Pemberian probiotik diperkirakan dapat mencegah necrotizing enterocolitis yang rentan terjadi pada bayi preterm. Kolonisasi bakteri usus bayi prematur berbeda dengan bayi matur. Proporsi strain bakteri patogen pada bayi prematur ditemukan lebih tinggi daripada bayi matur, sehingga pemberian probiotik diduga bermanfaat.
Beberapa faktor yang diketahui bisa memengaruhi mikrobiota usus pada bayi prematur adalah kolonisasi bakteri baik (probiotik), metode persalinan, paparan antibiotik, dan penggunaan antagonis histamin. Diet, khususnya asupan ASI, juga berpengaruh pada mikrobiota usus bayi.[1,2]
Meta analisis terhadap 63 uji klinis acak menyatakan bahwa kombinasi Bifidobacterium dan Lactobacillus adalah probiotik yang paling efektif untuk mencegah kematian dan necrotizing enterocolitis stadium 2. Selain itu, beberapa kombinasi lain yang bermanfaat adalah: (1) B. lactis, L. rhamnosus, dan L. reuteri; serta (2) B. lactis dan L. reuteri.[3-5]
Mekanisme Kerja Probiotik dalam Saluran Pencernaan Bayi
Probiotik meningkatkan barier mukosa usus bayi, sehingga risiko infeksi akibat bakteri patogen menjadi lebih rendah. Selain itu, probiotik juga berperan untuk memodifikasi sistem imun, memberikan efek kompetitif dengan bakteri patogen, dan mendiferensiasi mukosa, sehingga morbiditas seperti enterocolitis dapat ditekan.[2]
Studi observasional yang dilakukan di Eropa terhadap bayi prematur menunjukkan bahwa 101 bayi yang diberikan suplementasi oral Bifidobacterium dan Lactobacillus menunjukan pH feses yang lebih rendah daripada 133 bayi dalam kelompok kontrol.
Selain itu, kadar fekal asetat dan laktat pada kelompok bayi yang diberi probiotik lebih tinggi daripada bayi dalam kelompok kontrol. Kadar fekal asetat yang tinggi ini bisa membantu metabolisme oligosakarida menjadi lebih baik dan secara tidak langsung bisa menurunkan kejadian enterocolitis.[6]
Studi tentang Efektivitas Probiotik untuk Mencegah Necrotizing Enterocolitis
Suatu meta analisis yang melibatkan 56 studi dengan total 10.812 bayi yang sangat preterm dan berberat badan lahir sangat rendah menunjukkan bahwa suplementasi probiotik mungkin bisa menurunkan risiko necrotizing enterocolitis (RR 0,54) dan risiko kematian yang terkait necrotizing enterocolitis (RR 0,76).
Namun, meta analisis tersebut menyatakan bahwa bukti yang ada masih lemah karena studi-studi yang ada masih memiliki desain yang kurang baik dan risiko bias yang cukup tinggi. Preparasi probiotik yang umum digunakan dalam studi ini adalah Bifidobacterium spp., Lactobacillus spp., Saccharomyces spp., dan Streptococcus spp. baik dalam bentuk tunggal maupun kombinasi.[7]
Meta analisis lain yang melibatkan 13 studi (total 5.033 bayi prematur <37 minggu dengan berat badan <2.500 gram) menunjukkan bahwa penggunaan probiotik dapat mencegah necrotizing enterocolitis yang parah (RR 0,53) dan menurunkan angka kematian akibat segala penyebab (RR 0,79).
Strain probiotik yang digunakan di studi tersebut adalah Lactobacillus, Bifidobacterium, atau kombinasi keduanya. Namun, karena spesies dan dosis regimen yang digunakan sangat bervariasi, pelaku studi belum dapat memastikan regimen probiotik yang direkomendasikan. Penggunaan strain tunggal Saccharomyces boulardii dilaporkan tidak menimbulkan efek yang signifikan bila dibandingkan dengan plasebo. Durasi pemberian probiotik adalah minimal 14 hari atau sampai bayi keluar rumah sakit.[8]
Suatu studi observasional yang dilakukan di Australia terhadap 180 bayi prematur (<32 minggu atau berat badan <1500 gram) pernah membandingkan efektivitas probiotik satu strain dan dua strain untuk mencegah necrotizing enterocolitis. Hasil menunjukkan bahwa probiotik satu strain dan dua strain memiliki luaran kejadian enterocolitis dan morbiditas segala penyebab yang mirip.
Strain kombinasi yang digunakan dalam studi tersebut adalah Lactobacillus acidophilus dan Bifidobacterium bifidum, sedangkan strain tunggalnya adalah Bifidobacterium breve M-16V. Pelaku studi berkesimpulan bahwa uji klinis acak lebih lanjut masih diperlukan untuk mengonfirmasi hasil studi ini.[9]
Efek Samping Penggunaan Probiotik
Efek samping yang mungkin timbul akibat penggunaan probiotik adalah sepsis akibat kolonisasi strain bakteri probiotik yang telah terkontaminasi oleh patogen selama proses pembuatan. Namun, risiko ini dilaporkan cukup rendah dan jarang terjadi.
Suatu meta analisis yang melibatkan 5.000 bayi yang diberi Lactobacillus rhamnosus GG melaporkan tidak ada infeksi sistemik yang berhubungan dengan bakteri probiotik. Beberapa studi lain juga memberikan pernyataan keamanan penggunaan probiotik, tetapi pernyataannya bersifat tidak terlalu spesifik (“well tolerated”).
Implikasi jangka panjang penggunaan probiotik pada bayi prematur belum banyak diketahui, tetapi sampai saat ini dilaporkan tidak mengganggu tumbuh kembang. Saat ini studi keamanan dan efikasi (uji klinis fase 3) Lactobacillus reuteri pada bayi prematur untuk pencegahan necrotizing enterocolitis sedang dilakukan.[1]
Suatu studi di Kanada mempelajari 69 bayi prematur (<32 minggu) yang mendapatkan 0,5 gram (2x109 CFU bakteri) Bifidobacterium breve (HA-129), Lactobacillus rhamnosus (HA-111), Bifidobacterium bifidum (HA-132), Bifidobacterium longum subsp. Infantis (HA-116), maupun Bifidobacterium longum subsp. Longum (HA-135).
Studi tersebut menemukan bahwa bakteri probiotik yang diberikan masih ditemukan dalam feses bayi selama 5 bulan pemantauan. Namun, persistensi kolonisasi tersebut belum terbukti memberikan efek yang menguntungkan maupun merugikan.[10]
Kesimpulan
Pemberian suplementasi probiotik pada bayi preterm diperkirakan dapat mengurangi risiko necrotizing enterocolitis. Namun, rekomendasi mengenai spesies bakteri dan dosis regimen yang terbaik belum dapat dibuat karena studi yang ada masih memakai regimen yang amat bervariasi.
Pemberian suplementasi probiotik pada bayi umumnya dilaporkan aman. Akan tetapi, studi lebih lanjut mengenai efek jangka panjangnya dan efektivitasnya, terutama pada kelompok yang berisiko tinggi seperti bayi preterm dengan berat badan lahir sangat rendah, masih diperlukan di masa depan.