Defisiensi lithium diduga berkaitan dengan risiko terjadinya Alzheimer. Lithium endogen merupakan satu-satunya logam yang menurun secara signifikan dalam otak pasien mild cognitive impairment, yang merupakan prekursor penyakit Alzheimer.[1]
Penyakit Alzheimer adalah penyakit neurodegeneratif progresif, yang ditandai dengan penurunan fungsi kognitif dan gangguan memori. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa defisiensi lithium mungkin berkaitan dengan risiko Alzheimer, sehingga terapi lithium diduga dapat menurunkan risiko Alzheimer, menghambat progresivitas stadium awal Alzheimer, dan memelihara fungsi kognitif.[2]
Peran Lithium dalam Otak
Lithium endogen berperan memelihara integritas myelin. Selain itu, lithium endogen mencegah deposisi amyloid, hiperfosforilasi tau, neuroinflamasi, dan kerusakan sinaps, akson, serta myelin. Lithium menurunkan akumulasi amyloid beta (Aβ) di otak dengan cara menghambat sintesis Aβ dan meningkatkan efflux Aβ melewati sawar darah otak. Beberapa penelitian juga menunjukkan bahwa terapi lithium dapat menurunkan kadar Aβ dan menurunkan ukuran serta jumlah plak senilis pada beberapa regio otak.[2]
Tau adalah protein yang menstabilkan struktur aksonal dan berperan dalam transpor nutrisi dan sinyal aksonal. Keseimbangan fosforilasi dan defosforilasi tau merupakan hal penting untuk mempertahankan homeostasis neuronal pada kondisi normal. Pada pasien Alzheimer, hiperfosforilasi tau dapat menyebabkan pembentukan neurofibrillary tangel (NFT), yang mengganggu transpor sinyal aksonal dan akhirnya menyebabkan kematian sel otak. Lithium dapat menurunkan fosforilasi tau.[2]
Penyebab Defisiensi Lithium
Sumber diet utama lithium adalah sayuran dan biji-bijian, yang berkontribusi terhadap 66-90 % dari total intake lithium. Lithium akan diserap di usus halus dan diekskresikan melalui ginjal. Kadar lithium yang diserap otak sekitar 50% dari total lithium serum. Defisiensi lithium tidak hanya disebabkan oleh diet rendah lithium saja, tetapi juga bisa disebabkan penyakit-penyakit tertentu seperti insufisiensi renal atau dialisis.[3]
Kondisi lainnya seperti depresi, malnutrisi, diare kronis, ketoasidosis diabetik, gangguan hormonal maupun penggunaan obat-obat tertentu seperti diuretik atau antidepresan juga bisa menurunkan kadar lithium tubuh.[3]
Teori tentang Hubungan Defisiensi Lithium dan Perkembangan Alzheimer
Kandungan logam ditemukan terutama di area korteks prefrontal (daerah utama yang mengalami gangguan pada penyakit Alzheimer) dan serebelum. Dari berbagai logam, hanya lithium yang kadarnya menurun secara signifikan pada korteks prefrontal pasien mild cognitive impairment (MCI) dan Alzheimer.[1]
Dalam penelitian terhadap tikus, tampak bahwa tikus yang mengalami penurunan kadar lithium endogen menunjukkan akumulasi deposit Aβ dan phospo-tau di korteks otak dan hippocampus. Penurunan kadar lithium jangka panjang juga semakin meningkatkan akumulasi deposit Aβ dan phospo-tau tersebut. Deposisi Aβ dan phospo-tau diketahui berkaitan dengan terjadinya penyakit Alzheimer.[1]
Defisiensi lithium juga diduga mengganggu kemampuan mikroglia untuk memfagosit dan mendegradasi protein Aβ, suatu fenotip yang berkaitan dengan deposisi Aβ pada Alzheimer. Gangguan homeostasis lithium diduga berpengaruh terhadap perubahan patologi neuronal yang terjadi secara jangka panjang sebelum ada gejala Alzheimer.[1]
Ada Tidaknya Manfaat Pemberian Lithium untuk Alzheimer
Saat ini belum ada studi klinis yang adekuat untuk membuktikan manfaat pemberian lithium untuk mencegah maupun menangani Alzheimer. Studi yang ada saat ini adalah studi terhadap hewan. Studi Aron L, et al. meneliti efek 16 jenis garam lithium terhadap model tikus Alzheimer. Garam lithium orotate (LiO) dilaporkan dapat memperbaiki gangguan memori. Sementara itu, lithium karbonat dan natrium orotate tidak memiliki efek yang signifikan.[1]
Dalam studi tersebut, LiO dapat menekan neuroinflamasi, menekan kerusakan sinaps, dan memperbaiki memori. LiO juga mencegah mikrogliosis dan astrogliosis karena penuaan di hippocampus, korteks, dan corpus callosum. Selain itu, LiO mengurangi produksi sitokin proinflamasi IL-6 dan IL-1β. LiO memiliki efek yang lebih baik daripada lithium karbonat (LiC) untuk mencegah progresivitas Alzheimer. LiO dosis rendah dapat memperbaiki gangguan memori dan meningkatkan kemampuan belajar serta memori spasial.[1]
Kesimpulan
Beberapa studi saat ini mengisyaratkan bahwa defisiensi lithium mungkin berhubungan dengan perkembangan Alzheimer. Hal ini dikarenakan lithium endogen berperan untuk mencegah deposisi amyloid, hiperfosforilasi tau, neuroinflamasi, dan kerusakan sinaps, akson, serta myelin. Defisiensi lithium bisa meningkatkan akumulasi deposit Aβ dan phospo-tau di otak, yang berkaitan dengan terjadinya Alzheimer.
Namun, ada tidaknya manfaat pemberian lithium untuk mencegah maupun menangani Alzheimer masih belum diketahui. Hal ini dikarenakan bukti klinis yang kuat belum ada dan studi yang tersedia masih merupakan studi pada hewan coba. Bila melihat hasil studi pada hewan coba, pemberian lithium orotate (LiO) mungkin bermanfaat untuk memperbaiki proses patofisiologis yang berkaitan dengan Alzheimer. Namun, studi klinis masih diperlukan untuk memastikan temuan ini.
 
  Masuk dengan Email
 Masuk dengan Email 
  
  
 
 
  
  
  
  
  
  
  
  
  
 