Setelah vaksin COVID-19, seseorang kadang mengalami gejala flu. Dokter perlu mengetahui cara penanganan keluhan tersebut untuk mengetahui penyebab pasti, apakah gejala merupakan flu like symptoms akibat efek samping vaksin atau pasien terpapar infeksi.
Walaupun telah terbukti aman dan efektif, pemberian vaksin COVID-19 dapat menyebabkan efek samping atau kejadian ikutan pasca imunisasi (KIPI). Salah satunya adalah flu like symptoms yang sering meresahkan pasien, karena menyerupai COVID-19 gejala ringan. Pasien bahkan mempertanyakan keamanan vaksin dan kemungkinan vaksin sebagai penyebab infeksi.[1,2]
Sekilas Mengenai Efek Samping Vaksin COVID-19
Seperti vaksin lain, pemberian vaksin COVID-19 dapat menyebabkan efek samping, baik reaksi lokal pada daerah suntikan maupun reaksi sistemik. Efek samping biasanya timbul dalam waktu 24–48 jam setelah vaksinasi, dan sebagian besar hilang sendiri setelah 3–4 hari. Namun, beberapa kasus dapat bertahan hingga hitungan minggu. Studi oleh Riad et al, yang melibatkan 877 orang penerima vaksin COVID-19, menemukan bahwa sekitar 4,4% subjek mengalami efek samping hingga lebih dari 1 minggu.[3,4]
Efek samping lokal dapat berupa nyeri, bengkak, gatal, panas, kemerahan, hingga memar pada daerah suntikan. Sedangkan efek samping sistemik di antaranya gejala mirip flu, seperti nyeri kepala, kelelahan, nyeri otot dan sendi, demam, meriang, atau menggigil. Efek samping lain adalah reaksi alergi, seperti ruam dan sensasi terbakar pada kulit, hingga bengkak pada wajah dan bibir.[1-4]
Probabilitas Gejala Flu Setelah Vaksin Vs Gejala COVID-19
Probabilitas gejala flu setelah pemberian vaksin COVID-19 berbeda pada tiap jenis vaksinnya. Saat ini, vaksin COVID-19 yang telah mempublikasikan data efek samping gejala mirip flu adalah vaksin Pfizer-BioNTech, vaksin Astrazeneca, dan vaksin Moderna.
Meskipun berpotensi menyebabkan gejala flu, pemberian vaksin COVID-19 akan mengurangi risiko terinfeksi COVID-19. Efikasi vaksin Pfizer-BioNTech mencapai 95%, vaksin AstraZeneca 67%, dan vaksin Moderna 94%. Sedangkan hasil uji tingkat efikasi vaksin Sinovac di Bandung mencapai 65,3%.[5,6,10]
Dengan adanya pengurangan risiko infeksi, maka gejala flu setelah pemberian vaksin COVID-19 kemungkinan besar disebabkan oleh efek samping vaksin bila onset gejala sesuai dengan waktu pemberian vaksinasi.[5,6]
Perbedaan Gejala Flu Setelah Vaksin dengan Gejala COVID-19
Flu like syndrome setelah vaksin COVID-19 dapat memberikan gambaran yang mirip dengan gejala awal COVID-19. Selain itu, vaksin COVID-19 tidak langsung memberikan kekebalan terhadap infeksi, sehingga seseorang setelah divaksin tetap dapat terpapar dan terinfeksi virus SARS-CoV-2.
Terdapat tiga faktor utama yang dapat menjadi dasar untuk membedakan gejala mirip flu setelah vaksin dengan gejala COVID-19, yaitu:
- Onset: gejala mirip flu akibat vaksin biasanya segera dirasakan dalam waktu 24−48 jam pertama setelah disuntik
- Durasi: gejala mirip flu akibat vaksin akan hilang dalam 3 hari, sedangkan gejala infeksi umumnya bertahan lebih lama sesuai perjalanan penyakit
- Gejala tambahan: gejala flu pada COVID-19 akan disertai gejala lain, seperti anosmia, disgeusia, batuk persisten, atau sesak, yang tidak ditemui pada reaksi sistemik akibat vaksin[1-4]
Manajemen Gejala Mirip Flu Setelah Vaksin
Jika vaksinator memberikan edukasi pasca vaksin yang baik, sebagian besar pasien dengan gejala mirip flu setelah vaksin tidak akan berobat ke dokter. Namun, beberapa pasien mungkin membutuhkan penanganan khusus, termasuk pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang, dan tata laksana. Hingga saat ini, belum ada pedoman khusus mengenai manajemen pasien flu like syndrome setelah pemberian vaksin COVID-19.
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan untuk menemukan tanda penyakit infeksi, termasuk COVID-19. Penurunan saturasi oksigen serta kelainan pemeriksaan auskultasi toraks, seperti ronkhi dan wheezing, dapat menjadi petunjuk bahwa gejala flu mungkin bukan akibat pemberian vaksin.[3,7,8]
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang umumnya tidak diperlukan pada gejala mirip flu setelah pemberian vaksin. Jika gejala dirasakan lebih dari 3 hari, pemeriksaan penunjang yang dianjurkan adalah pemeriksaan darah, pencitraan, maupun diagnostik COVID-19.[3,7,8]
Pada pemeriksaan darah, infeksi akan menyebabkan leukositosis, leukopenia, limfositopenia, trombositopenia, dan peningkatan C-reactive protein (CRP). Pemeriksaan pencitraan, seperti rontgen toraks atau CT scan, biasanya memberikan hasil normal pada COVID-19 awal, asimtomatik, atau gejala ringan. Jika tampak gambaran ground-glass opacities, pasien dapat dicurigai mengalami infeksi paru terutama COVID-19.[3,7,8]
Saat ini, tes diagnostik COVID-19 menjadi pemeriksaan definitif untuk menentukan pasien dengan gejala flu terinfeksi virus SARS-CoV-2. Pemeriksaan baku emas COVID-19 adalah RT-PCR (reverse transcription polymerase chain reaction), atau jika tidak tersedia dapat dilakukan RTD-Ag (rapid test antigen). Sampel PCR dapat berasal dari nasofaringeal swab maupun saliva. Pemilihan macam pemeriksaan diagnostik telah ditetapkan berdasarkan definisi kasus oleh Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor HK.01.07/MENKES/4641/2021.[3,7-9]
Tata Laksana
Flu like symptoms setelah pemberian vaksin biasanya tidak membutuhkan penatalaksanaan khusus. Efek samping setelah vaksin, baik lokal maupun sistemik, akan hilang sendiri tanpa terapi. Pasien dianjurkan untuk beristirahat, atau jika diperlukan dapat diberikan terapi suportif, misalnya paracetamol untuk mengatasi demam dan nyeri.[2,3]
Apabila gejala flu pada pasien bukan akibat pemberian vaksin melainkan karena COVID-19, maka pemberian terapi disesuaikan dengan derajat gejala. Rujukan ke fasilitas kesehatan yang lebih lengkap dapat dilakukan pada pasien dengan gejala yang memburuk.[2,3,8,9]
Flu like syndrome setelah vaksin COVID-19 tidak menjadi penghalang pemberian dosis kedua. Semua vaksin COVID-19 yang mendapat emergency use authorization (EUA) telah melalui tahapan uji klinik keamanan, imunogenisitas, dan efikasi, sehingga penggunaannya lebih bermanfaat daripada risiko efek samping yang mungkin ditimbulkan.[2,3]
Kesimpulan
Pemberian vaksin COVID-19 dapat menyebabkan efek samping atau kejadian ikutan pasca imunisasi (KIPI). Salah satu efek samping sistemik adalah gejala mirip flu (flu like syndrome), termasuk demam, meriang, nyeri kepala, nyeri otot dan sendi, dan kelelahan. Gejala mirip flu akibat pemberian vaksin dapat meresahkan pasien atau dokter, karena sama dengan gejala yang dijumpai pada penyakit infeksi termasuk COVID-19.
Selain itu, tubuh membutuhkan waktu untuk membentuk kekebalan terhadap infeksi virus SARS-CoV-2 setelah vaksin. Gejala mirip flu setelah pemberian vaksin memiliki tiga karakteristik utama, yaitu onset segera dalam waktu 24−48 jam setelah pemberian vaksin; durasi tidak lebih dari 3 hari dan akan hilang dengan sendirinya; serta tidak disertai gejala penyerta lainnya, seperti anosmia, disgeusia, sesak, atau batuk persisten.
Perlu dipahami bahwa gejala flu setelah pemberian vaksin lebih banyak karena efek samping vaksin daripada pasien terinfeksi COVID-19.
Oleh karena itu, hanya pasien dengan gejala mirip flu setelah vaksin yang berkepanjangan atau memburuk yang memerlukan penanganan lebih lanjut. Flu like syndrome setelah vaksin bukan kontraindikasi seseorang mendapatkan dosis berikutnya.