Pemasangan timpanostomi merupakan salah satu pilihan dalam manajemen otitis media akut (OMA) berulang. Otitis media akut berulang adalah peradangan telinga tengah akut yang terjadi setidaknya 3 episode dalam 6 bulan atau 4 episode dalam 12 bulan. Dilaporkan setidaknya 17% anak di bawah usia 1 tahun mengalami OMA berulang. OMA berulang merupakan indikasi tersering pemberian antibiotik pada anak selain juga indikasi tersering pemasangan pipa timpanostomi.
Pemasangan pipa timpanostomi dilaporkan secara signifikan memperbaiki pendengaran dan meningkatkan kualitas hidup pasien. Namun, pendekatan ini dicurigai dapat mencetuskan berbagai komplikasi jangka panjang, salah satunya terbentuknya kolesteatoma di masa yang akan datang. Oleh karena alasan tersebut, masih terdapat perdebatan akan manfaat penggunaan pipa timpanostomi dalam tata laksana OMA berulang.[1-4]
Faktor Terjadinya Otitis Media Akut Berulang
Meski prevalensinya tinggi, umumnya otitis media akut (OMA) jarang menyebabkan komplikasi serius dan dapat sembuh spontan. Pada keadaan normal, klirens mukosiliar pada tuba Eustachius berperan dalam proses ventilasi atau mengatur tekanan udara dan drainase cairan dari telinga tengah. Disfungsi atau obstruksi tuba Eustachius akibat infeksi virus atau penyebab lain dapat mengganggu mekanisme klirens tersebut. Sebagai akibatnya, akan timbul stasis cairan hingga selanjutnya terjadi kolonisasi bakteri atau patogen lain pencetus OMA.
Anak lebih berisiko menderita OMA karena lebih rentan terpajan oleh virus, serta tuba Eustachius pada anak lebih pendek, lebar, dan horizontal dibandingkan dewasa sehingga lebih mudah dilalui patogen dari nasofaring. Sekelompok kecil anak memiliki kadar secretory immunoglobulin A yang rendah atau biofilm persisten pada telinga tengah yang dapat meningkatkan kejadian OMA berulang. Masih banyak faktor risiko lain yang menyebabkan seorang anak rentan mengalami OMA, termasuk kelainan kraniofasial, lingkungan berpolusi udara tinggi, dan tingkat sosioekonomi rendah.[5,6]
Keterbatasan Peran Antibiotik dalam Terapi Otitis Media Akut Berulang
Pemberian antibiotik pada manajemen otitis media akut (OMA) dilaporkan memiliki manfaat terbatas karena beberapa jenis bakteri patogen telah menunjukkan resistensi. Meski demikian, pemberian antibiotik masih menjadi pilihan tersering klinisi untuk manajemen OMA, khususnya yang telah mengalami perforasi membran timpani.
Penggunaan antibiotik sebagai profilaksis telah dilaporkan dapat mengurangi episode infeksi berulang dari 3 kali per tahun menjadi 1,5 kali per tahun. Pemilihan antibiotik yang diberikan disesuaikan dengan pola kuman pada area masing-masing pasien bila memungkinkan. Namun, terapi empiris dengan amoxicillin selama 10 hari juga dapat menjadi pilihan. Sefalosporin generasi ke-2 dapat dipertimbangkan terutama pada pasien yang alergi terhadap amoxicillin.
Saat ini, pemberian antibiotik dalam manajemen OMA menjadi kontroversi karena kebanyakan kasus OMA, termasuk OMA berulang, disebabkan oleh virus. Selain itu, penggunaan antibiotik tanpa pandang bulu akan meningkatkan risiko resistensi. Beberapa penelitian juga telah menunjukkan efikasi dari pendekatan watchfull waiting dengan obat simptomatis sederhana, seperti analgesik dan antipiretik.[3,4,6]
Pemberian probiotik menjadi alternatif terkini pada OMA berulang. Pemberian probiotik diduga bermanfaat karena mampu menekan bakteri patogen melalui suatu kompetisi dalam memenuhi nutrien masing-masing mikroorganisme, stimulasi sistem imun, dan inhibisi langsung bakteri patogen melalui molekul antibakteri yang dimiliki oleh probiotik.[3,4,6]
Timpanostomi Pada Otitis Media Akut Berulang
Banyak faktor yang perlu diperhitungkan sebelum melakukan pemasangan pipa timpanostomi, seperti:
- Usia anak saat pertama kali diagnosis ditegakkan
- Frekuensi infeksi saluran pernapasan
- Risiko pajanan patogen
- Dampak pembiusan terhadap anak: laringospasme dan bronkospasme
- Kemungkinan terjadinya persisten otore setelah pemasangan (16-26% kasus)
- Kemungkinan ekstrusi pipa prematur (4% kasus)
- Kemungkinan dislokasi pipa ke telinga tengah (0,5% kasus)[1,2,7-9]
Pipa timpanostomi akan dipertahankan selama 12‒14 bulan. Selama waktu tersebut, pasien diminta untuk kontrol rutin. Pemantauan sebaiknya dilakukan oleh dokter spesialis untuk mengevaluasi adanya gangguan pendengaran, granuloma, otore berulang, perforasi pada lokasi pipa, dan adanya kolesteatoma. Selama terpasang pipa timpanostomi, pasien sesungguhnya tidak memerlukan tindakan pencegahan masuk air ke telinga atau memakai penutup telinga kecuali pada pasien imunokompromais atau saat pasien menyelam atau berenang.[4,9]
Gambar 1. Gambaran otoendoskopi seorang pasien perempuan berusia 8 tahun dengan otitis media akut pada: (A) sebelum operasi; (B) setelah operasi pemasangan pipa timpanostomi; (C) 2 hari setelah pemasangan pipa timpanostomi. (Sumber: dokumentasi pribadi dr. Dhaniel)
Bukti Ilmiah Efikasi Timpanostomi pada Tata Laksana Otitis Media Akut Berulang
Berbagai penelitian dilakukan untuk mengetahui efikasi pemasangan pipa timpanostomi pada tata laksana otitis media akut (OMA) berulang. Sebuah penelitian di Portugis, melibatkan 169 pasien berusia 6 bulan hingga 12 tahun, mencoba mengevaluasi efek pemasangan timpanostomi pada kualitas hidup pasien OMA. Sampel studi ini terdiri dari 124 pasien dengan otitis media efusi (OME), 27 pasien dengan OMA berulang konkomitan dengan OME, dan 18 pasien dengan OMA berulang. Pemasangan pipa timpanostomi dilakukan pada 13 pasien OMA berulang konkomitan OME dan 7 pasien OMA berulang. Hasil studi menunjukkan bahwa pemasangan timpanostomi efektif meningkatkan kualitas hidup pasien. Peningkatan signifikan ditemukan pada 55% kasus, peningkatan moderat pada 15%, dan peningkatan kecil pada 10% kasus.[10]
Studi lain yang mencoba menilai efikasi timpanostomi pada OMA berulang adalah suatu meta analisis oleh Steele et al. Studi ini mengevaluasi 7 uji klinis randomisasi dan 2 uji klinis nonrandomisasi yang meneliti mengenai efikasi timpanostomi pada OMA berulang. Tinjauan ini menemukan bahwa pemasangan timpanostomi pada OMA berulang efektif dalam menurunkan rekurensi. Meski demikian, kualitas bukti ilmiah yang tersedia sangat terbatas. Dari studi yang dianalisis, efek samping timpanostomi tidak banyak dilaporkan, kemungkinan karena pencatatan yang tidak lengkap atau pemantauan yang tidak cukup panjang. Dari data yang ada, dilaporkan kejadian komplikasi seperti otore, ekstrusi prematur, dan miringosklerosis.[8]
Bukti ilmiah terbaru disajikan oleh Hoberman et al (2021) melalui uji klinis pada 250 anak berusia 6 hingga 35 bulan. Seluruh pasien telah menerima vaksinasi pneumokokus dan kemudian subjek penelitian dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu yang menerima pemasangan pipa timpanostomi (kelompok 1) dan penerima antibiotik sistemik (amoxicillin clavulanate atau ceftriaxone intramuskular). 229 pasien mengikuti penelitian hingga setidaknya jangka waktu follow up 1 tahun, dengan 208 pasien mengikuti penelitian hingga 2 tahun.
Kejadian OMA pada kelompok timpanostomi lebih kecil dibandingkan kelompok antibiotik (1,48±0,08 VS 1,56±0,08 per anak/tahun) setelah 2 tahun pemantauan, namun tidak berbeda signifikan secara statistik. Terkait durasi kejadian infeksi pertama kali, kelompok timpanostomi relatif lebih lama daripada kelompok antibiotik (4,34 bulan VS 2,33 bulan), namun angka kegagalan terapi lebih kecil pada kelompok timpanostomi (45% VS 62%). Pasien pada kelompok timpanostomi juga memiliki hari bergejala terkait otitis/tahun lebih pendek daripada kelompok antibiotik (2,00±0,29 hari VS 8,33±0,59 hari).
Hasil studi ini mengindikasikan bahwa pemasangan pipa timpanostomi tidak menurunkan kekambuhan OMA berulang jika dibandingkan pemberian antibiotik. Namun, studi ini mengindikasikan potensi manfaat dalam hal risiko kegagalan terapi dan jumlah hari bergejala. Uji klinis lebih lanjut masih diperlukan untuk menarik kesimpulan lebih pasti.[1]
Kesimpulan
Otitis media akut (OMA) berulang adalah peradangan telinga tengah akut yang terjadi setidaknya 3 episode dalam 6 bulan atau 4 episode dalam 12 bulan. OMA berulang merupakan salah satu indikasi tersering pemasangan pipa timpanostomi. Hingga kini bukti ilmiah yang tersedia masih saling bertentangan mengenai efikasi dan rasio benefit-harm dari tindakan timpanostomi untuk pasien OMA berulang. Uji klinis acak terkontrol terbaru (2021) menunjukkan bahwa penurunan rekurensi tidak berbeda bermakna pada pasien yang menjalani timpanostomi dengan yang mendapat antibiotik. Namun, ada pula bukti ilmiah yang mengindikasikan manfaat timpanostomi dalam hal peningkatan kualitas hidup pasien, risiko kegagalan terapi, dan lama hari bergejala. Uji klinis lanjutan diperlukan untuk mengetahui lebih jelas efikasi, keamanan, dan populasi pasien mana yang akan mendapat manfaat paling besar dari tindakan timpanostomi.