Trimetazidine and Bisoprolol to Treat Angina in Symptomatic Patients: Post Hoc Analysis From the CHOICE-2 Study
Maria Glezer et al. Cardiology and Therapy, 2021. 10:161–173. https://doi.org/10.1007/s40119-020-00202-6
Abstrak
Latar Belakang: Angina merupakan gejala utama dari sindrom koroner kronik (CCS). Oleh sebab itu, mengontrol angina amat penting. Pedoman saat ini merekomendasikan penyekat beta (BB) atau calcium channel blocker (CCB) untuk mengurangi angina, namun masih banyak pasien angina stabil yang simptomatik.
Penggunaan kombinasi trimetazidine (TMZ) dengan penyekat beta diduga bermanfaat untuk mengatasi hal tersebut. Akan tetapi, belum ada data yang mengulas tentang efikasi dari kombinasi penyekat beta (dalam hal ini bisoprolol; penyekat beta yang umum digunakan pada sindrom koroner kronik) dengan trimetazidine pada pasien angina simptomatik yang sudah mendapat bisoprolol sebelumnya.
Metode: Tujuan analisis post hoc dari studi CHOICE-2 ialah untuk mengevaluasi efikasi dan keamanan dari trimetazidine 35 mg dua kali sehari yang dikombinasi dengan beragam dosis bisoprolol pada pasien angina stabil simptomatik yang sudah mendapat terapi hemodinamik pada kondisi klinis real-world.
Hasil Penelitian: Analisis ini melibatkan 221 pasien angina stabil (rerata±standar deviasi umur 64,8 ± 8,9 tahun). Jumlah rerata episode angina per minggu turun secara bertahap dari 6,2 ± 5,3 saat inklusi (M0) menjadi 1,5 ± 1,9 setelah 6 bulan terapi (M6) dengan kombinasi trimetazidine-bisoprolol (P < 0,001). Jumlah pasien yang mengalami bebas angina meningkat hampir enam kali lipat dari 5,4% (12/221) saat M0 ke 33,9% (74/221) saat M6. Selain itu, ditemukan pula perbaikan pada kapasitas latihan, dari 308 ± 207 m saat M0 menjadi 497 ± 253 m saat M6 (P< 0,05). Jumlah pasien dengan Canadian Cardiovascular Society class 1 angina meningkat hingga sepuluh kali lipat selama masa studi, sedangkan pasien dengan angina kelas 3 turun hingga tiga kali lipat.
Kesimpulan: Kombinasi trimetazidine-bisoprolol merupakan terapi efektif yang cepat dalam menurunkan frekuensi serangan angina sekaligus mengurangi penggunaan nitrat kerja singkat pada pasien angina stabil di kondisi klinis real-world. Manfaat dari terapi kombinasi tersebut sudah nampak sejak awal terapi (mulai dari 2 minggu sejak inisiasi terapi) dan dapat ditolerir dengan baik oleh pasien.
Ulasan Alomedika
Sindrom Koroner Kronik (CCS) merupakan penyebab utama kematian di seluruh dunia. Angina adalah gejala utama dari sindrom koroner kronik yang meningkatkan kebutuhan rawat inap. Mengontrol angina merupakan tujuan utama dari perawatan pasien sindrom koroner kronik.
Pedoman dari Eropa maupun Amerika Serikat saat ini merekomendasikan golongan penyekat beta atau calcium channel blocker, baik secara kombinasi atau tunggal, untuk terapi lini pertama dalam mengendalikan angina. Namun, masih banyak pasien dengan angina stabil yang simptomatik dengan regimen tersebut bahkan setelah menjalani prosedur revaskularisasi. Analisis data CLARIFY (data registrasi terbesar untuk pasien sindrom koroner kronik) menunjukkan bahwa 79% pasien dengan angina yang tidak terkontrol sudah mendapat terapi dengan penyekat beta bisoprolol.
Trimetazidine merupakan agen metabolik yang bekerja pada tingkat sel, mengoptimalisasi metabolisme glukosa (adenosin trifosfat) sehingga dapat memproteksi sel terhadap cedera iskemia. Saat serangan iskemia, trimetazidine menunjukkan efek sitoprotektif. Sejumlah data awal telah menunjukkan bahwa trimetazidine bermanfaat dalam menurunkan episode angina tanpa mempengaruhi parameter hemodinamik. Efek kardioprotektif trimetazidine bermanfaat bagi pasien sindrom koroner kronik maupun gagal jantung, namun belum ada data yang mengulas tentang efikasi ataupun keamanan dari kombinasi trimetazidine dengan penyekat beta, dalam hal ini bisoprolol pada pasien angina stabil.
Ulasan Metode Penelitian
Studi ini merupakan analisis post hoc terhadap hasil penelitian CHOICE-2 (penelitian multisenter di Rusia selama 6 bulan pada pasien angina stabil yang mendapat trimetazidine modified-release 35 mg dua kali sehari dan bisoprolol). Parameter keamanan dan efikasi diperiksa sejak masa inklusi (M0), minggu ke-2 (W2), bulan ke-2 (M2), bulan ke-4 (M4) dan bulan ke-6 (M6). Dosis bisoprolol yang digunakan dikategorikan ke dalam kelompok menurut dosis yakni 2,5 mg, 5 mg, dan 10 mg.
Pada setiap kunjungan, investigator menilai jumlah serangan angina setiap minggunya, konsumsi nitrat kerja singkat setiap minggu, jarak berjalan dan naik tangga sebelum awitan nyeri dada, dispnea dan parameter echocardiography. Sistem klasifikasi fungsional Canadian Cardiovascular Society dipakai untuk menilai derajat keparahan angina. Pengukuran aspek keamanan yang diterapkan adalah tekanan darah , denyut jantung, evaluasi laboratorium (kolesterol total, high-density lipoprotein, trigliserida, glukosa darah puasa, HbA1c, kreatinin, dan asam urat), serta jumlah rawat inap atau panggilan ambulans dari pasien yang bersangkutan.
Semua parameter di atas dianalisis menurut metode statistik deskriptif yang meliputi nilai rerata, standard error, serta nilai minimal dan maksimal. Untuk analisis dari normally distributed data, peneliti menerapkan tes Student’s t. Sedangkan untuk data sebaliknya, peneliti menerapkan tes parametrik Wilcoxon.
Ulasan Hasil Penelitian
Total sebanyak 221 pasien diikutsertakan pada analisis post hoc dengan rerata±standar deviasi umur adalah 64,8 ± 8,9 tahun. Proporsi pria terhadap wanita seimbang.
Dalam hal episode angina, jumlah rerata episode angina per minggu menurun progresif dari 6,2 ± 5,3 saat inklusi (M0) menjadi 1,5 ± 1,9 setelah 6 bulan terapi (M6) dengan kombinasi trimetazidine-bisoprolol. Perubahan rerata sejak baseline (M0) signifikan secara statistik di setiap evaluasi penilaian. Hal tersebut nampak pula pada semua subgrup dosis bisoprolol.
Jumlah pasien yang mengalami bebas angina (angina-free) meningkat hampir enam kali lipat dari 5,4% saat M0 ke 33,9%saat M6. Hasil serupa ditemukan pula pada penilaian subgrup dosis bisoprolol.
Rerata penggunaan nitrat kerja singkat pun menurun dari 5,5 ± 4,4 saat M0 menjadi 1,0 ± 1,4 saat M6. Hal serupa konsisten pula pada subgrup dosis bisoprolol. Selain itu, ditemukan pula perbaikan pada kapasitas latihan, dari 308 ± 207m saat M0 meningkat menjadi 497 ± 253 m saat M6.
Proporsi jumlah pasien dengan Canadian Cardiovascular Society class 1 angina meningkat hingga sepuluh kali lipat (dari 2,3% M0 menjadi 27,6% saat M6), sedangkan pasien dengan kelas 3 turun hingga tiga kali lipat pada akhir masa studi (dari 30,8% M0 menjadi 10% M6). Tidak ditemukan perbedaan bermakna pada parameter echocardiography setelah 6 bulan terapi kombinasi trimetazidine dengan bisoprolol.
Untuk aspek keamanan, pengukuran tekanan darah berada dalam rentang normal selama masa studi. Tidak ditemukan deteriorasi pada profil lipid, glukosa, kreatinin, atau asam urat. Jumlah rawat inap maupun panggilan ambulans terkait angina menurun dari 72 menjadi 23 selama masa studi 6 bulan.
Kelebihan Penelitian
Kelebihan penelitian ini terletak pada pengambilan sampel studi yang bersifat multisenter, menggunakan data real-world di pelayanan kesehatan, dan menerapkan penilaian intention to treat (ITT) selama masa studi.
Limitasi Penelitian
Penelitian post hoc ini bersifat observasional, open label, dan memiliki desain nonintervensi. Selain itu, tidak ada pengukuran atau kalkulasi sampel yang optimal guna mengukur jumlah subyek yang dibutuhkan untuk menentukan hasil yang bermakna secara statistik. Metode studi post hoc observasional juga sukar untuk menilai kepatuhan terapi terhadap agen yang dinilai secara akurat. Oleh karenanya, hasil studi masih perlu divalidasi dengan uji acak terkontrol untuk menilai efikasi dan keamanan secara lebih baik.
Aplikasi Hasil Penelitian Di Indonesia
Terlepas dari limitasinya, hasil penelitian ini dapat diterapkan di Indonesia karena angina dan sindrom koroner kronik juga banyak ditemukan pada praktik. Trimetazidine dan bisoprolol juga sudah tersedia secara luas, termasuk di layanan kesehatan tingkat pertama. Kombinasi trimetazidine-bisoprolol dapat menjadi pilihan untuk mengurangi keluhan angina pada pasien. Meski demikian, uji klinis lebih lanjut masih diperlukan untuk memvalidasi hasil studi post hoc ini.