Kardioversi elektrik ataupun farmakologi dapat dilakukan sebagai bagian strategi kendali irama pada pasien dengan atrial fibrilasi. Strategi kendali irama merupakan strategi untuk mengembalikan dan memelihara irama sinus. [1,2] Indikasi utama strategi kendali irama adalah untuk mengurangi keluhan terkait atrial fibrilasi dan menurunkan risiko mortalitas dan morbiditas. Faktor–faktor seperti usia, atrial fibrilasi yang persisten, dan stroke merupakan faktor prediktor independen progresivitas atrial fibrilasi, yang perlu menjadi bahan pertimbangan saat menentukan strategi terapi.[2,3]
Berbagai Manfaat, Risiko, dan Pertimbangan Terkait Kardioversi Elektrik dan Farmakologi
Konversi irama pada atrial fibrilasi dapat dicapai dengan kardioversi elektrik maupun farmakologi. Kardioversi elektrik sering dianggap lebih efektif karena mampu mengembalikan irama sinus pada mayoritas kasus dan secara instan. Tetapi, kardioversi elektrik memerlukan anestesi prosedural yang membutuhkan sumber daya lebih banyak dan memiliki risiko efek samping berat, seperti anafilaksis, depresi napas, hingga kematian.
Di lain pihak, kardioversi farmakologi dianggap lebih tidak efektif karena waktu konversi sulit diprediksi, terutama jika obat digunakan melalui rute oral. Beberapa studi juga melaporkan angka konversi yang lebih rendah dan terdapat risiko efek samping obat seperti bradikardia, takikardia paradoks akibat peningkatan konduksi atrioventrikular, proaritmia ventrikular, dan gagal jantung akut.[1,2,4,5]
Kardioversi Elektrik
Pada pasien yang tidak stabil secara hemodinamik, kardioversi elektrik patut dipertimbangkan. Namun, kardioversi elektrik untuk atrial fibrilasi jarang dilakukan di unit gawat darurat karena adanya risiko pembentukan trombus, terutama jika durasi ritme sudah melebihi 48 jam.
Untuk mengurangi risiko terkait anestesi umum, kardioversi elektrik dapat dilakukan dengan sedasi ringan, seperti menggunakan midazolam, sembari dilakukan pemantauan tekanan darah, nadi, dan saturasi oksigen selama prosedur. Efikasi dapat ditingkatkan dengan penggunaan defibrilator bifasik dan obat antiaritmia sebelum prosedur.[1,2,4]
Komplikasi yang sering diamati pada tindakan kardioversi elektrik adalah komplikasi terkait sedasi, hipotensi, fibrilasi ventrikel akibat dosis yang kurang sesuai, bradikardia, atau takikardia. Peningkatan produksi biomarker dan elevasi segmen ST sementara juga dapat muncul setelah terapi kardioversi elektrik.[2,6]
Setelah kardioversi elektrik, dapat terjadi rekurensi atrial fibrilasi 1 menit setelah prosedur, 1 hari setelah prosedur, 1 minggu setelah prosedur, atau 1 tahun setelah prosedur. Atrial fibrilasi berulang yang terjadi segera setelah prosedur dapat dicegah dengan ibutilide atau amiodarone. Untuk mencegah rekurensi lebih lanjut, dapat ditambahkan verapamil pada obat antiaritmia lain.
Atrial fibrilasi berulang yang terjadi segera setelah prosedur, dapat diatasi dengan memberikan terapi kardioversi elektrik tambahan. Atrial fibrilasi yang berulang pada periode lanjut (1 minggu hingga 1 tahun) dapat diatasi dengan kardioversi elektrik berulang atau ablasi kateter.[1,2,4]
Kardioversi Farmakologi
Pada pasien yang stabil, kardioversi farmakologi bisa menjadi pilihan. Kardioversi farmakologi dilakukan dengan pemberian obat-obatan untuk mengembalikan irama sinus normal. Keberhasilan kardioversi farmakologi tergantung pada banyak faktor, termasuk penyebab yang mendasari dan durasi atrial fibrilasi.
Jika ingin melakukan kardioversi farmakologi di unit gawat darurat, procainamide dapat digunakan, dan dilaporkan efektif pada 60% kasus. Di Indonesia, obat kardioversi yang tersedia adalah amiodarone dan propafenon. Pantau adanya efek samping obat setelah intervensi, seperti efek proaritmia, disfungsi nodus sinoatrial, atau blok atrioventrikular.[1,2,4]
Bukti Ilmiah Terbaru Kardioversi Elektrik vs Farmakologi pada Atrial Fibrilasi
Sebuah studi yang dipublikasikan di awal tahun 2020 oleh Stiell et al berusaha membandingkan konversi ke irama sinus antara pasien atrial fibrilasi yang mendapat kardioversi farmakologi diikuti kardioversi elektrik dengan mereka yang hanya mendapat kardioversi elektrik saja. Uji klinis multisenter ini membandingkan luaran pada 396 pasien dewasa yang datang ke unit gawat darurat dengan atrial fibrilasi stabil (awitan gejala 3-48 jam sebelum admisi atau dalam jangka 7 hari sebelum admisi jika telah mendapat terapi antikoagulan selama setidaknya 4 minggu).
Dalam studi ini, pasien dirandomisasi untuk mendapat infus procainamide 15 mg/kg atau plasebo yang diberikan selama 30 menit; diikuti hingga 3 kali kardioversi elektrik bifasik masing-masing setidaknya 200 J jika atrial fibrilasi menetap 30 menit setelah infus. Kardioversi elektrik dilakukan menggunakan posisi pad di anteroposterior atau anterolateral.
Luaran primer berupa konversi ke irama sinus dilaporkan pada 96% dari 204 pasien kelompok farmakoterapi-syok dibandingkan dengan 92% dari 192 pasien kelompok syok saja (tidak berbeda bermakna). Selain itu, tidak didapatkan perbedaan bermakna proporsi pasien yang dipulangkan antara kedua grup dan tidak ada perbedaan bermakna dalam hal efek samping.
Di antara pasien yang mendapat procainamide, 52% mengalami konversi irama tanpa membutuhkan kardioversi elektrik, dibandingkan 9% pada mereka yang mendapat plasebo.
Hasil studi ini menunjukkan bahwa protokol farmakoterapi-elektrik dan kardioversi elektrik saja sama-sama efektif pada mayoritas pasien atrial fibrilasi. Mayoritas pasien berhasil mengalami konversi ke irama sinus dan dipulangkan dari unit gawat darurat.[7]
Kesimpulan
Kendali irama pada atrial fibrilasi dapat dilakukan dengan prosedur kardioversi elektrik ataupun farmakologi. Sebuah uji klinis acak terkontrol multisenter terbaru menunjukkan bahwa kedua intervensi ini sama efektif dan aman untuk dilakukan sebagai bagian dari intervensi di unit gawat darurat pada pasien yang stabil. Pendekatan menggunakan kardioversi farmakologi sebelum kardioversi elektrik, berpotensi mengurangi penggunaan sumber daya yang tidak perlu karena studi tersebut menunjukkan separuh pasien mengalami konversi irama sinus tanpa memerlukan syok lanjutan. Namun, masih diperlukan studi lebih lanjut untuk menentukan pendekatan terbaik pada kasus atrial fibrilasi stabil, tidak stabil, dan berbagai kondisi klinis lain.