Hasil Jangka Panjang dari Terapi Laser Nevus Melanositik Kongenital

Oleh :
dr. Fresa Nathania Rahardjo, M.Biomed, Sp.KK

Hasil jangka panjang dari terapi laser nevus melanositik kongenital atau nevus pigmentosus kongenital perlu diketahui agar praktisi dapat memberi konsultasi yang akurat pada pasien. Terapi laser harus dilakukan berdasarkan pertimbangan antara risiko efek samping yang terjadi dengan manfaat yang didapat dari regresi nevus. Hingga saat ini, hanya ada beberapa penelitian kohort yang berukuran kecil mengenai efektivitas dan keamanan terapi laser pada nevus melanositik kongenital.[1,4,7]

Nevus melanositik kongenital atau congenital melanotic nevi (CMN) adalah bentuk kelainan kulit yang muncul segera setelah lahir atau sudah ada saat lahir. Kelainan ini terdapat pada kurang lebih 1% populasi neonatus. Klasifikasinya ditentukan berdasarkan ukuran, bentuk, tekstur permukaan, dan kedalaman. Secara umum CMN bersifat jinak, tetapi dapat mengganggu penampilan serta memiliki potensi untuk berkembang ke arah keganasan, yaitu menjadi melanoma.[1,2]

Sumber Gambar: M. Sand, D. Sand, C. Thrandorf, V. Paech, P. Altmeyer, F. G. Bechara, WIkimedia Commons, 2010. Sumber Gambar: M. Sand, D. Sand, C. Thrandorf, V. Paech, P. Altmeyer, F. G. Bechara, WIkimedia Commons, 2010.

Sekilas Mengenai Nevus Melanositik Kongenital

Nevus melanositik kongenital (congenital melanotic nevi/CMN) adalah proliferasi jinak sel melanosit kutaneus yang secara klinis tampak sejak lahir atau pada minggu pertama postnatal. Penampakan klinis CMN bervariasi berdasarkan morfologi, tekstur, dan lokasi.[3,5]

Klasifikasi berdasarkan diameter (sistem Kopf) adalah tipe kecil untuk ukuran diameter <1,5 cm, tipe medium untuk diameter 1,5-20 cm, dan tipe raksasa untuk diameter >20 cm (giant congenital melanocytic nevi). Prevalensi tipe raksasa adalah 1 dari 20.000 kelahiran, dimana tipe ini cenderung dapat berkembang menjadi melanoma.[1-6]

Berdasarkan bentuk atau morfologinya, CMN terdiri dari 2 bentuk yaitu nevus berbentuk oval atau bulat dengan batas tegas, permukaan halus dan rata. Kedua adalah nevus dengan bentuk papular dengan tekstur  permukaan verukosa, serebriformis, atau ada lesi yang memiliki beberapa kombinasi tekstur. Perubahan morfologi dapat terjadi seiring berjalannya waktu, misalnya saat lahir nevus berwarna terang, tidak berambut dan rata permukaanya, seiring pertumbuhan anak warnanya menjadi lebih gelap, tumbuh rambut yang panjang, dan permukaan menjadi kasar.[3,5,6]

Berdasarkan pemeriksaan histologi, CMN dibagi menurut kedalamannya, yaitu epidermal, epidermal-dermal, dan dermal. Lesi yang lebih dalam  letaknya bisa lebih sulit dideteksi perkembangan ke arah keganasan.[8]

Terdapat berbagai modalitas terapi yang dapat dilakukan untuk mengatasi kelainan ini, yakni dengan bedah beku, pengelupasan kimiawi, elektrokauterisasi, laser, dan bedah eksisi.[1,4,7]

Risiko Transformasi Nevus Melanositik Kongenital Menjadi Melanoma

Risiko transformasi CMN yang jinak menjadi ganas secara umum adalah 0-0,5 % untuk lesi kecil, dan 5-10 % untuk lesi berukuran medium sampai raksasa. Transformasi tersebut terjadi akibat mutasi DNA, yang dapat timbul akibat paparan jangka panjang dan terus menerus sinar ultraviolet dari matahari, trauma berulang, atau karena terapi laser jangka panjang.

Kecurigaan adanya transformasi menjadi keganasan bila suatu nevus secara klinis mengalami perubahan warna, perubahan bentuk menjadi tidak teratur, bertambah besar secara signifikan, timbul rasa nyeri atau gatal, dan sering luka atau mudah berdarah. Pada keadaan tersebut, perlu dilakukan pemeriksaan lebih lanjut seperti pemeriksaan dermoskopi dan histopatologi.

Adanya bentuk permukaan ireguler, batas yang tidak tegas, dan warna yang bervariasi dalam 1 lesi, merupakan tanda waspada melanoma pada dermoskopi. Sedangkan pada pemeriksaan histopatologi, ditemukan sel melanoma bila ditemukan atipik pada inti sel, dan peningkatan aktivitas proliferasi pada inti sel.[5,7,8]

Terapi Laser untuk Nevus Melanositik Kongenital

Nevus melanositik kongenital (congenital melanotic nevi/CMN) biasanya hanya perlu diobservasi dan tidak perlu dilakukan tindakan. Tata laksana ini dipilih bila tidak ada risiko terjadi melanoma dan tidak menimbulkan gangguan psikososial pada pasien.Beberapa tindakan yang dapat dilakukan sebagai terapi CMN adalah eksisi, dermabrasi, bedah beku (krioterapi), elektrokauterisasi, dan laser.[4,6,8]

Tindakan laser dapat menghilangkan sel nevus dengan tepat sesuai kedalaman jaringan pigmen, dapat mengurangi risiko terjadinya melanoma maligna, memperbaiki secara kosmetis, dan lebih jarang menimbulkan jaringan parut dibanding pada eksisi. Kekurangannya adalah tidak dapat menghilangkan sel nevus sebanyak eksisi, dan bisa menyebabkan deteksi melanoma maligna menjadi semakin sulit. Terapi laser ini dapat dibagi 2, yaitu laser ablasi atau laser non-spesifik, dan laser spesifik pigmen. Terapi laser ablasi dapat diikuti dengan laser spesifik pigmen.

Laser Ablasi atau Laser Non-Spesifik

Laser ablatif adalah laser yang bekerja dengan mekanisme mengablasi atau mengikis permukaan kulit dengan cara menguapkan kadar air yang terdapat pada jaringan. Daya pengikis jaringannya tergantung dari kandungan air pada jaringan tersebut. Laser ablatif memiliki efek samping sama seperti metode destruktif lainnya seperti dermabrasi dan elektrokauter, yaitu dapat menimbulkan eritema, edema, iritasi, hiperpigmentasi pasca inflamasi, sampai pembentukan jaringan parut/scarring. Laser yang termasuk ablatif adalah CO2 dan erbium: yttrium-aluminium-garnet (Er:YAG).[7,8]

Laser Non Ablatif atau Spesifik Pigmen

Laser spesifik pigmen dapat dengan tepat menarget melanosom dan melanosit, sehingga dapat meminimalisasi kerusakan pada jaringan di sekitar sel pigmen. Contoh laser jenis ini antara lain ruby, alexandrite, dan neodymium-doped yttrium aluminium garnet (Nd:YAG). Laser tersebut dapat digunakan dalam mode Q switched untuk menyebabkan kematian melanosom pada sel nevus melalui fototermolisis selektif sehingga dapat menghancurkan sel pigmen pada nevus dengan kerusakan minimal pada jaringan sekitarnya. Namun, penggunaan laser spesifik pigmen menggunakan durasi pulsasi milidetik sehingga dapat menghancurkan sel yang mengandung melanin lainnya selain nevus melanositik melalui pemanasan kolateral, sehingga dapat terjadi efek samping hipopigmentasi pasca inflamasi. Hasil terapi penghancuran sel pigmen pada nevus melanositik kongenital yang dicapai dengan laser ini secara teori sangat baik dan sudah banyak dibuktikan dalam berbagai laporan kasus.[5,7,8]

Kombinasi Laser Ablatif dan Laser Non Ablatif

Kombinasi antara terapi laser ablatif dan laser non ablatif dapat lebih menguntungkan. Tahap awal dilakukan laser ablatif untuk menghilangkan nevus di lapisan epidermis, kemudian dilanjutkan laser non ablatif atau spesifik pigmen untuk menarget nevus di lapisan lebih dalam. Cara ini akan mencegah risiko komplikasi scarring.[5,6,8]

Chong et al. tahun 2017 melaporkan hasil terapi dengan laser ablatif ER YAG dikombinasi dengan laser non ablatif Long Pulsed Alexandrite, pada kasus CMN berukuran besar. Didapatkan hasil terapi yang baik, dimana sel pigmen dapat hampir hilang sempurna setelah 1,83 sesi. Penelitian ini dilakukan pada 6 pasien dengan interval terapi 9-12 minggu. Efek samping yang terjadi pada penelitian ini hanya eritema ringan sampai sedang, tanpa jaringan parut. Dapat disimpulkan efektivitas terapi laser kombinasi memberikan hasil yang baik dengan tingkat keamanan tinggi. Penelitian lain oleh Chong et al. menggunakan kombinasi laser CO2 dan Q switched Alexandrite untuk CMN berukuran kecil sampai sedang, juga mendapatkan hasil yang baik.[5,6,8]

Efek Samping Terapi Laser Jangka Panjang

Efek samping terapi laser non spesifik secara umum adalah perubahan tekstur kulit seperti jaringan parut atrofi atau hipertrofi, serta hipopigmentasi atau hiperpigmentasi. Efek samping tersebut dapat reversibel maupun ireversibel. Biasanya efek samping terjadi pada terapi laser yang memerlukan banyak sesi dan memerlukan waktu bertahun-tahun. Sedangkan terapi dengan laser spesifik pigmen lebih jarang didapatkan perubahan tekstur kulit karena mentarget pigmen secara spesifik, sehingga tidak terjadi pengikisan pada permukaan kulit. Namun, pada pengamatan jangka panjang bisa terjadi kasus repigmentasi.[4-7]

Pada penelitian Oh Y et al. tahun yang melibatkan 67 pasien CMN, dimana 52 pasien mendapatkan tindakan laser saja sedangkan 15 pasien mengalami eksisi parsial diikuti tindakan laser. Rata-rata usia pasien 13,42 tahun, ukuran CMN 36,57 cm2, dan waktu pengamatan selama 3,4 tahun. Kebanyakan pasien wanita dan CMN terletak di wajah. Hasil penelitian adalah tindakan laser saja tidak memberikan hasil yang memuaskan, kebanyakan pasien memiliki sisa pigmen, depigmentasi yang terlihat secara kosmetik, bekas luka depresif atau eritema yang persisten, atau repigmentasi. Repigmentasi terjadi pada 28,8% pasien dengan waktu timbul rata-rata 1,59 tahun setelah dinyatakan CMN hilang. Pada kelompok yang menerima tindakan kombinasi didapatkan hasil yang lebih baik, selain itu jumlah sesi perawatan menjadi lebih sedikit dalam periode waktu lebih pendek.[7]

Hasil dari metaanalisis oleh Eggen et al. terhadap 24 penelitian yang melibatkan 434 pasien,  tentang efikasi dan keamanan laser sebagai terapi CMN, menyebutkan bahwa secara keseluruhan terapi laser memberikan hasil yang baik untuk menghilangkan hiperpigmentasi pada pasien CMN. Namun, dilaporkan juga insidensi repigmentasi, scarring, dan komplikasi-komplikasi lainnya. Repigmentasi dapat disebabkan dari sel nevus residual atau dari melanosit adneksa, karena itu repigmentasi lebih jarang terjadi pada kombinasi laser ablatif dan non ablatif . Sedangkan scarring atau terbentuknya jaringan parut sering terjadi pasca terapi laser ablatif pada CMN besar atau raksasa, karena sel nevus pada CMN ini lebih dalam sehingga memerlukan tindakan yang lebih agresif.[6]

Kesimpulan

Terapi yang paling baik saat ini untuk menghilangkan nevus melanositik kongenital secara total, dan mengurangi risiko transformasi keganasan, adalah dengan cara bedah eksisi sampai batas lesi tertentu. Namun bila hal tersebut tidak memungkinkan, baik karena usia pasien, lokasi atau ukuran lesi, maka pilihan terapi lain adalah dengan terapi laser spesifik atau non ablatif secara tunggal atau dikombinasi dengan terapi laser ablatif.[6-8]

Efek samping jangka panjang terapi laser ablatif antara lain hiperpigmentasi  pasca inflamasi dan pembentukan jaringan parut. Sedangkan efek samping terapi laser non ablatif dalam jangka panjang memiliki risiko hipopigmentasi dan repigmentasi. Untuk mendapatkan efektivitas yang baik dengan efek samping minimal bisa dilakukan kombinasi antara laser non ablatif dengan metode pulsasi dengan laser ablatif.[4-8]

Referensi