Lesi serebral dengan penyangatan cincin merupakan salah satu temuan tersering pada pindaian otak. Lesi tersebut memiliki beragam diagnosis banding yang merupakan tantangan tersendiri dalam menentukan diagnosis dan tata laksana yang tepat. Lesi serebral dengan penyangatan cincin dapat disebabkan oleh neoplasma, inflamasi, infeksi, penyakit autoimun, hingga penyebab vaskular. Pencitraan radiologi, keterangan klinis yang lengkap, dan status imunologi pasien dapat membantu mengarahkan ke etiologi dan tata laksana yang sesuai.[1]
Cara Kerja Agen Kontras di Otak
Injeksi agen kontras pada pemeriksaan radiologi otak bekerja dengan melibatkan dua proses primer yaitu penyangatan intravaskular dan penyangatan interstisial. Pada saat injeksi agen kontras pada vena perifer, kadar agen kontras tersebut di dalam darah meningkat sehingga menciptakan gradien konsentrasi pada membran kapiler endotel, termasuk pada sawar darah-otak.
Pada daerah otak dengan permeabilitas yang meningkat, agen kontras akan melewati dinding pembuluh darah dan berakumulasi di dalam cairan interstisial. Penyangatan intravaskular berkaitan erat dengan pembentukan pembuluh darah baru, vasodilatasi, dan hyperemia, sedangkan penyangatan interstisial berkaitan dengan peningkatan permeabilitas sawar darah otak.[2]
Kasus dengan angiogenesis, inflamasi infeksius dan non infeksius, iskemia serebral, serta peningkatan tekanan (hipertensi dan eklampsia) berkaitan dengan perubahan permeabilitas sawar darah otak sehingga dapat menampilkan pola penyangatan yang khas pada pencitraan otak.[2]
Berbagai Kondisi yang Menyebabkan Penyangatan Cincin
Etiologi dari lesi serebral dengan penyangatan cincin sangat beragam dan memiliki pola bentuk yang beragam. Etiologi dapat berupa proses infeksi, neoplasma, inflamasi, ataupun vaskular.
Neoplasma baik primer ataupun sekunder yang dapat menampilkan lesi dengan penyangatan cincin adalah glioblastoma, glioma derajat rendah, limfoma, dan metastasis serebral. Penyebab infeksius meliputi tuberkuloma, neurosistiserkosis, abses otak piogenik, toxoplasmosis, infeksi jamur, dan neurosifilis. Proses inflamasi non infeksius dapat meliputi kelainan demielinasi, sarkoidosis, penyakit Behcet, dan ensefalopati pasca radiasi. Penyebab vaskular dapat meliputi trombosis vena serebral dan kelainan vaskulitis lainnya.[1]
Schwartz et al dalam penelitiannya menemukan bahwa sekitar 40% lesi serebral dengan penyangatan cincin memiliki etiologi glioma, 30% metastasis otak, 8% abses, dan 6% merupakan kelainan demielinasi. Sisa 16% lainnya disebabkan etiologi lain seperti infark, limfoma, dan nekrosis radiasi. [3]
Neoplasma
Pencitraan tumor otak baik primer maupun metastasis biasanya berbentuk bulat, solid, dan berbatas tegas. Beberapa jenis tumor otak dapat memberikan gambaran penyangatan cincin dengan inti yang tidak menyangat kontras. Hal ini menggambarkan nekrosis sentral. Di sekitar tumor dapat ditemukan edema peritumoral dengan gambaran hipointensitas pada MRI. [4]
Abses Otak Piogenik
Abses otak piogenik berevolusi dari serebritis hingga pembentukan abses itu sendiri dan pencitraan akan berubah seiring dengan evolusi tersebut. Terdapat 4 stadium dalam pembentukan abses yaitu serebritis awal, serebritis lanjut, pembentukan kapsul awal, dan pembentukan kapsul lanjut. [5]
Pada tahap serebritis, pada pencitraan CT tanpa kontras dapat ditemukan area dengan hipodensitas dengan batas tidak tegas. Penyangatan kontras pada tahap ini juga tidak spesifik. Pada tahap serebritis lanjut, pencitraan dapat menampilkan adanya nekrosis sentral dengan penyangatan cincin yang tebal atau nodular.
Pada tahap pembentukan kapsul, terdapat inti yang berisi pus yang akan tampil dengan gambar bulat atau lonjong dengan atenuasi rendah. Pasca injeksi kontras, terdapat penyangatan cincin. Gambaran ini juga dapat disertai adanya edema vasogenik pada sekitar lesi. [5]
Tuberkuloma
Tuberkuloma dapat ditemukan pada pasien imonokompeten dan imunokopromais. Lesi dapat soliter ataupun multipel dan dapat terjadi dengan atau tanpa meningitis. Tuberkuloma terjadi pada daerah corticomedullary junction dan lebih sering ditemukan pada area infratentorial pada anak dan supratentorial pada dewasa.
Pada pemeriksaan MRI, tampilan granuloma berbeda pada tipe noncaseating, solid-caseating, dan cystic-caseating. Pada granuloma noncaseating, terdapat gambaran hipointens pada sekuens T2 dan menyangat secara solid. Pada granuloma caseating terdapat penyangatan cincin yang mulus dengan hipointesitas pada T2 pada solid-caseating dan hiperintensitas pada T2 pada cystic-caseating. [6]
Neurosistiserkosis
Neurosistiserkosis disebabkan oleh infeksi dari cacing pita, Taenia solium dan merupakan infeksi parasit yang cukup sering ditemukan pada pasien imunokompeten. Pada pemeriksaan CT atau MRI, lesi yang ditemukan tergantung dari tahap perkembangan dari parasit tersebut. Perkembangan parasit terjadi dalam 4 tahap yaitu: 1) vesikular, 2) koloidal, 3) nodular-granular, dan 4) kalsifikasi. [6]
Pada tahap vesikular, kista yang terbentuk kecil dan memiliki densitas serupa dengan cairan serebrospinalis dengan penyangatan dan edema yang sangat minimal. Lesi sering tampak seperti kista dengan titik di tengahnya yang menyerupai skoleks. Lesi koloidal memiliki penyangatan cincin dengan edema di sekitarnya yang menggambarkan proses di mana parasit mengalami degenerasi dan menimbulkan respons imun tubuh. Pada fase ini didapatkan inti hipointensitas pada T1, inti hiperintensitas pada T2, penyangatan cincin, dan peningkatan difusi.
Pada fase nodular-granular, dinding kista akan menebal, kista mengecil, dan edema berkurang. Pada tahap akhir, lesi akan berkalsifikasi dan muncul sebagai lesi kalsifikasi kecil. [6]
Kelainan Demielinasi
Penyakit demielinasi seperti multipel sklerosis atau acute disseminated encephalomyelitis (ADEM) dapat menampilkan lesi yang tumefaktif dan menyangat kontras. Pada pemeriksaan MRI, tampilan khas penyakit ini adalah adanya lesi dengan penyangatan cincin yang terbuka pada substansia alba dengan edema di sekitarnya yang lebih ringan dibandingkan pada neoplasma otak. [7]
Lesi dengan Penyangatan Cincin pada Pasien Imunokompromais
Pada pasien imunokompromais, lesi di otak dapat disebabkan karena lesi yang berkaitan dengan infeksi virus HIV itu sendiri, infeksi oportunistik, dan neoplasma. Karakteristik dari gambaran lesi otak pada kondisi-kondisi ini seringkali saling tumpang tindih dan menyerupai satu sama lain. [8]
Ensefalitis toksoplasma dapat terjadi pada 15-50% pasien HIV. Lesi otak yang disebabkan oleh toksoplasma seringkali melibatkan area kortikomeduler, ganglia basalis, dan thalamus. Pada pindaian CT dapat ditemukan abses toksoplasma yang berupa lesi iso- atau hipodens multipel dengan penyangatan cincin disertai edema perifokal dan desakan massa yang signifikan.
Pada pindaian MRI, sebagian besar lesi hipointens pada T2 sedangkan pada T1 dapat menunjukkan adanya perdarahan atau kalsifikasi. Pada pasien dengan CD4 rendah, penyangatan kontras akan berkurang atau bahkan sangat minimal. Pada kasus toksoplasmosis, jika lesi otak tidak menunjukkan adanya perbaikan setelah 10-14 hari, biopsi otak disarankan untuk menyingkirkan kemungkinan limfoma. [8]
Infeksi Kriptokokus pada Pasien Imunokompromais:
Infeksi kriptokokus pada pasien imunokompromais merupakan infeksi jamur tersering yang ditemukan. Temuan pada pindaian CT atau MRI tidak spesifik dan terkadang normal. Pada beberapa kasus dapat ditemukan penyangatan pada meningens berbentuk nodul. Pada ruang Virchow-Robin yang terisi dengan jamur, dapat ditemukan adanya lesi kistik, seringkali ditemukan pada ganglia basalis atau thalamus secara simetris.[8]
Pada pindaian CT, lesi tersebut tampak hipodens, hipointens pada sekuens T1 MRI, dan hiperintens pada sekuens T2 MRI. Jarang sekali dapat ditemukan pula lesi yang padat dengan penyangatan cincin pada parenkim otak yang dikenal dengan kriptokokoma.[8]
Neoplasma pada Pasien Imunokompromais :
Salah satu neoplasma yang semakin sering ditemukan pada pasien imunokompromais adalah limfoma SSP primer. Pada pindaian otak dapat ditemukan lesi pada daerah kortikal yang dapat melibatkan substansia alba dan grisea disertai penebalan leptomeningeal dan vaskulitis. Limfoma ini sering melibatkan area ganglia basalis, korpus kalosum, area periventrikel, lobus frontalis, dan thalamus.
Pada pindaian MRI dapat ditemukan lesi isointens pada substansia grisea dalam sekuens T2, dengan edema perifokal moderat. Inti dari lesi tersebut dapat menunjukkan gambaran iso- atau hipointens karena adanya nekrosis. Lesi nekrosis ini dapat juga menunjukkan gambaran penyangatan menyerupai cincin atau heterogen yang irregular.[8]
Pendekatan Klinis Pasien dengan Lesi Serebral dengan Penyangatan Cincin
Pada pasien dengan gambaran pencitraan otak lesi serebral dengan penyangatan cincin, evaluasi dari riwayat penyakit pasien, pemeriksaan fisik, serta data laboratorium dan radiologis tetap krusial dalam menentukan arah diagnosis. Beberapa pemeriksaan yang dapat dilakukan pada pasien terangkum dalam Tabel 2. [1]
Tabel 2. Pemeriksaan Sistematis pada Pasien dengan Lesi Serebral dengan Penyangatan Cincin
Klinis: - Riwayat penyakit - Evaluasi pemeriksaan fisik |
Laboratorium: - Pemeriksaan hematologi lengkap - ELISA untuk tes HIV - VDRL |
Pemeriksaan cairan serebrospinal: - Analisa cairan serebrospinal lengkap - ELISA neurosistiserkosis |
Radiologi: - Foto toraks - Ultrasonogram abdomen - Pindaian CT scan tubuh |
Neuroimaging: - Pindaian CT dengan kontras - Pindaian MRI dengan kontras - Magnetic Resonance Spectroscopy |
Patologi: - Biopsi lesi |
Beberapa algoritma telah dibuat dalam mengarahkan pendekatan klinis pasien dengan lesi serebral dengan penyangatan cincin. Karena pendekatan tersebut akan berbeda pada pasien imunokompeten dan imunokompromais, algoritma tersebut berbeda untuk kedua kelompok pasien tersebut. Dalam aplikasinya, banyak pemeriksaan yang tidak mudah diakses pada negara-negara berkembang.[9]
Pada pasien imunokompromais, penyebab utama terjadinya lesi serebral dengan penyangatan cincin adalah toksoplasmosis dan limfoma SSP primer, sehingga dalam pendekatannya, dilakukan pemberian terapi empiris untuk toksoplasma dan observasi respons terapi tersebut. Jika tidak didapatkan adanya perbaikan dengan terapi, biopsi terhadap lesi serebral sangat disarankan untuk menentukan etiologi.[10]
Seiring berkembangnya teknologi pencitraan otak, banyak modalitas baru dalam evaluasi lesi serebral dengan penyangatan cincin yang dapat membantu dalam menentukan etiologi dan diagnosis. Beberapa sekuens dalam penggunaan MRI otak seperti diffusion-weighted dan perfusion-weighted dapat membedakan antara abses piogenik dan proses neoplasma.[11]
Magnetic resonance spectroscopy (MRS) dapat melihat konsentrasi metabolit dalam jaringan otak seperti N-asetil aspartate, kolin, kreatin, dan laktat yang dapat membedakan proses infektif dan neoplastik. Pada kasus tumor, kolin cenderung meningkat pada MRS. Pada proses infektif, kadar asam amino dapat meningkat pada abses, sementara asetat dan suksinat meningkat pada kista parasit. Pada kelainan demielinasi, kadar glutamin atau glutamate meningkat.[12]
Pindaian positron emission tomography (PET) juga dapat membedakan proses abses dengan neoplasma di mana terjadi peningkatan metabolisme pada proses tumor tetapi tidak pada abses piogenik.[1]
Kesimpulan
Lesi serebral dengan penyangatan cincin merupakan lesi dengan etiologi yang beragam sehingga memberikan tantangan tersendiri dalam diagnosis dan tata laksananya. Sebagian besar penyebab dari lesi serebral dengan penyangatan cincin adalah proses infeksi dan neoplasma. Pendekatan klinis yang sistematis pada pasien dengan lesi serebral dengan penyangatan cincin sangat krusial dalam menentukan diagnosis. Selain itu, seiring perkembangan teknologi pencitraan otak, pemeriksaan dengan teknologi yang lebih canggih dapat dilakukan untuk mendapatkan diagnosis yang akurat.