Di Indonesia, tata laksana psoriasis sudah masuk ke dalam program JKN/BPJS (Jaminan Kesehatan Nasional dan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial). Psoriasis merupakan penyakit kulit autoimun yang bersifat kronis, sistemik, dan multifaktorial. Secara umum, penyakit ini ditandai oleh papul dan plak eritematosa berbatas tegas yang disertai skuama transparan atau berwarna keperakan. Pasien dapat mengalami gatal hingga nyeri yang menyebabkan penurunan kualitas hidup (quality of life).[1,2,7]
Selain kulit, psoriasis berisiko menyebabkan komorbiditas multi organ sistemik, termasuk psoriatic arthritis (PsA), penyakit kardiovaskular, sindrom metabolik, hipertensi, penyakit ginjal, infeksi, kondisi autoimun lain, hingga keganasan terutama limfoma. Pasien psoriasis dengan PASI (psoriasis area severity index) berat umumnya berisiko mengalami lebih banyak komorbid, komplikasi, dan penurunan kualitas hidup sehari-hari.[3,4]
Psoriasis di Indonesia
Psoriasis dapat ditemukan di seluruh dunia, yaitu sekitar 2‒3% dari populasi. Di Indonesia sendiri, data prevalensi kasus psoriasis keseluruhan sulit ditemukan. Berdasarkan studi retrospektif pasien psoriasis di Poliklinik Divisi Alergi Imunologi, Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, selama bulan Oktober 2017 – Oktober 2018 terdapat 32 pasien psoriasis baru.[1,5]
Psoriasis dapat muncul pada semua golongan usia. Usia rata-rata onset munculnya psoriasis pertama dapat berkisar antara 15‒20 tahun, dengan puncak kedua terjadi pada 55‒60 tahun.[6]
Penanganan Psoriasis di Indonesia
Psoriasis seringkali menyebabkan penurunan kualitas hidup, ansietas, rasa tidak percaya diri, gangguan mood, depresi, hingga ide bunuh diri (suicidal ideation). Penanganan dan pengendalian gejala psoriasis menjadi sangat penting mengingat berbagai dampak psoriasis yang signifikan terhadap kesehatan secara umum.[3,4]
Penanganan di Faskes Tingkat 1
Pasien psoriasis derajat ringan dan sedang dapat berobat di faskes tingkat 1, yaitu puskesmas, klinik/praktek dokter, atau rumah sakit tipe D.[7,8]
Pasien dapat dirujuk langsung dari faskes tingkat 1 ke faskes tersier (tingkat 3) hanya jika kasus sudah ditegakkan diagnosis dan rencana terapinya, merupakan pelayanan berulang, dan terapi hanya tersedia di faskes tersier. Namun, ketentuan ini dapat dikecualikan jika terdapat kondisi kegawatdaruratan dan kekhususan kondisi pasien (kasus sudah ditegakkan rencana terapinya dan hanya dapat dilakukan di faskes lanjutan).[8]
Penanganan di Faskes Tingkat 2
Psoriasis derajat berat harus dirujuk ke dokter spesialis kulit di faskes tingkat 2, yaitu rumah sakit tipe C dan tipe B. Pasien JKN/BPJS yang berhak mendapat pengobatan spesialistik ini adalah pasien yang membawa resume medis dan surat rujukan dari dokter di faskes tingkat 1.[7,8]
Terapi Psoriasis Berat Ditanggung JKN/BPJS
Pasien psoriasis yang dapat dirujuk ke spesialis kulit harus memenuhi kriteria diagnosis psoriasis derajat berat sebagai berikut:
-
Body surface area (BSA) >10%
-
Psoriasis area severity index (PASI) >10
-
Dermatology life quality index (DLQI) >10
- Psoriasis dengan komorbiditas
-
Psoriasis yang sulit ditangani (recalcitrant)
- Psoriasi pada lokasi sulit, seperti kuku, palmoplantar, dan kulit kepala[7]
Penanganan psoriasis berat cenderung lebih sulit dan kompleks. Pilihan terapi adalah terapi topikal, fototerapi (narrowband ultraviolet B), dan terapi sistemik. Terapi sistemik nonbiologik lini pertama yang dapat diberikan adalah metotreksat atau siklosporin A.[7,9]
Monitoring dan Evaluasi Terapi Psoriasis Berat
Monitoring pengobatan psoriasis berat dilakukan setiap 2 minggu, yaitu memantau perbaikan klinis dan risiko efek samping terapi. Setelah evaluasi selama 12 minggu, jika respon klinis positif dan efek samping negatif maka terapi di faskes tingkat 2 dilanjutkan.[7]
Respon klinis dinyatakan positif pada pasien dengan perbaikan rata-rata PASI 75.[7]
Penanganan di Faskes Tingkat 3
Jika pasien mengalami respon negatif dan/atau efek samping positif, maka harus dirujuk ke faskes tingkat 3, yaitu rumah sakit tipe A. Pasien JKN/BPJS yang berhak mendapat pengobatan di faskes tingkat 3 ini adalah pasien yang membawa resume medis dan surat rujukan dari dokter di faskes tingkat 2.[7,8]
Terapi Secukinumab untuk Psoriasis Berat Ditanggung JKN/BPJS
Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. HK.01.07/Menkes/6485/2021 tentang Formularium Nasional, secukinumab dapat diberikan untuk pasien JKN/BPJS dengan ketentuan sebagai berikut:
- Pasien psoriasis berat
-
Pasien telah terbukti gagal dengan 2 terapi, baik sistemik konvensional (metotreksat atau siklosporin) maupun narrowband ultraviolet B[7-9]
Secukinumab merupakan antibodi IL-17 monoklonal manusia murni untuk penanganan psoriasis vulgaris derajat sedang hingga berat. Secukinumab memiliki efek terapetik yang menjanjikan, dan dapat meningkatkan kepuasan dan kualitas hidup pasien secara signifikan.[1,2]
Dosis Secukinumab
Secukinumab hanya tersedia di faskes tingkat 3, dengan dosis:
- Peresepan maksimal: 8 kali pemberian, @300 mg/siklus pengobatan[7]
Harus diingat! Dokter di faskes tingkat 1 dan tingkat 2 harus melampirkan resume medis yang lengkap untuk merujuk pasien ke faskes tingkat 3, agar pasien psoriasis berat yang telah gagal dengan terapi konvensional/fototerapi bisa mendapatkan terapi agen biologik secukinumab.[7,8]
NVS/OTHR/062023/001