Variants of interest dari virus penyebab COVID-19 (coronavirus disease 2019) adalah varian yang memiliki mutasi genetik yang diprediksi atau diketahui dapat memengaruhi karakteristik klinis virus. Contoh karakteristik klinis virus yang menjadi perhatian adalah tingkat transmisi yang lebih tinggi, derajat keparahan penyakit yang lebih berat, dan resistensi terhadap vaksin yang ada.
Sama seperti virus lainnya, SARS-CoV-2 penyebab COVID-19 telah mengalami mutasi seiring berjalannya waktu. Mayoritas mutasi ini sebenarnya tidak begitu memengaruhi karakteristik virus. Akan tetapi, mutasi tertentu dapat menimbulkan lonjakan insidensi COVID-19 maupun mortalitasnya.[1-3]
Saat ini WHO telah mengklasifikasikan varian SARS-CoV-2 menjadi variants of concern (VOC), variants of interest (VOI), dan alerts for further monitoring. VOC yang ada saat ini meliputi varian alfa, beta, gamma, dan delta. Lembaga lain seperti CDC juga telah mengklasifikasikan varian SARS-CoV-2 menjadi VOC, VOI, dan variant of high consequence (VOHC). Artikel ini akan membahas lebih lanjut mengenai VOI.[2,3]
Definisi Variants of Interest
Senada dengan WHO, CDC mendefinisikan VOI sebagai varian SARS-CoV-2 dengan marker genetik yang berhubungan dengan perubahan di binding reseptor, penurunan netralisasi virus oleh antibodi dari vaksinasi maupun infeksi sebelumnya, penurunan efikasi terapi, dan perkiraan peningkatan penularan atau keparahan penyakit.[2]
Selain itu, VOI juga telah diidentifikasi sebagai penyebab transmisi signifikan dalam komunitas atau klaster COVID-19 multipel di berbagai negara, di mana prevalensinya relatif bertambah seiring bertambahnya jumlah kasus serta dampak epidemiologinya menunjukkan risiko emerging terhadap kesehatan masyarakat global.[3]
Berbagai Variants of Interest SARS-CoV-2
Per bulan September 2021, ada lima varian virus penyebab COVID-19 yang dikategorikan sebagai variants of interest oleh WHO, yakni varian Eta, Iota, Kappa, Lambda, dan Mu.
Tabel 1. Variants of Interest Virus Penyebab COVID-19
Label WHO | Lineage Pango | Pertama Kali Ditemukan | Tanggal Penetapan |
Eta | B.1.525 | Berbagai negara, Desember 2020 | 17 Maret 2021 |
Iota | B.1.526 | Amerika Serikat, November 2020 | 24 Maret 2021 |
Kappa | B.1.617.1 | India, Oktober 2020 | 4 April 2021 |
Lambda | C.37 | Peru, Desember 2020 | 14 Juni 2021 |
Mu | B.1.621 | Kolombia, Januari 2021 | 30 Agustus 2021 |
Varian Eta
Pertama kali ditemukan pada pertengahan Desember 2020, varian Eta (B.1.525) saat ini telah dikategorikan sebagai variant of interest karena memiliki cukup banyak mutasi missense yang dipercaya bisa meningkatkan transmisi dan virulensi serta mengurangi efektivitas vaksin.[4]
Varian Eta memiliki mutasi yang serupa varian Alpha (B.1.1.7), Gamma (P.1), dan Beta (B.1.351), seperti S: del 69-70, S: del 144, dan S: E484K yang dihubungkan dengan peningkatan keparahan penyakit, risiko vaccine escape, dan peningkatan penularan. Varian Eta juga memiliki mutasi F888L baru yang mungkin memiliki signifikansi klinis.[4]
Per 15 April 2021, varian Eta dilaporkan berada di 48 negara, dengan kasus terbanyak di Amerika Serikat, Inggris, Jerman, dan Nigeria.[4]
Varian Iota
Varian Iota (B.1.526) pertama kali diidentifikasi di New York pada November 2020 dan prevalensinya meningkat tajam sejak pertengahan Januari 2021. Per 5 April 2021, varian Iota ditemukan dalam 40% sampel virus yang dianalisis di dua laboratorium besar di New York. Kurang lebih separuh dari varian Iota yang diidentifikasi memiliki mutasi E484K yang dapat menetralkan aktivitas antibodi.[5,6]
Menurut studi oleh Annavajhala et al, varian Iota memiliki resistensi parsial atau total terhadap terapi antibodi monoklonal. Varian ini juga tidak begitu rentan terhadap netralisasi oleh plasma konvalesens ataupun vaksin, sehingga menciptakan tantangan tersendiri. Varian ini diduga 35% lebih menular daripada virus nonvarian di New York. Faktor-faktor ini menyebabkan varian Iota dikategorikan sebagai variant of interest.[6-8]
Varian Kappa
Varian Kappa (B.1.617.1) pertama kali dideteksi pada gelombang kedua COVID-19 di India (Desember 2021). Varian ini lalu menyebar dengan cepat ke negara-negara lain dan dikategorikan sebagai variant of interest oleh WHO dan CDC.[9,10]
Varian Kappa memiliki mutasi dalam spike protein yang berlokasi di antigenic site, area yang dikenali oleh antibodi dengan aktivitas netralisasi poten. Dua mutasi yang dikenali adalah E484Q (asam glutamat E disubstitusi glutamin Q) dan L452R (leusin L menjadi arginin R). Mutasi tersebut meningkatkan afinitas virus terhadap ACE2 dan mengurangi afinitas terhadap antibodi. Kedua hal ini diduga menjadi sebab tingginya penularan dan virulensi varian Kappa.[10,11]
Studi oleh Edara et al telah meneliti aktivitas netralisasi antibodi terhadap varian Kappa. Sampel yang dipelajari adalah serum individu terinfeksi dan individu pasca vaksinasi. Hasilnya, varian Kappa ditemukan 6,8 kali lebih resisten terhadap aktivitas netralisasi antibodi daripada varian sebelumnya, yaitu WA1/2020. Namun, mayoritas sampel serum konvalesen dan semua sampel serum dari individu pasca vaksinasi masih memiliki aktivitas netralisasi di atas nilai threshold.[10]
Varian Lambda
Varian Lambda (C.37) pertama kali dideteksi di Peru pada Desember 2020. Per April 2021, varian Lambda ditemukan pada 97% genom yang diperiksa di Peru. Saat ini varian Lambda ditemukan di 26 negara di Amerika, Eropa, dan Oseania. Cepatnya ekspansi varian ini menarik perhatian dunia internasional. Pada 15 Juni 2021, WHO menetapkan varian Lambda sebagai variant of interest.[12,13]
Prevalensi tertinggi varian Lambda terdapat di negara-negara Amerika Selatan, seperti Chili, Peru, Ekuador, dan Argentina. Studi preprint oleh Wink et al menyatakan bahwa peningkatan mortalitas dan situasi kritis sistem kesehatan di negara-negara tersebut mungkin berhubungan dengan varian Lambda.[12]
Protein spike varian Lambda memiliki mutasi pada receptor binding domain (L452Q dan F490S) yang mungkin berkontribusi pada cepatnya penularan dan dikhawatirkan dapat mengurangi proteksi vaksin serta meningkatkan risiko reinfeksi. Varian Lambda juga memiliki delesi pada gen ORF1a yang juga ditemukan pada varian Alpha, Beta, dan Gamma. Akan tetapi, belum diketahui secara pasti apakah varian Lambda lebih mudah menular atau lebih patogenik daripada varian lain.[12-14]
Studi preprint oleh Tada et al memeriksa tingkat infeksi varian Lambda. Hasilnya, varian ini memiliki tingkat infeksi yang lebih tinggi. Studi ini juga mempelajari efektivitas vaksin dan serum konvalesen terhadap varian Lambda. Hasil menunjukkan bahwa varian ini bisa dinetralisasi oleh serum konvalesen serta vaksin tetapi menghasilkan penurunan titer antibodi sebanyak 2,3–3,3 kali lipat. Vaksin yang ada saat ini dinilai tetap dapat efektif terhadap varian Lambda.[14]
Suatu studi terbaru membuktikan bahwa vaksin COVID-19 Pfizer dapat menetralkan varian Lambda.
Varian Mu
Varian Mu (B.1.621) pertama kali ditemukan di Kolombia pada bulan Januari 2021. Varian ini memiliki beberapa substitusi di protein spike, termasuk perubahan asam amino T95I, Y144T, Y145S dan insersi 146N di domain N-terminal. Varian ini juga memiliki perubahan di receptor-binding domain (RBD) dan di S1/s2 cleavage site pada protein spike.
Data studi mengenai varian ini masih sangat terbatas tetapi varian ini diketahui meningkat dengan cepat dalam waktu singkat di Magdalena, Atlántico, Bolivar, Bogotá D.C, dan Santander. Padahal, daerah-daerah tersebut dilaporkan sudah hampir mencapai herd immunity. Hal ini membuat varian Mu diperkirakan memiliki dampak epidemiologi yang cukup bermakna.[15]
Kesimpulan
Variants of interest (VOI) dari virus penyebab COVID-19 adalah varian dengan mutasi genetik yang diketahui atau diduga dapat memengaruhi karakteristik virus. Beberapa contoh karakteristik yang menjadi perhatian adalah peningkatan transmisi, peningkatan derajat keparahan penyakit, dan resistensi terhadap vaksin.
Per bulan September 2021, ada lima varian SARS-CoV-2 yang telah dikategorikan sebagai variants of interest oleh WHO, yaitu varian Eta, Iota, Kappa, Lambda, dan Mu. Varian-varian ini diperkirakan memiliki transmisi, virulensi, dan resistensi yang lebih tinggi daripada SARS-CoV-2 nonvarian. Akan tetapi, data mengenai varian-varian ini memang masih terbatas dan masih terus dipelajari lebih lanjut.