Intervensi Psikologis Dini sebagai Pencegahan PTSD

Oleh :
dr. Damba Bestari, Sp.KJ

Intervensi psikologis dini sebagai pencegahan terjadinya post traumatic stress disorder atau PTSD dapat dilakukan. PTSD atau gangguan stres pasca trauma merupakan suatu gangguan dengan efek jangka panjang yang berdampak buruk pada kualitas hidup dan kesejahteraan. Beberapa literatur menyebutkan bahwa intervensi psikologis dini pada individu rentan pasca terpapar kejadian traumatis dinilai efektif dalam mencegah PTSD, walau tidak sedikit yang menyatakan sebaliknya.[1]

Untuk menegakkan diagnosis PTSD, gejala harus sudah ada selama lebih dari satu bulan. Diagnostic and Statistical Manual edisi ke-4 (DSM-IV) menggunakan istilah 'PTSD akut' untuk menggambarkan PTSD yang dimulai sebelum tiga bulan. Meskipun istilah ini tidak lagi digunakan di DSM-V, 3 bulan pertama dinilai sebagai golden period untuk intervensi dini. Laporan tingkat PTSD yang mulai muncul dalam 12 bulan bervariasi di berbagai populasi yang terpapar trauma, dengan estimasi prevalensi di seluruh penelitian sekitar 29% pada satu bulan pasca-trauma dan 17% pada 12 bulan.[2,3]

PTSD

Penelitian epidemiologis menunjukkan bahwa sekitar 40% orang yang mengalami PTSD onset dini terus berkembang menjadi gangguan kronis. Dampak pada fungsi sosial, interpersonal dan okupasional untuk orang yang mengalami PTSD kronis dapat sangat signifikan di sepanjang masa kehidupannya.[1]

​​Sampai saat ini, Cochrane Review 2019 telah mempertimbangkan intervensi psikologis PTSD, dan terapi farmakologis PTSD. Sejumlah besar randomised controlled trial (RCT) telah menunjukkan efektivitas beberapa intervensi psikologis dalam mengobati PTSD kronis. Namun, penelitian terkini menyatakan bahwa tidak semua intervensi efektif dan banyak orang tetap bergejala, bahkan setelah sesi terapi selesai.[1]

Aspek Psikososial Korban Pasca Trauma

Banyak literatur menyebutkan bahwa pengalaman traumatis dapat menimbulkan kesulitan psikologis yang signifikan bagi sejumlah besar orang baik dalam jangka pendek maupun panjang. Beberapa pengalaman katastrofik yang sering menimbulkan trauma adalah bencana alam, bencana buatan manusia, perang, pemerkosaan, kekerasan, dan kecelakaan lalu lintas. Sebagian besar orang dapat melalui pengalaman tersebut, biasanya bermanifestasi menjadi reaksi stress jangka pendek atau subklinis yang berkurang seiring dengan berjalannya waktu.[1,4]

Meskipun demikian, berbagai kesulitan psikologis dapat berkembang setelah trauma pada beberapa individu yang rentan. Kesulitan psikologis tersebut antara lain depresifobia dan gangguan kecemasan menyeluruh, penyalahgunaan alkohol (alcohol use disorder) dan zat lainnya, gangguan obsesif kompulsif bahkan psikotik dan gangguan konversi. Gangguan psikiatri yang paling umum dijumpai adalah PTSD dan saat ini mulai banyak mendapat perhatian dalam berbagai penelitian.[1]

Intervensi Awal pada Kejadian Trauma untuk Mencegah Terjadinya PTSD

Beberapa intervensi dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya PTSD, adalah debriefing psikologis dan psychological first aid.

Debriefing Psikologis

Sejak tahun 1990-an, para profesional kesehatan mental semakin berupaya untuk mengembangkan intervensi yang dapat mengurangi efek trauma dan mencegah timbulnya PTSD kronis. Selama beberapa tahun, intervensi sesi tunggal seperti debriefing psikologis adalah bentuk intervensi yang populer dan paling banyak digunakan. Sayangnya, kemanjuran intervensi ini tidak terbukti. Bahkan banyak studi mengatakan debriefing sesi tunggal dapat berbahaya bagi beberapa orang sehingga banyak ahli di lapangan sangat berhati-hati menggunakannya.[1]

Psychological First Aid

Untuk memperbaiki efektivitas debriefing, dikembangkan model intervensi lain yang mencakup beberapa sesi. Targetnya ditujukan pada setiap individu yang terpapar pada peristiwa traumatis, yang memiliki faktor risiko spesifik serta pada yang menunjukkan gejala klinis. Salah satu model intervensi terbaru adalah psychological first aid (pertolongan pertama psikologis). Jenis intervensi awal ini bersifat memenuhi kebutuhan fisik dan psikologis segera, melindungi dari infeksi dan ancaman bahaya, menenangkan, menyediakan informasi, memberi dukungan sosial serta mengedukasi seputar respons normal pasca trauma. [5]

Intervensi Lanjutan pada PTSD

Intervensi psikologis lanjutan mencakup segala intervensi non-farmakologis tertentu yang ditujukan untuk mencegah timbulnya PTSD. Intervensi lanjutan dapat diberikan beberapa minggu pasca terpapar trauma, setelah fase krisis terlalui.

Terapi Perilaku Kognitif (Fokus pada Trauma)

Terapi ini juga biasa disebut prolonged exposure (PE). Prinsip dasarnya adalah berfokus pada masa kini dan bertujuan mengelola pola pikir dari negatif menjadi lebih realistis. Yang membedakan dengan terapi perilaku kognitif non trauma, intervensi ini secara spesifik mengajarkan individu untuk perlahan ‘terpapar’ dengan ingatan, perasaan dan situasi yang berhubungan dengan peristiwa traumatis.

Bentuk terapi yang ditawarkan terdiri dari 8-12 sesi, dimulai sekitar dua minggu pasca insiden. Terapi ini mencakup edukasi mengenai PTSD dan PE, latihan pernapasan, in vivo exposure, dan imaginer exposure. Efektivitas terapi ini untuk PTSD terbukti sangat tinggi, bahkan dinyatakan paling superior dibandingkan intervensi psikologis lain.[5,6]

Eye Movement Desensitization and Reprocessing (EMDR)

EMDR mengintegrasikan teknik dari terapi perilaku kognitif, psikoterapi psikodinamik dan body oriented therapy. Ketika menjalani terapi ini, klien memusatkan perhatian pada hal-hal yang mengganggu emosinya dalam jangka waktu yang singkat sambil sekaligus memperhatikan rangsangan eksternal. Rangsangan yang sering digunakan adalah gerakan jari tangan, sentuhan tangan atau suara yang harus diikuti oleh gerakan bola mata klien.

Intervensi ini diharapkan memperbaiki proses kognitif dengan membentuk asosiasi antara ingatan traumatis dengan ingatan atau informasi lain yang lebih adaptif. Sehingga hasil akhirnya dapat mengurangi stres yang berkaitan dengan pengalaman atau ingatan traumatis. Beberapa studi menyatakan EMDR hampir sama efektifnya dengan prolonged exposure.[6,7]

Intervensi Psikologis dan Manajemen Stres/Relaksasi serta Intervensi lainnya

Terapi ini mencakup berbagai teknik relaksasi untuk mengelola stress, misalnya relaksasi napas atau relaksasi otot progresif. Kategori ini mencakup segala intervensi psikologis lain yang menggunakan pendekatan non trauma. Misalnya terapi perilaku kognitif (fokus pada nontrauma), psikoterapi psikodinamik, dan hipnoterapi.[1]

Kesimpulan

Gangguan stres pascatrauma (PTSD) adalah gangguan yang seringkali kronis, mengganggu keseimbangan hidup dan sangat mengganggu kualitas diri. PTSD ditandai dengan pikiran yang mengganggu, mimpi buruk, dan kilas balik peristiwa traumatis masa lalu.

Beberapa review menemukan beberapa efek menguntungkan dari beberapa sesi intervensi psikologis dini dalam pencegahan PTSD, namun tidak sedikit pula review dengan evidence base rendah karena risiko bias yang tinggi dalam uji coba yang disertakan. Dari berbagai studi dinyatakan psychological first aid paling baik dalam intervensi awal, sementara terapi perilaku kognitif fokus pada trauma atau prolonged exposure paling efektif sebagai intervensi lanjutan.

Referensi