Indikasi pemeriksaan parameter koagulasi pada pasien yang mengkonsumsi antikoagulan tergantung dari farmakologi obat yang digunakan. Parameter koagulasi yang sering diperiksa sebelum operasi pada pasien yang menggunakan antikoagulan adalah hitung trombosit, prothrombin time (PT)/activated partial thromboplastin time (aPTT), anti faktor Xa, thrombin time (TT) dan international normalized ratio (INR).
Penting untuk mengetahui parameter spesifik mana yang perlu diperiksa untuk antikoagulan tertentu, karena pemeriksaan ini tidak bersifat tumpang tindih dan apabila melakukan pemeriksaan yang tidak tepat, maka akan membuang biaya dan sumber daya. Pada praktik klinik sehari-hari, seringkali pemeriksaan parameter koagulasi ini dilakukan secara bersamaan tanpa melihat obat antikoagulan yang digunakan.[9]
Perubahan Parameter Koagulasi pada Penggunaan Antikoagulan
Antikoagulan yang saat ini sering digunakan adalah golongan unfractionated heparin (UFH), warfarin, low molecular weight heparin (LMWH), trombolitik/fibrinolitik, direct thrombin inhibitor, inhibitor faktor Xa, antiplatelet, fondaparinux, dan inhibitor GpIB/IIIA.
Unfractionated Heparin
Unfractionated heparin (UFH), sering digunakan sebagai antikoagulan pada pasien geriatri, pasien operasi jantung, pasien yang memerlukan loading antikoagulan yang cepat dan mudah terukur, dan penyakit ginjal kronis. Heparin berikatan dengan reseptor antitrombin (AT), sehingga dapat menginaktivasi faktor II dan Xa.
Heparin di metabolisme di hepar dan waktu paruh heparin termasuk singkat, yaitu 60–90 menit dan diekskresi di urine. Efek samping pemberian heparin adalah perdarahan mukokutaneus dan heparin induced thrombocytopenia. Antidot heparin adalah protamin sulfat.[1,2]
Karena efek samping heparin induced thrombocytopenia, maka pemeriksaan hitung trombosit diperlukan pada pasien yang mendapatkan terapi heparin dalam jangka waktu yang lama. Tes yang dapat digunakan untuk memeriksa target terapi antikoagulan adalah APTT atau ACT. Target terapeutik untuk APTT pada pasien yang mendapat unfractionated heparin adalah 1,5–2,5 kali kadar normal. Karena waktu paruh yang pendek, penghentian UFH dapat dilakukan 4–6 jam sebelum operasi.[3,4]
Warfarin
Warfarin merupakan antikoagulan tablet peroral. Warfarin diberikan pada pasien yang membutuhkan antikoagulan dan sudah dalam kondisi stabil serta menginginkan terapi peroral, seperti penggantian katup jantung dengan katup mekanik, emboli paru, dan fibrilasi atrium. Mekanisme kerja warfarin adalah inhibisi interkonversi siklik vitamin K di liver. Waktu paruh warfarin adalah 36–42 jam. Antidot warfatin adalah vitamin K.[3,5,10]
Monitoring warfarin dilakukan secara indirek dengan pemeriksaan INR, dimana PT memanjang, dengan target terapi adalah INR sebesar 2,0–3,4 tergantung indikasi. Apabila INR lebih dari rentang ini, risiko perdarahan akan meningkat. Pasien yang mengonsumsi warfarin perlu dilakukan pemeriksaan laboratorium rutin untuk monitoring dan penyesuaian dosis, karena perubahan sedikit dalam diet, penyakit kronis, pengobatan lain, dan kondisi lain yang dapat mempengaruhi kadar vitamin K dapat mempengaruhi nilai INR.
Akan tetapi, di bawah rentang ini, thrombosis masih dapat terjadi. Pada pasien yang direncanakan operasi, warfarin dapat dihentikan 5 hari sebelum prosedur dan pada pasien yang harus mendapatkan antikoagulan, seperti post pemasangan katup mekanik pada jantung, dapat diberikan antikoagulan dengan unfractionated heparin. Pada operasi minor, penghentian warfarin yang sudah dalam dosis terapeutik mungkin tidak diperlukan.[3,10]
Low Molecular Weight Heparin (LMWH)
Low molecular weight heparin (LMWH) merupakan antitrombin yang menghambat kaskade koagulasi pada common pathway pada pembentukan fibrinogen menjadi fibrin. Salah satu contoh LMWH adalah enoxaparin. Mekanisme kerja dan farmakokinetik LMWH sama dengan heparin. Akan tetapi, waktu paruhnya lebih lama daripada heparin, yaitu 3–4 jam.
Indikasi pemberian LMWH adalah pasien dengan deep vein thrombosis (DVT) atau emboli paru maupun profilaksis antikoagulan pada pasien berisiko, seperti menjalani operasi ortopedi, dengan fungsi ginjal dalam batas normal. Monitoring utama untuk target terapi LMWH adalah menggunakan assay faktor Xa yang tidak selalu tersedia dan mahal. Pada praktik klinik sehari–hari, kebanyakan pasien yang mendapat LMWH tidak memerlukan monitoring laboratorium dan pengobatan dapat dihentikan 24 jam. Penggunaannya dapat dihentikan 24 jam sebelum tindakan operasi.[5–7]
Dabigatran
Salah satu antikoagulan yang sering digunakan dari golongan direct thrombin inhibitor adalah dabigatran. Indikasinya adalah pasien dengan risiko DVT yang menginginkan terapi peroral dan tidak ingin mengonsumsi warfarin karena kurang nyaman. Mekanisme kerja dabigatran adalah mengikat secara reversibel molekul trombin dan mencegah aktivasi faktor koagulasi lainnya. Waktu paruh obat ini 12–17 jam. Ekskresi obat terjadi di ginjal (80%) dan hepar (<10%).[3,8]
Pada klinis sehari–hari, dabigatran tidak memerlukan monitoring rutin dan pemeriksaan darah preoperasi. Monitoring terapi dabigatran dapat dilakukan dengan pemeriksaan thrombin time (TT), dilute TT, dan ecarin clotting time (ECT). Akan tetapi, beberapa pemeriksaan tidak tersedia secara luas dengan harga yang relatif mahal. Selain itu, aPTT juga dapat memanjang, tetapi dipengaruhi variabilitas pasien dan alat pemeriksa. Saat sebelum operasi, obat ini sebaiknya dihentikan selama minimal 48–72 jam.[9]
Inhibitor Faktor Xa (Rivaroxaban dan Edoxaban)
Contoh antikoagulan inhibitor faktor Xa adalah rivaroxaban dan edoxaban. Indikasi pemberiannya adalah pengganti warfarin sebagai antikoagulan peroral, karena tidak memerlukan pemeriksaan darah rutin. Mekanisme aksi obat ini adalah menginhibisi kedua bentuk faktor Xa baik aktif dan bebas pada kompleks protrombinase.
Waktu paruh dari rivaroxaban adalah 5–9 jam pada dewasa muda dan 11–13 jam pada orang tua. Monitoring rivaroxaban dan edoxaban tidak rutin diperlukan dan pemeriksaan darah preoperasi tidak diperlukan. Tes yang dapat dilakukan adalah anti–faktor Xa chromogenic assays. Akan tetapi, karena mahal, maka untuk tujuan operasi, obat ini sebaiknya dihentikan selama minimal 48–72 jam.[3,11,12]
Antiplatelet (Ticagrelor, Clopidogrel, dan Aspirin)
Antiplatelet yang sering digunakan adalah ticagrelor, clopidogrel, dan aspirin. Indikasi pemberian antiplatelet terutama pada pasien dengan sindrom koroner akut. Pada pasien dengan risiko kardiovaskular yang tinggi, aspirin sebaiknya tidak dihentikan pada perioperatif, tetapi clopidogrel dan ticagrelor dapat dihentikan sementara 5 hari sebelum operasi. Akan tetapi, bila risiko kardiovaskular rendah, maka pasien dengan terapi dual antiplatelet dapat dihentikan sementara 7–10 hari pre operasi.[3,10–12]
Monitoring obat antikoagulan pada golongan ini adalah tidak ada. Oleh karena itu, rekomendasi penghentian obat ini sebelum operasi mayor adalah mutlak dilakukan dengan mempertimbangkan durasi kerja dan half life dari obat itu sendiri. Akan tetapi, bila operasi emergensi harus segera dilakukan, maka antiplatelet dilanjutkan selama perioperatif.[11,12]
Fondaparinux
Fondaparinux adalah pentasakarida yang memiliki mekanisme aksi sebagai inhibitor indirek faktor Xa melalui ikatan reversibel terhadap faktor antithrombin. Waktu paruh fondaparinux 15–17 jam dan efek antikoagulannya berlangsung selama 2–4 hari. Obat ini diekskresi di ginjal.[3,10]
Monitoring fondaparinux adalah dengan melakukan tes assay anti faktor Xa, bila tidak ada, walaupun secara teoritis fondaparinux dapat menyebabkan pemanjangan PT dan APTT, tetapi pernyataan ini tidak konsisten sehingga pemeriksaan ini tidak dapat dilakukan untuk monitor fondaparinux. Untuk keperluan operasi, fondaparinux sebaiknya dihentikan sementara 36–42 jam sebelum operasi.[3,13]
Inhibitor Glikoprotein (Gp)IIb/IIIa (Clopidogrel dan Prasugrel)
Thienopyridines (clopidogrel dan prasugrel) adalah contoh golongan inhibitor glikoprotein (Gp)IIb/IIIa. Obat ini adalah inhibitor reseptor adenosin difosfat (ADP) di trombosit. Obat ini memblok reseptor GpIIb/IIIa di trombosit, sehingga tidak terjadi influks calcium untuk menstabilkan ikatan klot.[7,14]
Clopidogrel dan prasugrel memiliki metabolit aktif yang berikatan irreversibel selama kerja obat dan pemberian rutin obat. Clopidogrel dengan dosis 75 mg sehari, menurunkan fungsi trombosit sebanyak 60% selama 3–5 hari. Oleh karena itu, penghentian obat ini selama 5–7 hari pre operasi adalah mutlak dilakukan. Belum ada pemeriksaan darah spesifik untuk monitoring obat–obatan ini.[7,9,14]
Pedoman Pemeriksaan Fungsi Koagulasi dan Terapi Antikoagulan Pre Operasi
Pada pasien yang menjalani terapi antikoagulan, pemeriksaan laboratorium fungsi koagulasi dilakukan sesuai dengan pedoman American Society of Regional Anesthesia (ASRA). Hal ini dapat diperhatikan sebagai pertimbangan untuk menghentikan antikoagulan dan melakukan pemeriksaan status koagulan sesuai indikasi. Pedoman tersebut dirangkum pada tabel dibawah ini.[3,9,10]
Tabel 1. Tata Laksana Penghentian Terapi Antikoagulan sebelum Tindakan Anestesi Regional
Jenis Obat | Penghentian sebelum Puncture Neuraxial Block | Pemberian setelah Puncture Neuraxial Block | Pemeriksaan Laboratorium |
UFH (dosis Profilaksis) | 4–6 jam | 1 jam | Hitung trombosit untuk terapi >5 hari |
UFH (dosis Terapi) | IV 4–6 jam SC 8–12 jam | 1 jam 1 jam | APTT atau ACT, hitung trombosit >5 hari |
LMWH (dosis profilaksis) | 12 jam | 4 jam | Hitung trombosit untuk terapi >5 hari |
LMWH (dosis terapi) | 24 jam | 4 jam | Hitung trombosit untuk terapi >5 hari |
Fondaparinux (dosis profilaksis, 2.5mg/hari) | 36–42 jam | 6–12 jam | Anti faktor Xa |
Rivaroxaban (dosis profilaksis, 10 mg/hari) | 22–26 jam | 4–6 jam | Anti faktor Xa |
Apixaban (dosis profilaksis, 2,5mg/2 kali/hari) | 26–30 jam | 4–6 jam | Anti faktor Xa |
Dabigatran (dosis profilaksis, 150–200 mg/hari) | Kontraindikasi | 6 jam | TT |
Warfarin | INR ≤1,4 | setelah kateter epidural dilepas | INR |
Aspirin | tidak perlu ada penghentian | tidak perlu mempertimbangkan operasi | Tidak diperlukan |
Ticagrelor | 5 hari | 6 jam setelah kateter epidural dilepas | Tidak diperlukan |
Sumber: dr. Andrian Yadikusumo, Sp.An, 2022[9]
Dari tabel diatas, maka dapat disimpulkan bahwa tata laksana penggunaan antikoagulan selama periode perioperatif tidak dihentikan begitu saja, tetapi tetap diteruskan sesuai dengan durasi kerja dan waktu paruh dari obat itu sendiri. Selain itu, pemeriksaan hanya dilakukan sesuai dengan penggunaan antikoagulan tertentu dan kebanyakan antikoagulan tidak mempengaruhi fungsi koagulan.[5,9]
Pada operasi dengan pasien yang berisiko tinggi kejadian tromboemboli perioperatif, bridging terapi antikoagulan dapat dilakukan melalui tata laksana dengan agen antikoagulan yang paruh waktunya pendek, seperti UFH dan LMWH. Selain itu, bila operasi dengan risiko perdarahan tinggi harus dilaksanakan, tetapi pasien telah mengkonsumsi direct oral anticoagulant (DOAC), seperti dabigatran dan rivaroxaban, yang cukup lama durasi aksinya, terapi reversal dapat dilakukan.[5,9]
Kesimpulan
Farmakologi obat antikoagulan dapat mempengaruhi parameter koagulasi tertentu secara spesifik. Maka dari itu, pemeriksaan parameter koagulasi sebaiknya tidak diperiksakan secara seragam pada pengguna antikoagulan, tetapi secara spesifik berdasarkan obatnya. Selain itu, penghentian antikoagulan dilakukan berdasarkan durasi kerja obat, terutama pada antikoagulan yang tidak dapat dimonitor dengan parameter koagulasi, seperti aspirin, clopidogrel, low molecular weight heparin (LMWH), rivaroxaban, apixaban, dabigatran, dan ticaglerol.