Penghentian pemberian statin dianggap dapat bermanfaat pada pasien dementia karena meminimalisir polifarmasi dan efek kognitif. Beberapa studi menyatakan bahwa statin dapat memperburuk gangguan kognitif pada pasien dementia. Pemberian statin dosis tinggi atau statin lipofilik dapat meningkatkan kadar obat di sistem saraf pusat sehingga menurunkan sintesis kolesterol yang diduga menyebabkan perburukan gangguan kognitif tersebut. Selain itu, polifarmasi pada pasien dementia dapat menyebabkan perubahan farmakokinetik dan farmakodinamik yang meningkatkan risiko morbiditas.[1-3]
Manfaat dan Risiko Penghentian Pemberian Statin pada Pasien Dementia
Statin merupakan inhibitor enzim 3-hydroxy-3-methyl-glutaryl-coenzyme (HMG-CoA) reductase yang dibutuhkan untuk biosintesis kolesterol. Statin, seperti simvastatin dan atorvastatin, merupakan terapi hiperlipidemia yang paling umum digunakan. Statin terbukti bermanfaat dalam menurunkan risiko penyakit kardiovaskular dan stroke iskemik.
Secara umum, statin dapat ditoleransi dengan baik. Meski demikian, statin memiliki efek myotoksisitas dan hepatotoksisitas, dapat meningkatkan risiko diabetes mellitus tipe 2 dan katarak, serta menghalangi metabolisme obat seperti clarithromycin. Polifarmasi yang banyak ditemukan pada pasien dementia membuat risiko ini semakin tinggi.[2,4]
Selain itu, terdapat hipotesis bahwa potensi antiinflamasi dan proteksi vaskuler yang dimiliki statin dapat bermanfaat bagi pasien dementia. Namun, juga terdapat teori lain bahwa pemberian statin pada pasien dementia tidak bermanfaat dan dapat menambah distres bagi pasien yang memiliki disabilitas berat dan kesulitan makan.[4,5]
Studi Mengenai Risiko Penghentian Pemberian Statin
Sebuah studi kohort (2021) yang melibatkan 29.047 partisipan lansia menemukan bahwa penghentian terapi statin pada lansia dengan polifarmasi berkaitan dengan peningkatan risiko rawat inap akibat gagal jantung dan kondisi kardiovaskular lain. Penghentian statin juga berkaitan dengan peningkatan angka kematian segala penyebab dan admisi gawat darurat segala penyebab. Penyederhanaan polifarmasi pada populasi pasien ini tidak menurunkan kunjungan ke unit gawat darurat akibat gejala neurologi, termasuk episode delirium.[6]
Studi Mengenai Manfaat Penghentian Pemberian Statin
Pada tahun 2012, FDA Amerika Serikat menyatakan bahwa statin berpotensi menyebabkan gangguan kognitif yang bersifat transien dan reversibel. Terdapat bukti ilmiah yang melaporkan bahwa terjadi peningkatan fungsi kognitif bermakna pada pasien dementia yang berhenti mengonsumsi statin.[2,7] Gejala utama yang dilaporkan adalah gangguan memori jangka pendek. Gangguan tersebut akan mengalami resolusi setelah konsumsi statin dihentikan dan rekuren jika terapi dimulai kembali.[8,9]
Risiko terjadinya gangguan kognitif reversibel pada pasien dementia yang mengonsumsi statin berkisar antara 0,1 hingga 1%. Terdapat laporan yang menunjukkan bahwa pasien yang mengonsumsi simvastatin mengalami gangguan kognitif minor pada tes neuropsikiatri, tetapi mengalami gangguan mayor dalam fungsi sehari-hari. Risiko ini dilaporkan lebih banyak ditemukan pada konsumsi statin lipofilik poten, seperti atorvastatin dan simvastatin, dibandingkan pada statin hidrofilik, seperti pravastatin, rosuvastatin, dan fluvastatin.[8,10,11]
Anjuran Penghentian Statin Pada Pasien Dementia
Hingga kini belum ada bukti ilmiah yang cukup untuk memandu penggunaan ataupun penghentian statin pada pasien dementia. Masih belum diketahui dengan jelas apakah manfaat menggunakan statin lebih besar dibandingkan risikonya pada orang dengan dementia. Oleh sebab itu, pengambilan keputusan perlu melibatkan pasien dan keluarga dengan memperhatikan tingkat keparahan gejala dementia, kualitas hidup, adanya komorbiditas (misalnya dislipidemia berat, obesitas, atau sindrom metabolik), faktor risiko kejadian tromboemboli, dan kemungkinan penghentian sementara terapi statin pada pasien.
Apabila diputuskan untuk meneruskan terapi statin, pasien dan keluarga perlu diedukasi terkait bahaya polifarmasi dan kemungkinan perburukan gejala kognitif dan memori. Bila diputuskan untuk menghentikan terapi statin, potensi risiko kardiovaskular dan serebrovaskular perlu didiskusikan.
Untuk membantu dokter mengambil keputusan klinis yang lebih berbasis bukti terkait penghentian statin pada pasien dementia, perlu dilakukan uji klinis acak terkontrol dengan jumlah sampel yang besar dan durasi studi yang lebih panjang.[1,12]
Kesimpulan
Pasien dementia umumnya berusia lanjut dan memiliki berbagai komorbiditas yang memaparkan mereka pada polifarmasi, termasuk statin. Polifarmasi sendiri akan meningkatkan risiko efek samping statin pada pasien dementia, termasuk myotoksistas dan hepatotoksitas. Sebagai tambahannya, terdapat bukti ilmiah yang menunjukkan bahwa statin meningkatkan risiko gangguan kognitif reversibel pada pasien dementia. Meski demikian, hingga kini belum ada cukup bukti yang dapat memandu dokter untuk memutuskan menghentikan atau melanjutkan terapi statin pada pasien dementia. Uji klinis acak terkontrol dengan jumlah sampel adekuat dan durasi studi lebih panjang masih diperlukan untuk mengetahui dengan lebih pasti apakah manfaat menggunakan statin lebih besar dibandingkan risikonya pada orang dengan dementia.