Obat antiinflamasi nonsteroid (OAINS) sering dipakai untuk cedera jaringan lunak, walaupun perbandingan efektivitasnya terhadap analgesik lain masih belum dapat dipastikan. Cedera jaringan lunak berupa sprain, strain, kontusio, dan hematoma merupakan cedera yang paling sering terjadi. Nyeri merupakan salah satu sequele cedera jaringan lunak yang sangat mengganggu aktivitas.[1]
Inflamasi terjadi sebagai respons terhadap cedera dan bermanifestasi sebagai nyeri dan bengkak. Inflamasi dan nyeri biasanya memburuk dalam 2 hari setelah cedera, lalu membaik dengan signifikan setelahnya. Pengobatan untuk cedera jaringan lunak banyak dilakukan tanpa resep dokter. Dalam 50 tahun terakhir, obat antiinflamasi nonsteroid (OAINS) direkomendasikan untuk diberikan pada fase awal setelah cedera terjadi.[1,2]
OAINS diketahui memiliki mekanisme sebagai analgesik dan antiinflamasi yang dapat membantu meredakan nyeri dan bengkak. Meskipun demikian, mulai terdapat banyak pandangan kritis mengenai penggunaan OAINS pada cedera jaringan lunak.[1,2]
Perbandingan Efikasi OAINS dan Analgesik Lain pada Cedera Jaringan Lunak
Tinjauan Cochrane mengevaluasi 20 studi dengan total 3.305 partisipan untuk membandingkan OAINS, paracetamol, dan opioid sebagai analgesik untuk cedera jaringan lunak. Hasil tinjauan tersebut adalah tidak ditemukan perbedaan antara kelompok OAINS dan paracetamol terhadap nyeri akibat cedera jaringan lunak setelah beberapa jam hingga beberapa hari. Hal serupa terlihat pada perbandingan OAINS dan opioid.[1]
Selain itu, tidak ada bukti kuat yang menunjukkan perbedaan efikasi dari OAINS, paracetamol, dan opioid dalam mengurangi bengkak setelah 10 hari. OAINS mungkin dapat bermanfaat dalam menghasilkan efek samping yang lebih sedikit.[1]
Hasil serupa dikemukakan oleh Ridderikhof et al pada tinjauan literatur di tahun 2019. Tidak ada perbedaan efektivitas yang bermakna antara penggunaan OAINS, paracetamol, maupun kombinasi keduanya sebagai analgesik pada kasus cedera jaringan lunak.[3]
Pada tahun 2018, Hung et al mempublikasikan studi acak terkontrol pada 782 pasien cedera jaringan lunak. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan pada nyeri ringan hingga sedang berdasarkan visual analogue pain scale (VAPS) setelah 2 jam hingga 3 hari pengobatan pada kelompok yang menerima paracetamol, ibuprofen, maupun kombinasi keduanya secara oral.[4]
Fathi et al pada tahun 2015 membandingkan penggunaan oxycodone dan naproksen oral untuk mengurangi nyeri pada cedera jaringan lunak dengan hasil kedua obat tersebut ditemukan memiliki efektivitas yang sama. Opioid oral merupakan analgesik poten untuk nyeri sedang hingga berat.[5]
Mekanisme Kerja OAINS pada Cedera Jaringan Lunak
Terdapat beberapa argumen yang mempertanyakan penggunaan OAINS untuk mempercepat penyembuhan. Pertama, meskipun inflamasi dapat menyebabkan nyeri, tetapi inflamasi juga menjadi bagian penting dari proses penyembuhan luka. Oleh karena itu, mengurangi inflamasi dapat mengganggu penyembuhan luka.[1]
Kedua, OAINS diketahui dapat menunda respons inflamasi terhadap luka, bukan mengurangi. Selain itu, terdapat penelitian yang menunjukkan OAINS dapat meningkatkan kejadian fibrosis pada proses penyembuhan luka.[1,2]
Keamanan OAINS Dibandingkan Analgesik Lain
Efek samping dari OAINS merupakan salah satu alasan penggunaan luas obat ini pada cedera jaringan lunak dipertanyakan. Efek samping yang paling sering ditemukan pada konsumsi OAINS adalah iritasi mukosa gaster. OAINS juga dapat menyebabkan gagal ginjal akut (GGA), bronkospasme, reaksi hipersensitivitas, eksaserbasi gagal jantung, dan dekompensasi psikologi.[1,4]
Opioid dan paracetamol tidak memiliki potensi antiinflamasi perifer langsung. Di sisi lain, opioid dapat menyebabkan sedasi, depresi napas, mual, muntah, konstipasi, diuresis, dan disforia. Opioid juga memiliki risiko ketergantungan. Selain itu, berbeda dengan OAINS dan paracetamol, opioid termasuk dalam restriksi narkotika. Opioid diketahui memiliki profil keamanan yang lebih rendah dibanding OAINS. [1,4,5]
OAINS yang memiliki efek antiinflamasi dan penurunan agregasi platelet diketahui dapat meningkatkan risiko pendarahan dan bengkak pada lokasi cedera serta memperlambat proses penyembuhan.[5]
Sedangkan paracetamol diketahui tidak menimbulkan efek samping yang bermakna dibanding plasebo, bahkan dalam penggunaan jangka panjang. Dibandingkan dengan OAINS, paracetamol tidak mengganggu proses penyembuhan. Akan tetapi, paracetamol memiliki potensi hepatotoksik jika dikonsumsi melebihi anjuran dosis.[1]
Tinjauan Cochrane mengemukakan bahwa OAINS memiliki efek samping berupa ketidaknyamanan pada gastrointestinal yang lebih tinggi daripada paracetamol. Meskipun demikian, OAINS memiliki risiko efek samping yang lebih kecil berupa mual dan pusing, dibanding opioid.[1,5]
Penelitian oleh Hung et al menunjukkan tidak adanya perbedaan dari efek samping pada pasien cedera jaringan lunak yang menerima ibuprofen, paracetamol, maupun kombinasi keduanya.[4]
Pedoman terkait Manajemen Cedera Jaringan Lunak
Pertemuan ahli GOTS (German-Austrian-Swiss Society for Orthopaedic Traumatologic Sports Medicine) pada tahun 2016 menghasilkan konsensus mengenai tata lakasana pada cedera jaringan lunak. Tidak ada justifikasi untuk penggunaan OAINS secara rutin sebagai bagian dari tata lakasana jaringan lunak.[2]
Dalam konsensus tersebut, upaya mengurangi nyeri yang disepakati adalah penggunaan es sebagai salah satu bagian dari tata laksana awal PRICE, yaitu protection, rest, ice, compression, dan elevation. Sebagai pengganti es, ice spray juga dapat digunakan. OAINS tidak diberikan rutin, tetapi dapat disesuaikan untuk masing-masing kasus.[2]
Panduan dari NHS (National Health Service) juga menyarankan PRICE dan menghindari HARM (heat, alcohol, re-injury, and massage) dalam 72 jam pertama setelah cedera. Konsensus tersebut menyarankan paracetamol sebagai pilihan utama analgesik pada cedera jaringan lunak. OAINS dapat digunakan setelah 72 jam cedera, tetapi penggunaannya tidak bisa digeneralisasi untuk semua orang.[6]
Kesimpulan
Penggunaan OAINS, paracetamol, maupun opioid tidak menunjukkan perbedaan efektivitas yang bermakna pada cedera jaringan lunak. Saat ini, tidak terdapat justifikasi yang mendukung penggunaan OAINS secara rutin sebagai bagian dari tata laksana cedera jaringan lunak.
Mengingat efek sampingnya yang lebih banyak dibandingkan paracetamol, sebaiknya penggunaan OAINS berdasarkan pertimbangan klinis yang baik dengan durasi yang pendek. Di samping PRICE (protection, rest, ice, compression, dan elevation), National Health Service memperbolehkan penggunaan paracetamol untuk cedera jaringan lunak. OAINS dapat digunakan setelah 72 jam cedera, dengan pertimbangan klinis yang baik terhadap efek samping dan jangka waktu pemakaiannya.[6]