Antibiotik sering digunakan dalam penatalaksanaan serangan asthma. Asma adalah gangguan pernafasan kronik, yang ditandai oleh adanya wheezing, batuk, sesak nafas, dan dada yang terasa sesak. Beratnya gejala dan limitasi aliran udara pada asma dapat bervariasi. Gejala asma biasa memburuk pada malam dan dini hari.[1,2]
Terkadang, pasien mengalami serangan asma secara akut, atau disebut eksaserbasi, yang menyebabkan morbiditas, bahkan dapat membahayakan nyawa. Serangan asma dapat dipicu oleh berbagai faktor, misalnya olahraga, paparan terhadap alergen atau iritan, perubahan cuaca, atau infeksi virus pada saluran pernapasan.[2]
Sekitar 60–70% eksaserbasi asma berhubungan dengan infeksi virus, yang paling sering adalah rhinovirus (RV). Selain itu, terdapat beberapa virus lain yang dapat menyebabkan eksaserbasi, antara lain respiratory syncytial virus (RSV) tipe A dan B, bocavirus, parainfluenza 3 virus, dan adenovirus.[3]
Terkadang, infeksi bakteri juga dapat menyebabkan eksaserbasi. Beberapa jenis bakteri yang dilaporkan ditemukan pada pasien dengan eksaserbasi asma, antara lain Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenzae, Moraxella catarrhalis, Klebsiella pneumoniae, Staphylococcus aureus, Acinetobacter baumannii, dan Pseudomonas aeruginosa.[4,5]
Hingga saat ini, berbagai pedoman internasional belum merekomendasikan penggunaan antibiotik secara rutin dalam tata laksana serangan asma. Sebaiknya, antibiotik hanya diberikan bila ada tanda, gejala, atau hasil pemeriksaan penunjang yang jelas mendukung infeksi bakterial sebagai pemicu serangan asma.[1,6]
Penggunaan Antibiotik pada Serangan Asthma
Antibiotik makrolid sering digunakan untuk mengatasi infeksi saluran pernapasan atau untuk inflamasi pada saluran pernapasan. Selain berfungsi sebagai bakteriostatik, antibiotik dari golongan markolid, misalnya azithromycin dan clarithromycin, memiliki efek antiinflamasi dan antiviral. Namun, sangat sedikit penelitian yang menilai efektivitas makrolid pada eksaserbasi asma.[7,8]
Tinjauan sistematis Cochrane pada tahun 2018 menemukan bahwa pemberian antibiotik saat terjadi serangan asma mungkin bisa lebih baik dalam memperbaiki gejala asma, dibandingkan penanganan standar atau placebo.[2]
Namun, perbaikan ini tidak konsisten pada semua studi yang disertakan dalam metaanalisis. Selain itu, sebagian besar subjek adalah pasien yang datang ke instalasi gawat darurat, sehingga hasil metaanalisis ini sulit untuk digeneralisasikan ke populasi penderita asma pada umumnya.[2]
Penggunaan Antibiotik pada Pasien Asma Pediatrik
Alasan lain penggunaan antibiotik pada serangan asma adalah karena misdiagnosis, terutama pada anak-anak. Studi kohort oleh Baan, et al. pada tahun 2018 mendapatkan anak dengan asma lebih sering mendapatkan antibiotik, dibandingkan anak tanpa asma. Indikasi peresepan antibiotik tersering berupa bronkitis dan eksaserbasi asma.[8]
Hal ini mungkin disebabkan karena infeksi saluran pernapasan pada anak dengan asma disertai dengan gejala klinis yang variatif, sehingga dokter sulit membedakan dengan infeksi bakterial.[8]
Antibiotik untuk Mencegah Eksaserbasi pada Asma Persisten
Uji klinis acak tersamar ganda oleh Gibson, et al. pada tahun 2017 menilai manfaat azithromycin oral untuk menurunkan frekuensi eksaserbasi asma. Studi melibatkan pasien berusia 18 tahun atau lebih, dengan asma yang tidak terkontrol, meskipun telah menggunakan inhaled corticosteroids dan long-acting bronchodilator. Pasien mendapatkan azithromycin 500 mg, sebanyak 3 kali per minggu, atau plasebo selama 48 minggu.[9]
Azithromycin ditemukan dapat menurunkan eksaserbasi, dibandingkan dengan plasebo. Proporsi pasien yang mengalami eksaserbasi pada kelompok azithromycin lebih rendah dibanding kelompok plasebo, yaitu 44% dan 61%. Studi ini menyatakan azithromycin mungkin bermanfaat sebagai terapi tambahan pada asma persisten.[9]
Kesimpulan
Pemberian antibiotik pada serangan asthma hanya didukung bukti mutakhir yang lemah. Pemberian antibiotik pada serangan asma sebaiknya dibatasi hanya pada kasus-kasus serangan asma yang menunjukkan tanda, gejala, atau pemeriksaan penunjang yang mendukung ke arah infeksi bakterial sebagai pemicunya.
Sebagian besar infeksi yang memicu serangan asma adalah infeksi viral, sehingga tidak membutuhkan antibiotik. Penggunaan antibiotik yang tidak sesuai indikasi berhubungan dengan peningkatan resistensi antibiotik, yang dapat mengakibatkan biaya kesehatan lebih mahal, masa rawat yang lebih panjang, dan peningkatan mortalitas.[10]
Direvisi oleh: dr. Livia Saputra