Agen antiinflamasi topikal seperti kortikosteroid, tacrolimus, dan JAK inhibitor, merupakan beberapa pilihan tata laksana pada dermatitis atopik. Berbagai agen antiinflamasi topikal tersebut digunakan untuk mengendalikan gejala dermatitis atopik, tetapi masih ada ketidakpastian mengenai agen mana yang paling efektif dan aman.[1]
Dermatitis atopik atau atopic eczema adalah penyakit kulit inflamasi kronik dengan tingkat kekambuhan tinggi. Lesi pada penyakit ini ditandai dengan papul atau plak berskuama, yang disertai pruritus dan eritema. Terapi topikal merupakan pilihan utama dalam terapi dermatitis atopik. Ini mencakup pemberian pelembab (moisturizer) dan agen antiinflamasi seperti tacrolimus, kortikosteroid, dan JAK inhibitor.[1-3]
Kortikosteroid Topikal
Kortikosteroid topikal merupakan salah satu agen yang paling sering digunakan pada dermatitis atopik. Pemilihan jenis kortikosteroid topikal bergantung berbagai faktor seperti umur pasien, keparahan, lokasi lesi, dan respon terapi sebelumnya. Hal penting yang juga perlu dipertimbangkan adalah tingkat potensi kortikosteroid, bahan pembawa formula, frekuensi pemberian, dan lama penggunaan.
Secara umum, sediaan salep lebih disukai karena bisa sekaligus berfungsi sebagai pelembab, kemungkinan sensasi terbakar lebih rendah dibanding sediaan krim, dan lebih memiliki sedikit bahan tambahan, seperti emulsifiers yang digunakan untuk kestabilan formulasi krim. Formulasi salep pada kortikosteroid topikal juga cenderung lebih poten dibandingkan sediaan krim.[4]
Efek samping lokal penggunaan kortikosteroid topikal, seperti hydrocortisone dan betamethasone, adalah atrofi kulit, penuaan, perubahan warna kulit, telangiektasia, striae dan sensitisasi yang muncul pada penggunaan jangka lama. Efek samping sistemik jarang terjadi akibat penggunaan topikal, tetapi dapat mencakup osteoporosis, gangguan pertumbuhan, dan supresi adrenal.[5]
Tacrolimus Topikal (Inhibitor Kalsineurin)
Tacrolimus adalah obat golongan inhibitor kalsineurin yang menekan aktivasi sel T dan menghambat sekresi mediator pro-inflamasi. Penggunaan tacrolimus topikal dianggap efektif dan memiliki efek samping yang rendah. Efek samping yang paling sering ditemukan adalah iritasi lokal dan sensasi terbakar pada tempat aplikasi, yang biasanya sembuh dengan penghentian terapi. Sensasi terbakar biasa ditemukan pada awal pemakaian dan biasanya akan hilang secara perlahan.
Tacrolimus topikal tidak menyebabkan atrofi kulit, yang biasa muncul pada pengobatan dengan kortikosteroid topikal. Penggunaan tacrolimus juga tidak berhubungan dengan kenaikan risiko infeksi kulit. Meski demikian, preparat tacrolimus topikal belum tersedia secara luas dan harganya relatif mahal dibandingkan kortikosteroid.[3,6]
JAK Inhibitor Topikal
JAK inhibitor topikal, seperti ruxolitinib, bekerja dengan menghambat aktivitas enzim Janus kinase (JAK) yang berperan dalam transduksi sinyal dari berbagai sitokin proinflamasi. Mekanisme ini akan mengurangi inflamasi, pruritus, dan gejala lain yang terkait dengan dermatitis atopik.
Kelebihan JAK inhibitor topikal adalah profil efek samping yang lebih ringan terkait atrofi kulit dan iritasi, serta kemampuan menargetkan jalur inflamasi spesifik tanpa menekan fungsi imun secara umum. Namun, kekurangannya meliputi potensi risiko efek samping sistemik, seperti infeksi berat dan kanker, terutama jika digunakan dalam jangka panjang atau pada area kulit yang luas. Selain itu, harga JAK inhibitor cenderung lebih tinggi dan masih terbatas dalam ketersediaan data mengenai keamanan jangka panjangnya.[2,3,7,8]
Perbandingan Efikasi dan Keamanan dari Kortikosteroid, Tacrolimus, dan JAK Inhibitor
Tinjauan Cochrane (2024) mengevaluasi data dari 291 studi yang melibatkan total 45.846 partisipan. Tinjauan ini membandingkan berbagai agen topikal yang umum digunakan dalam tata laksana dermatitis atopik. Hasil analisis menunjukkan bahwa kortikosteroid poten dan sangat poten, tacrolimus 0,1%, dan JAK inhibitor topikal memiliki efikasi yang serupa dalam penatalaksanaan dermatitis atopik.
Ketiga kelompok obat tersebut secara konsisten menempati peringkat teratas dalam pengurangan gejala berdasarkan laporan pasien dan klinisi, terutama untuk penggunaan jangka pendek. Meski begitu, tinjauan ini menunjukkan bahwa kortikosteroid potensi rendah dan sedang secara signifikan kurang efektif dibandingkan tacrolimus, JAK inhibitor, dan kortikosteroid potensi tinggi.
Dari segi keamanan, tinjauan ini menunjukkan bahwa kortikosteroid topikal poten dan sangat poten lebih sedikit menimbulkan efek samping lokal seperti reaksi di tempat aplikasi dibandingkan tacrolimus dan JAK inhibitor. Di sisi lain, tacrolimus dan JAK inhibitor memiliki kelebihan dalam menghindari atrofi kulit yang sering dikaitkan dengan penggunaan kortikosteroid jangka panjang.[1]
Penggunaan Kortikosteroid, Tacrolimus, dan JAK Inhibitor Menurut Pedoman Klinis
Pada tahun 2024, Allergy Immunology Joint Task Force for Practice Parameters (JTFPP) mengeluarkan pedoman klinis untuk penatalaksanaan dermatitis atopik. Menurut pedoman ini, terapi lini pertama pada dermatitis atopik adalah penggunaan pelembab (moisturizer) dan penghindaran pencetus dermatitis. Jika gejala tidak terkontrol dengan pelembab, maka dapat ditambahkan kortikosteroid topikal potensi rendah-sedang atau inhibitor kalsineurin.[9]
Contoh kortikosteroid potensi rendah adalah hydrocortisone acetate 1%, sedangkan contoh kortikosteroid potensi sedang adalah clobetasone butyrate 0,05%, mometasone furoate 0,1%, dan triamcinolone acetonide 0,025%. Contoh inhibitor kalsineurin adalah tacrolimus 0,1% dan pimecrolimus 1%. Penggunaan kortikosteroid potensi tinggi, seperti clobetasol proprionate 0,05% dan betamethasone diproprionate 0,05%, tidak disarankan.[1,9]
Pedoman klinis JTFPP ini menyarankan untuk tidak menggunakan JAK inhibitor topikal pada kasus dermatitis atopik derajat ringan-sedang yang refrakter. Ini karena belum ada data yang adekuat terkait keamanan obat golongan ini dan adanya kecurigaan risiko kanker, trombosis, infeksi berat, hingga kematian terkait penggunaan JAK inhibitor. Hal tersebut dianggap menyebabkan risiko yang ada lebih besar dibandingkan manfaat yang bisa diambil.[9]
Kesimpulan
Kortikosteroid, tacrolimus, dan JAK inhibitor topikal merupakan beberapa pilihan agen untuk penatalaksanaan dermatitis atopik. Tinjauan Cochrane (2024) menunjukkan bahwa kortikosteroid potensi tinggi tacrolimus, dan JAK inhibitor topikal memiliki efikasi yang tinggi untuk mengurangi gejala dermatitis atopik walaupun juga memiliki tingkat efek samping yang juga tinggi.
Pedoman klinis saat ini lebih menganjurkan untuk menggunakan kortikosteroid potensi rendah-sedang dan tacrolimus (atau inhibitor kalsineurin lainnya), serta tidak merekomendasikan penggunaan kortikosteroid potensi tinggi dan JAK inhibitor karena mempertimbangkan rasio manfaat dan risiko yang dihasilkan.