamaan.
Selain itu, hasil studi Kimaro et al menunjukkan bahwa puncak konsentrasi serum IgG setelah pemberian PPSV tercatat antara hari ke-9 dan ke-11. Namun, karena tidak ada bukti yang adekuat tentang korelasi vaksin dengan splenektomi lebih awal, beberapa klinisi tetap memberikan vaksin dengan interval waktu lebih pendek.[20]
Rekomendasi vaksinasi ≥ 2 minggu setelah splenektomi dilandaskan pada hasil studi yang menunjukkan bahwa vaksin pneumococcal memiliki imunogenitas lebih baik bila diberikan pada hari ke-14 atau ke-28 setelah splenektomi. Namun, hasil studi lain menunjukkan bahwa vaksinasi yang dilakukan dalam waktu 24 jam setelah operasi tidak memiliki perbedaan bermakna dengan vaksinasi yang intervalnya lebih lama.[6]
Waktu Pemberian Imunisasi Ulang atau Booster
Setelah vaksinasi polisakarida primer, kadar antibodi total yang bersirkulasi sering kali berkurang secara dramatis dalam 5–10 tahun, terutama pada pasien dengan usia lanjut dan penyakit penyerta. Hal ini dikarenakan vaksin polisakarida menginduksi produksi antibodi serotipe spesifik tetapi tidak membentuk memori imunologis.
Rekomendasi untuk vaksin pneumococcus adalah pemberian vaksin PCV13 yang lalu ditambah dengan vaksin PPSV23 setelah 8 minggu, kemudian ditambah lagi dengan booster vaksin PPSV23 setelah 5 tahun.[6,21,22]
Untuk vaksin meningococcus ACWY, rekomendasi adalah vaksin MenACWY dua dosis dengan interval 8 minggu, lalu ditambah booster MenACWY setiap 5 tahun. Untuk vaksin meningococcus B, rekomendasi adalah vaksin MenB-4C yang kemudian diulang setelah 1 bulan. Sebagai alternatif, dokter dapat memberikan MenB-fHbp yang lalu diulang setelah 1–2 bulan dan diulang kembali setelah 6 bulan.[6]
Vaksin Haemophilus influenzae tipe B tidak memerlukan pengulangan. Namun, vaksin influenza musiman perlu diulang setiap tahunnya. Bulan yang dianjurkan untuk vaksin influenza musiman adalah bulan Oktober.[6]
Kesimpulan
Pada pasien yang menjalani splenektomi, overwhelming postsplenectomy infection (OPSI) akibat bakteri berkapsul dapat dicegah dengan imunisasi perioperatif yang tepat. Beberapa vaksin yang disarankan adalah vaksin pneumococcal, vaksin meningococcal, vaksin Haemophilus influenzae tipe B, dan vaksin influenza musiman.
Saat ini belum ada konsensus waktu imunisasi yang definitif. Namun, pedoman yang ada menganjurkan waktu pemberian imunisasi untuk kasus elektif sekitar 4–6 minggu sebelum splenektomi atau minimal 2 minggu sebelum operasi. Sementara itu, pada kondisi emergensi, vaksin dapat diberikan ≥ 2 minggu setelah splenektomi.
Vaksin pneumococcal, meningococcal, dan influenza musiman akan membutuhkan booster dengan interval bervariasi sesuai tipe vaksin masing-masing. Namun, vaksin Haemophilus influenzae tipe B tidak membutuhkan booster.[6]