Steroid sudah umum digunakan dalam penatalaksanaan meningitis bakterial karena diduga bermanfaat dalam menurunkan risiko mortalitas dan komplikasi seperti gangguan pendengaran. Meningitis merupakan peradangan pada lapisan meninges sistem saraf pusat, dimana penyebab tersering pada dewasa adalah infeksi bakteri. Pemberian antibiotik merupakan tata laksana utama dalam penanganan meningitis bakterial. Di sisi lain, manfaat pemberian steroid sebagai terapi tambahan dalam meningitis bakterial masih menuai perdebatan.
Peran Steroid dalam Patofisiologi Meningitis Bakterial
Manifestasi klinis dari meningitis merupakan hasil dari interaksi yang kompleks antara patogen dan respons inflamasi dari inang. Pada studi hewan coba didapatkan bahwa komponen utama yang menginduksi inflamasi dan kerusakan sawar darah otak adalah dinding sel bakteri. Dinding sel bakteri yang terdiri dari teichoic acid dan peptidoglikan dapat mencetuskan respons inflamasi dan disfungsi dari sawar darah otak karena adanya leukosit, deregulasi vaskular, vaskulitis, dan peningkatan tekanan intrakranial.
Selain itu, pelepasan sitokin proinflamasi seperti interleukin-1, interleukin-6, dan tumor necrosis factor juga meningkatkan respons inflamasi. Studi juga menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi bakteri dan partikel hasil penghancuran bakteri, semakin hebat respons inflamasi yang dihasilkan dan oleh karena itu semakin meningkatkan risiko kerusakan neurologis.
Pada meningitis bakterial, steroid berperan untuk membatasi produksi mediator inflamasi, seperti IL-1, IL-6, dan TNF. Selain itu, steroid dapat membantu menurunkan edema sehingga tidak mengganggu aliran cairan serebrospinal dan membantu menurunkan tekanan serebral. Steroid juga dinilai dapat membantu menurunkan risiko komplikasi meningitis, seperti kehilangan pendengaran atau kecacatan akibat meningitis.[1,2]
Bukti Ilmiah Terkait Penggunaan Steroid dalam Tata Laksana Meningitis Bakterial
Dalam tinjauan Cochrane (2015) dilakukan evaluasi dari haris 25 uji klinis dengan total 4121 partisipan. Tinjauan ini menunjukkan bahwa pemberian steroid dapat menurunkan risiko komplikasi gangguan pendengaran dan neurologis akibat meningitis bakterial. Meski demikian, tidak ditemukan manfaat terkait mortalitas keseluruhan.[3]
Dalam meta analisis lain (2020), dilakukan evaluasi terhadap 9 uji klinis dengan total 1002 partisipan. Studi ini mengevaluasi efikasi steroid yang dijadikan terapi adjuvan terhadap antibiotik dibandingkan penggunaan antibiotik saja. Hasil analisis menunjukkan bahwa pasien meningitis yang mendapat steroid memiliki risiko lebih rendah mengalami komplikasi gangguan pendengaran dibandingkan mereka yang mendapat antibiotik saja. Studi ini juga menunjukkan adanya penurunan risiko mortalitas pada pasien yang mendapat steroid. Tidak ada perbedaan kejadian efek samping antara kedua kelompok intervensi.[4]
Hasil berbeda dilaporkan dalam sebuah studi retrospektif berbasis epidemiologi di Taiwan. Studi yang melibatkan 15.037 data pasien ini menunjukkan bahwa penggunaan steroid dalam kasus meningitis bakterial berkaitan dengan peningkatan kejadian kasus fulminan dan luaran yang lebih buruk. Case fatality rate ditemukan lebih tinggi pada kelompok yang mendapat steroid dibandingkan placebo (20% vs 11%).[5]
Faktor yang Diduga Mempengaruhi Luaran Pasien Meningitis Bakterial yang Mendapat Steroid
Beberapa bukti ilmiah mengindikasikan bahwa terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi luaran pasien meningitis bacterial yang mendapat steroid, seperti jenis antibiotik yang digunakan. Pada kasus meningitis bakterial yang diterapi dengan sefalosporin generasi ketiga dan vancomycin, reaksi inflamasi dalam ruang subaraknoid yang memperberat morbiditas dapat terjadi, dimana reaksi ini diduga dapat dikurangi dengan pemberian steroid.
Pemberian steroid juga diduga akan lebih bermanfaat untuk patogen tertentu. Telah ada studi yang mengindikasikan bahwa steroid bermanfaat pada meningitis bacterial akibat S. pneumoniae. Sementara itu, pada meningitis akibat L. monocytogenes dan C. neoformans, pemberian steroid berhubungan dengan luaran yang lebih buruk.[6]
Risiko Delayed Cerebral Injury Akibat Pemberian Steroid pada Meningitis Bakterial
Pemberian steroid pada meningitis bakterial juga diduga berhubungan dengan kejadian delayed cerebral injury (DCI). DCI adalah kondisi dimana terdapat perbaikan pada periode awal perawatan namun diikuti dengan perburukan yang mendadak dalam beberapa hari setelahnya. DCI memiliki gejala kejang, penurunan kesadaran, dan defisit neurologis yang diduga berhubungan dengan infark serebri. Dalam sebuah studi retrospektif yang melibatkan 120 pasien meningitis bakterial, DCI dilaporkan terjadi pada 4,1% pasien dewasa dan diduga berhubungan dengan pemberian steroid.[7]
Mekanisme kejadian DCI masih belum banyak dipahami, tetapi diduga berhubungan dengan peningkatan aktivitas protein dan faktor koagulasi. Pada sebuah penelitian oleh Engelen-Lee dkk, hasil otopsi dan histopatologi otak pasien menunjukkan inflamasi vaskular atau vaskulitis, tromboemboli pembuluh darah besar, dan aneurisma intrakranial yang terinfeksi terjadi pada pasien dengan meningitis pneumokokal yang mengalami DCI.[8]
Kesimpulan
Manfaat pemberian steroid pada kasus meningitis bakterial masih kontroversial. Beberapa bukti ilmiah menunjukkan manfaat pemberian steroid dalam menurunkan sekuele gangguan pendengaran dan neurologi. Tetapi ada pula studi yang menunjukkan bahwa pemberian steroid berkaitan dengan luaran yang lebih buruk dan peningkatan kejadian kasus fulminan. Steroid juga telah dihubungkan dengan risiko delayed cerebral injury. Oleh karenanya, studi lebih lanjut masih diperlukan, yaitu dalam bentuk uji klinis acak terkontrol skala besar yang melibatkan area dengan berbagai ras, etnis, dan kondisi sosioekonomi.
Penulisan pertama oleh: dr. Gisheila Ruth Anggitha