Penggunaan asam valproat, misalnya untuk epilepsi, membawa risiko pada janin sehingga pada wanita usia produktif penggunaan asam valproat harus disertai dengan kontrasepsi. Asam valproat merupakan suatu obat antiepilepsi spektrum luas yang merupakan salah satu pilihan utama pada pasien dengan epilepsi, terutama pada pasien dengan epilepsi umum idiopatik. Namun, penggunaan asam valproat pada wanita usia produktif menjadi perhatian khusus karena memiliki potensi efek teratogenik pada janin.[1,2]
Berdasarkan pertimbangan tersebut, Coordination Group for Mutual Recognition and Decentralised Procedures-Human (CMDh), suatu badan regulasi di Uni Eropa mengeluarkan peraturan baru yang tegas menyatakan bahwa asam valproat dikontraindikasikan penggunaannya pada wanita hamil dan wanita usia produktif tanpa penggunaan kontrasepsi yang efektif. Regulasi serupa juga dikeluarkan oleh Medicines and Healthcare products Regulatory Agency (MHRA) di Inggris.[3,4]
Risiko Teratogenik Asam Valproat
Asam valproat memiliki efek teratogenik serius yang dapat menyebabkan malformasi kongenital mayor pada janin. Malformasi kongenital mayor didefinisikan sebagai abnormalitas dari struktur anatomi esensial yang mengganggu fungsi dan memerlukan intervensi mayor. Risiko kejadian malformasi ini dilaporkan mencapai 6,7–10,3%. Adapun risiko malformasi kongenital yang dapat terjadi antara lain kelainan jantung bawaaan, bibir sumbing, dan hipospadia.[3-5]
Selain risiko malformasi kongenital mayor, penggunaan asam valproat pada kehamilan juga berkaitan dengan peningkatan kejadian gangguan kognitif dan perilaku, serta gangguan tumbuh kembang. Penurunan kognitif dilaporkan berupa penurunan intelligence quotient (IQ) sebesar 6-11 poin. Gangguan perilaku yang telah dikaitkan dengan penggunaan asam valproat adalah peningkatan risiko terjadinya autisme hingga 3 kali lipat dan peningkatan risiko terjadinya attention-deficit hyperactivity disorder (ADHD) hingga 5 kali lipat.[3,4,6]
Risiko Teratogenik Asam Valproat Tertinggi Dibandingkan Obat Antiepilepsi Lain
Tinjauan sistematik Cochrane mengevaluasi efek berbagai obat antiepilepsi yang dikonsumsi oleh ibu hamil terhadap janin. Tinjauan ini melibatkan 50 penelitian yang meneliti efek teratogenik dari beragam obat antiepilepsi yang dikonsumsi oleh ibu hamil, termasuk asam valproat.
Hasil analisis menunjukkan bahwa janin yang terpapar asam valproat memiliki risiko tertinggi untuk mengalami malformasi yakni sebesar 10,93%. Risiko penggunaan asam valproat pada kehamilan dilaporkan lebih tinggi secara signifikan jika dibandingkan dengan kelompok kontrol, yakni ibu hamil yang tidak menderita epilepsi dan ibu hamil yang menderita epilepsi namun tidak mengonsumsi obat antiepilepsi jenis apapun. Risiko juga lebih tinggi jika dibandingkan dengan konsumsi obat antiepilepsi carbamazepine, gabapentin, levetiracetam, lamotigrine, oxcarbazepine, phenobarbital, phenytoin, topiramate, dan zonisamide.[8]
Pedoman Penggunaan Asam Valproat pada Wanita Usia Produktif
Langkah paling sederhana untuk menghindari efek teratogenik dari asam valproat terhadap janin adalah dengan tidak menggunakan asam valproat pada wanita usia produktif. Sekalipun demikian, asam valproat masih merupakan pilihan obat terbaik pada beberapa jenis epilepsi, sehingga penggunaannya pada wanita usia produktif tidak dapat sepenuhnya dihindari. Oleh karena itu, dikeluarkan regulasi penggunaan asam valproat pada wanita usia produktif, di antaranya oleh Coordination Group for Mutual Recognition and Decentralised Procedures-Human (CMDh).[3,7]
Rekomendasi dari regulasi tersebut adalah dengan sebisa mungkin menghindari memulai penggunaan asam valproat selama ada antiepilepsi lain sebagai alternatif. Penggunaan asam valproat juga perlu dihindari pada wanita hamil. Namun, pada kasus tertentu dimana asam valproat tidak dapat dihentikan penggunaannya atau pada kasus kegawatdaruratan, maka obat ini dapat dilanjutkan dengan pengawasan oleh dokter spesialis.
Pada setiap wanita usia produktif dimana penggunaan asam valproat tidak dapat dihindari, diharuskan untuk menggunakan kontrasepsi yang efektif. Upaya lain yang menjadi rekomendasi adalah dengan edukasi yang adekuat baik oleh tenaga kesehatan maupun informasi produk pada kemasan obat mengenai manfaat dan potensi penggunaan asam valproat pada wanita usia produktif. Pasien juga dapat dimintai persetujuan tertulis sebelum memulai pengobatan dengan asam valproat.[3,4]
Kesimpulan
Asam valproat merupakan salah satu obat antiepilepsi yang efektif dan merupakan pilihan utama pada beberapa jenis epilepsi. Sekalipun demikian, penggunaan asam valproat pada wanita usia produktif harus mendapatkan perhatian khusus karena potensi efek teratogenik yang serius. Efek teratogenik ini meliputi malformasi kongenital mayor pada janin, serta risiko gangguan kognitif, perilaku, dan tumbuh kembang pada anak yang dilahirkan oleh ibu dengan konsumsi asam valproat selama kehamilan.
Regulasi di negara-negara Eropa menyarankan untuk tidak menggunakan asam valproat sama sekali pada wanita usia produktif, terutama jika ada alternatif terapi lain. Pada kondisi dimana asam valproat harus digunakan, maka pasien perlu diedukasi mengenai manfaat dan potensi risiko penggunaan asam valproat.
Penggunaan asam valproat pada wanita usia produktif harus didampingi dengan penggunaan kontrasepsi efektif. Jika tidak, maka asam valproat dikontraindikasikan untuk wanita usia produktif.
Penulisan pertama oleh: dr. Hunied Kautsar