Identifikasi dan penanganan yang cepat terhadap fibrilasi ventrikel di setting gawat darurat akan sangat menentukan luaran pasien. Identifikasi dilakukan melalui pemeriksaan elektrokardiografi (EKG), yang menunjukkan pola gelombang ireguler dengan amplitudo dan morfologi bervariasi.
Selanjutnya, pendekatan penanganan yang utama adalah stabilisasi pasien melalui pemulihan aliran darah dengan defibrilasi segera. Selain itu, penting untuk mengevaluasi penyebab dan faktor pemicu fibrilasi ventrikel, seperti penyakit jantung iskemik atau gangguan elektrolit. Pemberian antiaritmia, seperti lidocaine atau amiodarone, juga dapat dipertimbangkan.[1,2]
Mengenali Fibrilasi Ventrikel dan Membedakannya dari Aritmia Jenis Lain
Takikardia kompleks lebar digunakan untuk mendefinisikan semua takiaritmia dengan durasi kompleks QRS lebih dari 0,12 detik. Secara khusus, fibrilasi ventrikel adalah takikardia kompleks lebar yang disebabkan aktivitas elektrik ireguler, yang ditandai laju ventrikel lebih dari 300 kali/menit dengan kompleks QRS diskret dari EKG. Terminologi fibrilasi merujuk pada aritmia dengan pergerakan yang tidak teratur dan tidak terkoordinasi.[3,4]
Gambar 1. Gambaran EKG Fibrilasi Ventrikel
Fibrilasi ventrikel ditandai dengan gelombang tak beraturan yang berubah-ubah dalam amplitudo, bentuk, dan interval antara gelombangnya. Denyut nadi pada kasus fibrilasi ventrikel seringkali tidak dapat diidentifikasi dan tidak teratur. Selain itu, gelombang P yang mengindikasikan depolarisasi atrium biasanya tidak terlihat dalam fibrilasi ventrikel.
Faktor paling sering yang berkontribusi terhadap munculnya fibrilasi ventrikel adalah faktor risiko didapat, seperti penyakit jantung iskemik, kardiomiopati, ketidakseimbangan elektrolit, obat yang mempengaruhi repolarisasi miokard, dan yang lebih jarang penyakit bawaan seperti abnormalitas kanal ion dan penyakit katup kongenital. Mekanisme elektrofisiologis yang mendasari fibrilasi ventrikel meliputi ectopic automaticity, reentry dan triggered activity.[3-7]
Manifestasi Klinis Fibrilasi Ventrikel
Tampilan klinis paling sering dari fibrilasi ventrikel adalah tidak sadar secara mendadak akibat henti jantung yang berujung pada kematian jantung mendadak. Hal tersebut diakibatkan oleh kontraksi ventrikel yang tidak optimal sehingga menyebabkan penurunan cardiac output.
Pasien dapat menunjukkan gejala infark miokard akut sebelumnya, seperti nyeri dada dan sesak. Pasien dengan riwayat penyakit jantung koroner atau gagal jantung kongestif dapat menunjukkan perburukan gejala sebelumnya, seperti angina, sesak, ortopnea, paroxysmal nocturnal dyspnea, dan edema. Pada saat terjadi fibrilasi ventrikel, pasien biasanya tidak sadarkan diri, tidak berespon, dan tidak ada denyut nadi yang teraba. Tanpa adanya tindakan segera, akan terjadi kematian dalam beberapa menit kemudian.[4]
Pendekatan Penanganan Fibrilasi Ventrikel pada Setting Gawat Darurat
Setiap pasien dengan takikardia ventrikel tidak stabil atau fibrilasi ventrikel memerlukan stabilisasi segera, yakni dengan resusitasi jantung paru (RJP), ventilasi mekanik, dan defibrilasi akut untuk pasien tanpa nadi atau pasien yang tidak sadar. Begitu pasien dapat diresusitasi dan distabilkan dari aspek ventilasi dan sirkulasi, pemeriksaan lanjutan seperti EKG dan pemeriksaan laboratorium elektrolit, dapat dilakukan.
Seperti disebutkan di atas, tampilan EKG yang mengindikasikan fibrilasi ventrikel adalah adanya gelombang fibril dengan bentuk dan amplitudo yang bervariasi; tidak ada gelombang P, kompleks QRS, atau gelombang T yang teridentifikasi; dengan denyut jantung antara 150 hingga 500 per menit.[8]
Karena tingkat mortalitas yang tinggi, pasien dengan fibrilasi ventrikel harus mendapat penanganan segera. Tenaga medis harus segera melakukan tindakan sesuai protokol Advanced Cardiac Life Support (ACLS). Saat henti jantung dicurigai terjadi, tenaga medis melakukan aktivasi dari sistem respon gawat darurat, meminta bantuan untuk mendapat defibrilator dan peralatan darurat lain.
Setelah itu, dilakukan identifikasi adanya napas atau hanya gasping dan pengecekan denyut karotid secara simultan. Saat nadi tidak teraba, maka RJP segera dilakukan sambil menunggu identifikasi irama jantung dengan defibrilator atau monitor.[4,9]
Gambar 2. Prinsip Penanganan Fibrilasi Ventrikel
Bila dari tampilan EKG didapatkan irama fibrilasi ventrikel, maka pasien harus segera mendapat kejut listrik antara 120-200 J pada defibrilator bifasik atau 360 J pada defibrilator monofasik. Pasien yang mendapat defibrilasi segera memiliki tingkat kesintasan yang lebih tinggi (39,3%) dibandingkan pasien yang mengalami defibrilasi lebih lambat 2 menit atau lebih (22,2%).
Pemberian epinefrin 1 mg dan amiodarone 300 mg intravena dilakukan setelah kejut listrik ketiga bila irama belum kembali stabil. Kemudian, RJP dilanjutkan kembali. Setelah itu, amiodarone dapat diberikan kembali setelah kejut listrik kelima dengan dosis 150 mg bolus intravena. Amiodarone telah dilaporkan secara signifikan meningkatkan kesintasan dan lama perawatan di rumah sakit, tetapi tidak mempengaruhi tingkat kesintasan hingga keluar dari rumah sakit.[5,9]
Penanganan Pencetus Fibrilasi Ventrikel
Selain melakukan stabilisasi, selama proses resusitasi petugas medis juga harus melakukan tindakan untuk mencari penyebab spesifik fibrilasi ventrikel, seperti pengecekan elektrolit, pemberian cairan intravena, dekompresi pneumothorax, dan identifikasi tamponade jantung. Penyebab reversibel dari fibrilasi ventrikel dapat diingat dengan lebih mudah menggunakan H dan T, yakni:
- H: hipovolemia, hipoksia, ion hidrogen (asidosis), hipo- atau hiperkalemia, dan hipotermia
- T: tension pneumothorax, toksin, tamponade kardiak, thrombosis (koroner atau pulmonal), dan trauma
Bila pasien mengalami return of spontaneous circulation (ROSC), petugas medis harus melakukan evaluasi untuk kemungkinan infark miokard dan melakukan protokol terapi pasca henti jantung.[4,8]
Perhatian Khusus
Pada kasus fibrilasi ventrikel refrakter, direkomendasikan untuk memberikan kejut jantung dengan dosis naik bertahap hingga 360 J. Pada kasus protokol ACLS gagal, beberapa ahli menyarankan dual defibrilator (dual sequential defibrillation).
Pada terapi jangka panjang dari aritmia ventrikel ganas, penggunaan ICD (implantable cardioverter defibrillator) merupakan elemen yang penting. Alat ini dapat memberikan pacing antitakikardia atau kejut jantung pada saat munculnya gangguan irama yang terdeteksi.[5]
Kesimpulan
Fibrilasi ventrikel adalah takikardia kompleks lebar yang disebabkan aktivitas elektrik ireguler. Fibrilasi ventrikel ditandai dengan laju ventrikel lebih dari 300, dengan kompleks QRS diskret dari EKG. Tampilan klinis paling sering dari fibrilasi ventrikel adalah tidak sadar secara mendadak akibat henti jantung yang berujung pada kematian jantung mendadak.
Setiap pasien dengan fibrilasi ventrikel memerlukan stabilisasi segera, yakni dengan resusitasi jantung paru (RJP), ventilasi mekanik, dan defibrilasi akut untuk pasien tanpa nadi. Bila dari tampilan EKG didapatkan irama fibrilasi ventrikel, maka pasien harus segera mendapat kejut listrik antara 120-200 J pada defibrilator bifasik atau 360 J pada defibrilator monofasik. Epinefrin dan amiodarone dapat diberikan pada pasien yang masih tetap mengalami fibrilasi.