Penggunaan tabir surya apakah dapat mempengaruhi sintesis vitamin D pada lapisan epidermis dan dermis. Kekhawatiran ini mungkin muncul pada individu yang secara rutin menggunakan tabir surya, terutama yang tinggal di daerah tropis.
Tabir surya telah menjadi agen proteksi kulit terhadap radiasi ultraviolet (UV) yang populer dalam 40 tahun terakhir. Tabir surya dibuat untuk mencegah penetrasi radiasi UV ke dalam kulit, karena radiasi UV dapat menyebabkan berbagai masalah misalnya tanning, sunburn, aging skin, dan gangguan pigmen kulit seperti melasma, efelid, dan lentigo. Radiasi UV dipercaya sebagai faktor risiko kondisi imunosupresi pada sel Langerhans, dan karsinogenesis seperti karsinoma sel basal, karsinoma sel skuamosa, dan melanoma.[1,2]
Radiasi Ultraviolet
Radiasi UV matahari berdasarkan panjang gelombangnya dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu UVA (320−400 nm), UVB (280−320 nm), dan UVC (100−280 nm). Radiasi UV matahari yang sampai ke permukaan bumi hanya <5%, dipengaruhi oleh lapisan ozon, awan, polutan, embun, dan lokasi permukaan bumi. UVC memiliki sifat germisida, tetapi diabsorbsi secara total oleh oksigen dan ozon. [1-3]
UVA dapat menembus stratum korneum dan mencapai stratum basal, sehingga lebih banyak diserap oleh melanin dan menyebabkan perubahan warna kulit menjadi lebih gelap. Radiasi UVA dapat merusak kolagen, menyebabkan kerutan kulit, dan turut berkontribusi besar dalam proses terbentuknya kanker kulit, bersama dengan UVB.[1]
UVB terdispersi pada stratum korneum sebesar 70%, mencapai stratum spinosum 20%, dan mencapai lapisan dermis superfisial hanya 10%. UVB berperan dalam pembentukan vitamin D3 di kulit, terutama pada panjang gelombang 293 nm. Namun, UVB memiliki energi yang lebih besar sehingga lebih berperan terhadap karsinogenesis. [1-3]
Peran Ultraviolet dalam Sintesis Vitamin D
UV memegang peranan penting dalam pembentukan previtamin D3 dari prekursor vitamin D. Proses ini terjadi pada lapisan epidermis dan dermis kulit. Vitamin D dibutuhkan oleh tubuh untuk tulang, imunitas, dan regulasi hormon.[1-3]
Gambar 1. Proses Biosintesis dan Metabolisme Vitamin D (Sumber: dr SK Sulistyaningrum, 2021)
Faktor yang Mempengaruhi Sintesis Vitamin D
Sintesis vitamin D endogen dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal adalah usia, jenis kelamin, genetik, tipe kulit, kesehatan, pakaian, luas permukaan tubuh yang terpapar, dan kebiasaan berjemur. Sedangkan faktor eksternal utama adalah dosis UVB (intensitas dan waktu paparan), iklim, cuaca, dan polusi. [4,5,11]
Populasi Indonesia sebagian besar memiliki tipe kulit 4 atau 5 sehingga membutuhkan durasi paparan sinar matahari yang lebih panjang. Penelitian di Jakarta pada wanita usia lanjut menunjukkan bahwa intensitas UVB tertinggi ditemukan pada pukul 11.00−13.00 siang, di mana subjek diminta berjemur pada pukul 9 pagi selama 25 menit sebanyak 3 kali dalam seminggu. Setelah 6 minggu, konsentrasi calcitriol dalam serum diperiksa. Penelitian ini menunjukkan berjemur pada waktu dan durasi yang tepat merupakan faktor penting yang mempengaruhi sintesis vitamin D endogen dalam kulit. [4,5,11]
Tabel 1. Konsentrasi Calcitriol dalam Serum dan Interpretasinya
Peran Tabir Surya terhadap Kulit
Tabir surya (sunscreen) adalah senyawa fotoprotektif baik filter organik dan anorganik. Karakteristik dasar yang harus dimiliki setiap produk tabir surya adalah resisten, hipoalergenik, stabil di bawah cahaya, dan tidak diabsorpsi ke dalam kulit.[1,3]
Tabir surya bekerja dengan mengabsorbsi radiasi UV tanpa membentuk senyawa intermediate maupun produk akhir yang reaktif dan berbahaya bagi kulit. Selain mengabsorbsi radiasi UV, penelitian menemukan bahwa tabir surya dapat mencegah kerusakan DNA akibat CPD dan imunosupresi yang disebabkan oleh radiasi UV, terutama dengan panjang gelombang 295 nm.[1,3-4]
Penggunaan tabir surya yang tepat adalah 15−30 menit sebelum paparan sinar matahari, dan diulang setiap 2 jam. Selain itu, tabir surya juga harus diaplikasikan ulang setelah melakukan aktivitas yang dapat menghapus tabir surya pada kulit, misalnya berenang dan berkeringat. [1]
Dampak Penggunaan Tabir Surya Terhadap Sintesis Vitamin D
Tabir surya terutama digunakan untuk mencegah radiasi UVB, tetapi justru UVB merupakan faktor penting dalam sintesis vitamin D endogen. Oleh karena itu, berbagai penelitian mengenai hubungan radiasi UV, penggunaan tabir surya, dan kadar vitamin D dalam tubuh terus dilakukan.
Passeron et al pada tahun 2019 melakukan tinjauan sistematik terhadap berbagai penelitian mengenai efek samping yang dapat muncul dari penggunaan tabir surya terhadap sintesis vitamin D. Tinjauan ini menunjukkan bahwa penggunaan tabir surya memiliki efek yang minimal terhadap status vitamin D, walaupun spektrum UV keduanya saling beririsan. Salah satu penyebabnya adalah aplikasi tabir surya yang kurang optimal menyebabkan efektivitas tabir surya turut berkurang.[4]
Penelitian oleh Grigalavicius et al menggunakan tabir surya dengan kombinasi filter organik dan anorganik. Penelitian menunjukkan bahwa aplikasi yang biasa digunakan sehari-hari berkisar 0,8−1 mg/cm2. Jumlah ini dibawah rekomendasi penggunaan tabir surya yaitu 2 mg/cm2. Hal ini menyebabkan sebagian radiasi UV tetap masuk ke dalam kulit. Penelitian oleh Singh et al melaporkan bahwa tidak ada korelasi antara jumlah tabir surya yang digunakan dengan perubahan konsentrasi calcitriol dalam serum. [12,13]
Neale et al menyebutkan bahwa tidak ada bukti yang kuat mengenai penggunaan tabir surya dapat mengurangi konsentrasi calcitriol dalam serum. Oleh karena itu, rekomendasi penggunaan tabir surya sebagai pencegahan kanker kulit tidak perlu dikhawatirkan. Penelitian oleh Young et al juga melaporkan bahwa penggunaan tabir surya dapat mencegah eritema, namun tidak mengganggu sintesis vitamin D. Tabir surya yang memfilter radiasi UVA memungkinkan sintesis vitamin D yang lebih besar karena dapat mentransmisikan radiasi UVB lebih banyak.[14,15]
Berbagai penelitian tersebut hanya terbatas pada tabir surya dengan SPF yang relatif rendah, atau jumlah yang tidak adekuat meskipun SPF yang digunakan cukup tinggi. Namun, pada kenyataannya demikianlah praktek penggunaan tabir surya sehari-hari di populasi umum.
Kesimpulan
Penggunaan tabir surya yang bekerja memproteksi penetrasi UV ke kulit dikhawatirkan dapat mengganggu sintesis vitamin D pada kulit. Faktanya, penelitian membuktikan bahwa penggunaan tabir surya tidak menurunkan konsentrasi vitamin D aktif dalam serum. Sehingga penggunaan tabir surya dapat direkomendasikan sebagai pencegahan terhadap dampak negatif radiasi UV terhadap kulit.[1-3]
Indonesia adalah negara beriklim tropis yang terletak pada garis ekuator sehingga menerima cahaya matahari yang lebih banyak. Populasi Indonesia sebagian besar memiliki tipe kulit 4 atau 5 sehingga membutuhkan durasi paparan sinar matahari yang lebih panjang. Oleh karena itu, untuk menjamin sintesis vitamin D yang optimal maka sangat dianjurkan untuk berjemur pada waktu dan durasi yang tepat.
Berdasarkan penelitian di Jakarta, berjemur pada pukul 9 pagi selama 25 menit sebanyak 3 kali dalam seminggu terbukti dapat meningkatkan calcitriol dalam serum setelah 6 minggu. Untuk aktivitas yang terpajan UV dalam waktu lama, sebaiknya menggunakan pakaian tertutup selain menggunakan tabir surya.