Herd immunity atau kekebalan komunitas menjadi isu yang marak dibahas di tengah pandemi COVID-19. Istilah ini sering digunakan saat membahas program vaksinasi dan upaya pemberantasan penyakit. Namun, apakah herd immunity benar dapat menjadi strategi untuk melawan COVID-19? Artikel ini akan mengulas pengertian herd immunity, langkah efektif untuk mencapainya, dan potensinya untuk mengendalikan COVID-19.
Definisi Herd Immunity
Herd immunity merupakan proteksi indirek (tidak langsung) yang bisa didapatkan oleh individu yang rentan terhadap suatu infeksi karena proporsi individu yang imun (kebal) terhadap infeksi tersebut sudah berjumlah besar dalam suatu populasi. Imunitas ini dapat diperoleh melalui infeksi alami ataupun vaksinasi.
Pada kondisi di mana herd immunity telah tercapai, individu yang terinfeksi tidak bisa lagi menyebabkan outbreak endemik karena kurangnya jumlah individu yang rentan. Individu yang rentan terhadap infeksi adalah individu yang secara imunologis belum pernah terpapar antigen tertentu, individu yang immunocompromised, dan individu yang tidak divaksinasi karena alasan medis maupun karena preferensi pribadi.[1-3]
Peran Herd Immunity yang Telah Terbukti di Masa Lampau
Contoh nyata dari suatu epidemi yang telah berhasil dieradikasi dengan pencapaian herd immunity, terutama melalui program vaksinasi, adalah eradikasi smallpox yang disebabkan oleh virus variola. Smallpox menyebabkan epidemi dan kematian sekitar 300–500 juta orang di abad ke-20.
Vaksin smallpox merupakan vaksin pertama yang berhasil dikembangkan oleh Edward Jenner pada tahun 1796. Melalui program imunisasi masif di seluruh dunia dan juga surveillance, WHO akhirnya mendeklarasikan eradikasi smallpox pada tahun 1980. Hal ini merupakan salah satu contoh pencapaian terbesar herd immunity.
Herd immunity hingga saat ini juga digunakan untuk mengendalikan polio, campak, rubella, difteri, dan pertusis. Hal ini kemudian menjadi pertimbangan untuk penanganan pandemi COVID-19 dan pengurangan transmisi SARS-CoV-2.[1,4]
Ambang Batas Herd Immunity COVID-19
Untuk mencapai herd immunity, terdapat ambang batas (threshold) yang harus dicapai terlebih dahulu. Ambang batas ini merupakan proporsi orang yang harus imun terhadap infeksi di dalam suatu komunitas. Bila proporsi orang yang kebal telah melebihi ambang batas, outbreak akan berhasil dihentikan.
Besarnya ambang batas herd immunity untuk suatu penyakit infeksi akan tergantung pada angka reproduksi dasar (R0), yaitu rata-rata jumlah orang yang bisa terinfeksi (tertular) dari 1 orang yang terinfeksi penyakit tersebut. Rumus yang digunakan untuk menghitung ambang batas adalah 1 − 1/R0.
Dalam kasus COVID-19, angka reproduksi dasar (R0) berkisar antara 2–3, sehingga ambang batas herd immunity yang terhitung adalah 50–67%. Artinya, diperlukan minimal 50–67% dari total populasi untuk kebal terhadap infeksi COVID-19 agar herd immunity dapat tercapai.[1,5,6]
Tantangan dalam Mencapai Herd Immunity saat Pandemi COVID-19
Lamanya durasi herd immunity dapat bervariasi tergantung keragaman antigenik suatu patogen dan peristiwa immunosenescence, yaitu hilangnya respons terhadap patogen secara progresif yang mengakibatkan penurunan titer antibodi dan respons seluler.[2,3]
SARS-CoV-2 merupakan virus RNA yang terdiri dari varian antigenik beragam. Hal ini menyulitkan suatu populasi untuk memperoleh kekebalan yang luas melalui infeksi alami maupun vaksinasi dengan satu serotipe virus yang dilemahkan, contohnya seperti pada norovirus, dengue, dan influenza.
Selain itu, untuk bisa bertahan hidup, virus RNA memiliki potensi tinggi untuk bermutasi sehingga sistem imun cenderung tidak mengenali virus yang telah bermutasi dan makin mempersulit tercapainya herd immunity.[3,7]
Namun, terdapat juga studi yang menyatakan bahwa SARS-CoV-2 bersifat relatif stabil secara genomik. Hal ini didasari pada penemuan bahwa protein terbesar coronavirus (poliprotein 1ab) tidak mengalami perubahan pada sebagian besar isolat. Terlebih lagi, protein S yang berinteraksi dengan reseptor angiotensin-converting enzyme 2 (ACE2) pada manusia juga dilaporkan tidak bermutasi.[8,9]
Vaksinasi COVID-19 untuk Mencapai Herd Immunity
Hingga saat ini, <10% populasi dunia dilaporkan terinfeksi COVID-19. Padahal, ambang batas herd immunity yang harus dicapai adalah 50–67%. Jika mengandalkan infeksi alami untuk mencapai herd immunity, masih dibutuhkan berjuta-juta orang untuk terinfeksi COVID-19. Hal ini tentu akan menimbulkan kematian yang sangat tinggi karena COVID-19 memiliki case fatality rate sebesar 3,4%.
Alasan di atas membuat pencapaian herd immunity melalui infeksi alami dinilai tidak realistis. Oleh karena itu, herd immunity diharapkan dapat dicapai melalui vaksinasi. Vaksin SARS-CoV-2 diharapkan bisa membantu mencapai ambang imunitas kelompok tanpa meningkatkan jumlah kematian.[6,10]
Efektivitas vaksin yang sedang dikembangkan saat ini masih terus dipelajari. Namun, selain berfokus pada efektivitas vaksin, distribusi vaksin secara luas juga perlu menjadi perhatian badan kesehatan karena untuk mencapai herd immunity, diperlukan proporsi populasi tervaksinasi yang cukup besar.[11,12]
Hingga November 2020, lebih dari 200 vaksin telah dikembangkan melalui uji praklinis, di mana 43 di antaranya telah memasuki uji klinis. Terdapat berbagai media teknologi yang bisa dipakai untuk memproduksi vaksin, contohnya inaktivasi dan atenuasi virus, penggunaan partikel mirip virus, vektor virus, konjugat polisakarida-protein, dan vaksin berbasis asam nukleat.
Pemilihan media teknologi yang tepat dapat mempersingkat waktu produksi dan juga menurunkan biaya produksi vaksin, sehingga vaksin dapat didistribusikan secara luas dan herd immunity diharapkan dapat tercapai lebih cepat.[11,12]
Kesimpulan
Herd immunity adalah proteksi indirek (tidak langsung) yang didapatkan oleh individu yang rentan terhadap suatu infeksi karena proporsi individu yang kebal terhadap infeksi tersebut sudah banyak dalam suatu populasi. Pencapaian herd immunity COVID-19 diharapkan akan meredam pandemi dan melindungi kelompok yang rentan dari infeksi.
Untuk mencapai hal tersebut, ambang batas herd immunity yang diperlukan untuk COVID-19 adalah 50–67%. Hal ini berarti bahwa minimal 50–67% dari populasi perlu memiliki kekebalan terhadap COVID-19. Hal ini menyebabkan pencapaian herd immunity melalui infeksi alami menjadi tidak realistis karena akan menimbulkan angka kematian yang sangat tinggi.
Vaksinasi dapat menjadi jalan pilihan untuk mencapai herd immunity. Namun, hal ini juga akan sangat tergantung pada efikasi vaksin dan kebijakan badan-badan kesehatan dalam memastikan bahwa vaksin dapat terdistribusi secara luas dalam populasi.