Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia (BPOM RI) telah menerbitkan Emergency Use Authorization (EUA) untuk vaksin COVID-19 produksi Sinovac Biotech pada tanggal 11 Januari 2021. Vaksin yang dikenal juga dengan nama CoronaVac ini telah menjalani uji klinis fase 3 di Indonesia, Turki, dan Brasil sejak tahun 2020 dan masih terus dipelajari hingga saat ini.
Di Indonesia, uji klinis fase 3 untuk CoronaVac dilakukan di Bandung oleh Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran, dengan jumlah subjek mencapai 1600 orang. Hasil dari uji klinis fase 3 di Turki, Brasil, maupun Bandung memang belum dipublikasikan secara final pada jurnal ilmiah apa pun, tetapi data interim telah diumumkan dan dijadikan landasan keputusan BPOM untuk menerbitkan EUA.
Data Interim terkait Keamanan Vaksin COVID-19 Produksi Sinovac
Sesuai dengan konferensi pers yang diadakan oleh BPOM pada 11 Januari 2021, hasil uji klinis fase 3 CoronaVac selama 3 bulan (di ketiga negara) menunjukkan bahwa vaksin ini bersifat aman. Efek samping yang timbul dilaporkan hanya berderajat ringan hingga sedang. Efek samping lokal dapat berupa nyeri, iritasi, dan pembengkakan, sedangkan efek samping sistemik dapat berupa nyeri otot, fatigue, dan demam.
Prevalensi efek samping dengan derajat berat seperti sakit kepala, gangguan kulit, dan diare dilaporkan hanya mencapai 0.1–1.0%. Efek samping tersebut juga dilaporkan tidak berbahaya dan dapat pulih seiring berjalannya waktu. Secara umum, efek samping ini juga ditemukan pada subjek yang mendapatkan plasebo.
Data Interim terkait Efikasi Vaksin COVID-19 Produksi Sinovac
Sesuai pengumuman dari BPOM, hasil uji klinis fase 3 CoronaVac selama 3 bulan (di ketiga negara) menunjukkan bahwa vaksin sinovac ini mampu membentuk antibodi terhadap SARS-CoV-2. Data dari uji klinis di Bandung menunjukkan bahwa 14 hari pascainjeksi, tingkat seropositif adalah 99.74%. Lalu, 3 bulan pascainjeksi, tingkat seropositif adalah 99.23%. Persentase ini dinilai cukup konsisten.
Sementara itu, tingkat efikasi CoronaVac untuk melindungi terhadap COVID-19 menurut data interim dari Bandung adalah 65.3%. Hal ini berbeda dengan tingkat efikasi yang dilaporkan di Turki (91.25%) dan di Brasil (78%) tetapi dinilai cukup memuaskan.
Dasar Keputusan BPOM untuk Menerbitkan EUA
BPOM RI menerbitkan EUA untuk CoronaVac dengan mempertimbangkan syarat dari World Health Organization (WHO). Syarat tersebut adalah sebagai berikut:
- Telah ditetapkan adanya kedaruratan kesehatan masyarakat oleh pemerintah
- Terdapat cukup bukti ilmiah terkait aspek keamanan dan efikasi obat atau vaksin untuk mencegah, mendiagnosis, atau mengobati penyakit yang mengancam jiwa berdasarkan data nonklinis, data klinis, dan pedoman penatalaksanaan penyakit
- Memiliki mutu yang memenuhi standar yang berlaku dengan cara pembuatan obat yang baik
- Memiliki manfaat yang lebih besar daripada risiko berdasarkan kajian data klinis maupun nonklinis untuk indikasi yang dianjurkan
- Belum ada alternatif pengobatan atau penatalaksanaan yang memadai dan yang disetujui untuk diagnosis, pencegahan, atau pengobatan penyakit yang menjadi penyebab kedaruratan kesehatan masyarakat
Selain itu, BPOM juga menyatakan bahwa CoronaVac telah memenuhi ketentuan WHO perihal vaksin yang boleh mendapatkan EUA. Ketentuan tersebut adalah vaksin wajib memiliki data hasil pemantauan efikasi dan keamanan selama minimal 3 bulan, dengan hasil efikasi minimal sebesar 50%.
Mengingat angka efikasi yang didapatkan setelah 3 bulan uji klinis di Bandung adalah 65.3%, BPOM dapat secara resmi menerbitkan EUA untuk penggunaan CoronaVac. BPOM menyatakan bahwa keputusan ini diambil setelah diskusi komprehensif bersama Komite Nasional Penilai Obat, Indonesian Technical Advisory Group on Immunization (ITAGI), dan ahli epidemiologi.