Manajemen Appendicitis di Era Pandemi COVID-19 – Telaah Jurnal Alomedika

Oleh :
dr. Sonny Seputra, Sp.B, M.Ked.Klin, FINACS

Management of Appendicitis during COVID-19 Pandemic: Short-term Outcomes

Ganesh R, Lucocq J, Ekpete NO, Ain NU, Lim SK, Alwash A, Bibi S, Alijani A. Scottish Medical Journal. 2020 Nov;65(4):144-148. PMID: 32878574

Abstrak

Latar Belakang: pandemi COVID-19 meningkatkan risiko infeksi pascaoperasi dan risiko komplikasi pada pasien yang menjalani pembedahan. Sebelum pandemi, tata laksana utama appendicitis adalah appendectomy. Namun, setelah pandemi, banyak kasus appendicitis akhirnya ditangani dengan antibiotik, yang memang merupakan opsi terapi yang telah diakui. Diagnosis appendicitis yang dulunya sering mengandalkan laparoskopi juga akhirnya mulai banyak diganti dengan pencitraan setelah pandemi.

Kemenkes ft Alodokter Alomedika 650x250

Tujuan: studi ini ingin membandingkan metode diagnostik dan manajemen appendicitis sebelum dan setelah pandemi COVID-19. Selain itu, studi ini juga membandingkan luaran masing-masing metode diagnostik dan manajemen.

Metode: sebanyak 96 pasien diidentifikasi sejak sebelum pandemi (November 2019) hingga setelah pandemi (Mei 2020). Data dikumpulkan secara retrospektif dari rekam medis elektronik, termasuk data demografi, investigasi, pengobatan, durasi rawat inap, komplikasi, dan rawat inap ulang (readmission).

Peneliti mencatat perbedaan metode diagnostik (laparoskopi vs pencitraan) dan strategi manajemen (operasi vs konservatif) selama periode sebelum dan sesudah pandemi. Peneliti juga membandingkan durasi rawat inap, durasi terapi antibiotik, komplikasi, dan tingkat readmission antara kelompok sebelum dan sesudah pandemi COVID-19.

Hasil: sebelum pandemi, sebanyak 100% pasien menjalani pembedahan. Akan tetapi, setelah pandemi, hanya 56,3% pasien menjalani pembedahan. Persentase pasien yang menjalani diagnosis dengan pencitraan juga lebih besar setelah pandemi daripada sebelum pandemi (100% vs 60,9%; p < 0,00001). Namun, perubahan tren manajemen dan tren diagnosis ini tidak menimbulkan perubahan yang signifikan terhadap berbagai luaran yang dianalisis.

Kesimpulan: pada era pandemi COVID-19, pencitraan dengan CT scan/MRI lebih dipilih daripada laparoskopi untuk mendiagnosis appendicitis. Selama pandemi, manajemen konservatif juga lebih dipilih untuk pasien appendicitis tanpa komplikasi karena tidak menimbulkan konsekuensi jangka pendek yang merugikan. Namun, penelitian jangka panjang untuk mengonfirmasi hal ini mungkin masih diperlukan.

Manajemen Appendicitis di Era Pandemi COVID-19 – Telaah Jurnal Alomedika-min

Ulasan Alomedika

Studi retrospektif ini ingin menilai dampak perubahan tren diagnosis dan manajemen appendicitis terhadap luaran klinis pasien sebelum dan sesudah pandemi. Sebelum pandemi, pasien appendicitis sering menjalani laparoskopi diagnostik. Namun, praktik ini dimodifikasi sejak pandemi COVID-19 menjadi diagnosis dengan menggunakan CT scan abdomen dan pelvis. Pasien juga menjalani CT scan toraks pada saat yang sama untuk mencari tanda infeksi COVID-19.

Pasien dengan temuan appendicitis di CT scan kemudian dinilai cocok tidaknya untuk menerima manajemen konservatif berdasarkan risiko kontaminasi intraabdomen karena perforasi appendiks dan abses. Keputusan manajemen dibuat oleh ahli bedah yang menerima pasien berdasarkan kondisi klinis pasien, temuan radiologis, dan temuan laboratorium darah.

Ulasan Metode Penelitian

Metode penelitian ini cukup baik karena membandingkan intervensi dengan intervensi. Pasien dewasa yang dirawat di unit bedah dengan diagnosis appendicitis akut antara November 2019 hingga Mei 2020 diidentifikasi berdasarkan diagnosis radiologi atau temuan operasi.

Data dikumpulkan secara retrospektif dari catatan medis elektronik yang meliputi data demografi, komorbiditas, penanda inflamasi, dan temuan radiologi. Strategi manajemen dicatat untuk tiap pasien dan data tiap pasien ditelaah selama 30 hari berikutnya untuk mencari komplikasi pascaoperasi, readmission, pencitraan lebih lanjut, dan intervensi.

Metode diagnosis (laparoskopi vs pencitraan) dan strategi manajemen (operasi vs konservatif) dicatat selama dua periode waktu, yaitu sebelum dan sesudah pandemi COVID-19. Berbagai luaran (durasi rawat inap, penggunaan antibiotik, komplikasi, dan tingkat readmission) dibandingkan antara kelompok sebelum pandemi yang menjalani manajemen operatif dan kelompok setelah pandemi yang menjalani terapi konservatif.

Ulasan Hasil Penelitian

Dari total 96 pasien, sebanyak 64 pasien (66,7%) didiagnosis appendicitis antara bulan November 2019 hingga awal pandemi (21 Maret 2020). Sementara itu, sebanyak 32 pasien (33,3%) didiagnosis appendicitis dari awal pandemi hingga 15 Mei 2020.

Sebelum pandemi, hanya 60,9% (39 dari 64) pasien menjalani pencitraan diagnostik sebelum appendectomy. Namun, setelah pandemi, 100% pasien (32 dari 32 pasien) menjalani pencitraan untuk diagnosis, yakni 31 pasien dengan CT scan dan 1 pasien dengan MRI. Sebelum pandemi, 100% (64 dari 64) pasien menjalani appendectomy. Namun, setelah pandemi, hanya 18 dari 32 pasien (56,3%) menjalani appendectomy, sedangkan 43,7% sisanya mendapat terapi antibiotik.

Hasil penelitian ini cukup bagus karena bisa menunjukkan perubahan tren diagnosis dan manajemen appendicitis setelah pandemi. Tampak bahwa persentase pasien yang menjalani pencitraan meningkat saat pandemi COVID-19 dibanding sebelum pandemi (100% vs 60,9%; p < 0,001). Persentase pasien yang menjalani pembedahan berkurang saat pandemi COVID-19 (p < 0,00001).

Luaran yang diukur berupa durasi rawat inap, durasi terapi antibiotik, komplikasi, dan tingkat readmission juga bagus untuk menilai apakah perubahan tren tersebut telah berdampak negatif pada pasien atau tidak. Ternyata, perubahan tren ke arah terapi konservatif dengan antibiotik tidak memberikan luaran klinis yang inferior dibandingkan pembedahan pada kasus appendicitis akut tanpa komplikasi. Oleh karena itu, terapi konservatif dapat diadopsi selama masa pandemi.

Kelebihan Penelitian

Kelebihan penelitian ini adalah luaran yang diukur. Luaran utama dan tambahan yang digunakan dalam penelitian ini merupakan luaran yang bermakna secara klinis dan bukan sekadar luaran laboratorium atau radiologis. Luaran yang digunakan berhasil mengidentifikasi bahwa pasien memiliki luaran jangka pendek yang baik dengan pilihan manajemen konservatif.

Limitasi Penelitian

Limitasi penelitian ini adalah durasi penelitian yang singkat dan jumlah sampel yang kecil. Selain itu, data hanya diambil secara retrospektif dan hanya diikuti selama 30 hari. Studi dengan durasi waktu lebih lama untuk memastikan keberhasilan manajemen konservatif dan keamanan jangka panjangnya masih diperlukan.

Aplikasi Hasil Penelitian di Indonesia

Hasil penelitian ini bermanfaat untuk diterapkan di Indonesia. Bukti bahwa manajemen konservatif tidak lebih inferior daripada manajemen operatif untuk kasus appendicitis akut tanpa komplikasi menunjukkan bahwa dokter bedah di Indonesia bisa memilih manajemen konservatif bila memungkinkan selama masa pandemi. Hal ini bermaksud untuk menekan risiko transmisi COVID-19 di rumah sakit. Namun, studi dengan jangka waktu lebih panjang memang masih diperlukan untuk mengonfirmasi anjuran ini.

Referensi