Meskipun banyak studi yang melaporkan gejala neuropsikiatri berhubungan dengan infeksi COVID-19, tetapi bukti langsung keterlibatan virus ini terhadap fungsi kognitif masih belum diketahui.[1-3] Beberapa faktor risiko dan mekanisme yang mendasari gangguan kognitif pada penderita dengan infeksi COVID-19 masih diperdebatkan dalam berbagai studi yang terus berkembang. Dalam studi Miner et. al, menunjukkan dua pertiga penderita COVID-19 mengalami gangguan sistem saraf pusat, salah satunya berdampak pada fungsi kognitif.[2]
Faktor Risiko Penurunan Kognitif pada Infeksi COVID-19
Beberapa faktor risiko dari penurunan kognitif pada penderita COVID-19 antaralain genetika (alel ApoE4), gaya hidup, penyakit inflamatori, dan riwayat infeksi virus maupun bakteri sebelumnya.[1] Dalam studi Baker et. al, mencatat beberapa faktor risiko lain yang turut berkontribusi antara lain usia lanjut, komorbiditas medis seperti hipertensi (40-60%), diabetes mellitus (20-40%, obesitas (40-50%) dan merokok.[4] Berdasarkan suatu studi populasi didapatkan 26% penderita neuropsikiatri dengan COVID-19 memiliki sindrom seperti demensia dengan rerata usia 71 tahun.[5]
Dampak COVID-19 terhadap Penurunan Kognitif
Studi lain menunjukkan bahwa gangguan kognitif (terutama gangguan atensi dan eksekutif) terjadi pada 28-56% pasien dengan COVID-19 ringan atau tanpa gejala, yang berkorelasi dengan penurunan ketebalan kortikal di girus rektus kanan, dan di area terkait bahasa.[6] Dalam penelitian ini, ditemukan bahwa SARS-Cov-2 jika mencapai akan menginfeksi astrosit yang berakibat kematian atau disfungsi saraf. Dari penemuan ini yang mendukung bahwa akan ada penurunan sistem kognitif pada otak pasien COVID-19.
Dalam studi cross-sectional, terdapat 46 dari 57 pasien (81%) yang menunjukan defisit kognitif. Penurunan fungsi kognitif terlihat jelas dalam atensi, memori kerja dan pemrosesan, dan ketiganya tergantung dari derajat COVID-19 di rumah sakit.[7] Untuk pasien mengalami proses penurunan ini akan berdampak negatif terhadap kegiatannya sehari-hari, sehingga dibutuhkan konseling yang efektif supaya bisa memulihkan kondisi tersebut. Dalam perjalanan manifestasinya, suatu studi menyebutkan adanya hiposmia berperan sebagai gejala prediktor yang memiliki asosiasi dengan penurunan kognitif pada kasus COVID-19 tetapi hal ini masih dalam tahap eksplorasi.[9]
Mekanisme Penurunan Kognitif pada Infeksi COVID-19
Penurunan kognitif pada pasien yang terinfeksi COVID-19 masih belum dipahami dengan baik. Sehingga beberapa teori akan diusulkan karena masih dalam tahap awal penelitian. Dalam studi Damiano et. al, mengusulkan mekanisme patofisiologi dari penurunan kognitif pada infeksi COVID-19 berupa faktor risiko yang sebenarnya atau mungkin berinteraksi dengan paparan SARS-CoV-2 pada otak.[1] Interaksi ini menginduksi beberapa mekanisme yang berbeda seperti neuroinflamasi, badai sitokin, hiperkoagulabilitas, injuri otak secara langsung, infeksi astrosit, perubahan epigenetik dan stress oksidatif yang kemudian secara bersamaan menginduksi terjadinya abnormalitas pada lobus temporal medial dan/ atau meningkatkan amyloid β. Melalui berbagai jalur yang berbeda itulah terjadi penurunan fungsi kognitif, terutama pada area eksekutif, atensi, bahasa, dan memori.[1]
Baker et. al menjelaskan bahwa ada tiga faktor yang berkontribusi pada penurunan kognitif, seperti faktor risiko pasien, inflamasi yang disebabkan COVID-19 dan perawatan rumah sakit.[4] Faktor risiko yang mengakibatkan kelemahan kognitif adalah pasien lansia, komorbiditas seperti diabetes mellitus, hypertension, obesitas, dan ini mengarah ke penurunan fungsi kognitif. Inflamasi COVID-19 mengakibatkan hypoxia, ischemia dan kerusakan neuronal, ketiga faktor tersebut mengarah pada penurunan fungsi kognitif. Perawatan di rumah sakit dengan infeksi COVID-19, dengan perawatan isolasi atau penggunaan sedasi berat sangan berpengaruh ke status mental pasien, sehingga berdampak negatif terhadap status kognitif pasien.
Kesimpulan
Penurunan sistem kognitif pada pasien pasca COVID-19 masih belum dipahami dengan baik. Infeksi COVID-19 dengan derajat ringan/berat dapat mengakibatkan permasalahan neuropsikiatri khususnya hendaya kognitif. Pasien rawat inap yang stabil secara medis yang pulih dari rawat inap COVID-19 yang berkepanjangan dan memerlukan rehabilitasi rawat inap akut sebelum dipulangkan, umumnya memiliki gangguan dalam perhatian dan fungsi eksekutif termasuk memori kerja, perhatian yang terbagi, dan pengalihan set.
Namun, mekanisme yang mendasari penurunan kognitif pada infeksi COVID-19 masih berkembang. Diperlukan penelitian lebih lanjut dengan populasi yang besar agar diperoleh hasil yang dapat dijadikan sebagai tolak ukur. Selanjutnya, perlu dilakukan studi longitudinal untuk menilai penurunan fungsi kognitif yang terjadi dalam jangka pendek atau panjang. Selain itu, tidak ada banyak data untuk pengobatan penurunan kognitif pada infeksi COVID-19, oleh karena itu diperlukan studi yang lebih komprehensif.