Probiotik diperkirakan berperan dalam menyeimbangkan disbiosis dan gangguan pencernaan fungsional atau functional gastrointestinal disorder (FGID) seperti inflammatory bowel disease dan dispepsia fungsional pada orang dewasa.
FGID adalah satu kelompok gangguan yang ditandai oleh gejala gastrointestinal kronis tanpa adanya bukti patologi pada pemeriksaan konvensional. FGID sangat umum dijumpai, dengan prevalensi 40% di seluruh dunia, dan memberi beban ekonomi yang cukup signifikan pada sistem kesehatan.[1,2]
Hubungan FGID dengan Disbiosis Mikrobiota Usus
FGID dihubungkan dengan adanya gangguan pada gut-brain axis. Dewasa ini, diketahui mikrobiota memegang peranan penting dalam gut-brain axis, sehingga tercipta istilah baru microbiota-gut-brain axis yang bersifat dua arah. Gangguan pada mikrobiota atau fenomena disbiosis dapat mempengaruhi otak, begitu pula sebaliknya. Mekanisme hubungan antara flora usus dan gut-brain axis menarik minat peneliti yang mencari intervensi terapeutik potensial untuk FGID.[2,3]
Selama ini, probiotik dikenal bermanfaat mencegah dan mengobati berbagai gangguan gastrointestinal. Modulasi komposisi dan fungsi mikrobiota usus dengan pemberian probiotik yang sesuai untuk tujuan tersebut dapat menjadi solusi yang logis untuk FGID.[4]
Gejala FGID
Berdasarkan klasifikasi Rome IV, FGID terbagi menjadi 33 gangguan pada orang dewasa dan 20 gangguan pediatrik. Subtipe yang paling sering ditemui adalah irritable bowel syndrome (IBS) yang mengakibatkan nyeri abdomen, perubahan kebiasaan buang air besar, serta kembung dan dispepsia fungsional atau functional dyspepsia (FD) yang menyebabkan nyeri epigastrium.[1,5]
Dispepsia Fungsional
Gejala dispepsia fungsional meliputi satu atau lebih dari keluhan berikut yang sudah berlangsung minimal 3 bulan, yakni rasa kenyang berlebih setelah makan, rasa cepat kenyang, nyeri epigastrium, dan rasa terbakar di epigastrium tanpa adanya bukti kelainan struktural yang dapat menjelaskan keluhan tersebut. Onset gejala minimal 6 bulan sebelum diagnosis.[5-7]
Irritable Bowel Syndrome (IBS)
Gejala IBS meliputi nyeri abdomen rekuren minimal 1 hari per minggu dalam 3 bulan terakhir, yang disertai dua atau lebih dari keluhan berikut: berhubungan dengan defekasi, perubahan frekuensi defekasi, dan perubahan bentuk feses. Onset gejala minimal 6 bulan sebelum diagnosis.[5-7]
Konstipasi
Gejala konstipasi fungsional meliputi >2 keluhan berikut yang sudah berlangsung minimal 3 bulan:
- mengejan lebih dari 25% episode defekasi
- feses keras (Bristol Stool Form Scale 1–2) lebih dari 25% episode defekasi
- sensasi defekasi tidak tuntas lebih dari 25% episode defekasi
- sensasi obstruksi anorektal lebih dari 25% episode defekasi dan telah dilakukan manuver manual untuk membantu defekasi lebih dari 25% episode defekasi
- kurang dari 3 spontaneous bowel movement per minggu
- nyaris tidak adanya feses cair tanpa penggunaan laksatif
- tidak terpenuhinya kriteria IBS. Onset gejala minimal 6 bulan sebelum diagnosis[5-7]
Peran Probiotik Pada FGID Orang Dewasa
Menurut WHO, probiotik adalah bakteri hidup yang memiliki manfaat kesehatan pada manusia ketika diberikan dalam jumlah yang adekuat. Probiotik yang sering digunakan dewasa ini adalah Lactobacillus dan Bifidobacterium. Beberapa manfaat probiotik meliputi menghambat pertumbuhan bakteri patogen, meningkatkan fungsi barrier epitel saluran cerna, menstimulasi respon imun, dan memodulasi ekspresi gen inflamasi di usus.[3,8]
Potensi probiotik untuk memodulasi mikrobiota usus menjadi dasar rekomendasi penggunaan probiotik untuk berbagai gangguan pencernaan fungsional. Telah terdapat berbagai uji klinis maupun studi meta-analisis yang dilakukan untuk meneliti efek probiotik terhadap gejala-gejala IBS.[3,8]
Studi Uji Klinis Acak Buta Triple oleh Waller PA et al.
Studi randomized triple blind oleh Waller PA et al. meneliti efek B lactis HN019 pada 100 orang dewasa usia 25-65 tahun dengan dispepsia fungsional dan Irritable Bowel Syndrome (IBS).
Dalam studi ini, 33 orang pertama diberikan probiotik B. lactis HN019 dosis rendah yakni 1,8 x 109 CFU/hari, 33 orang kedua diberikan probiotik B. lactis HN019 dosis tinggi yakni 17,2 x 109 CFU/hari, dan 34 orang sisanya diberikan plasebo yang berupa maltodekstrin. Intervensi ini berlangsung selama 14 hari.
Hasil analisa studi berdasarkan skala numerik menunjukkan bahwa terjadi perbaikan waktu transit usus atau whole gut transit time, dan penurunan frekuensi gejala pencernaan atas dan bawah, seperti gejala nyeri perut, mual muntah, GERD, konstipasi, kembung, dan mules. Tingkat perbaikan gejala ini ditemukan baik pada kelompok yang mendapat probiotik B. lactis HN019 dosis tinggi maupun dosis rendah. Sebaliknya, perbaikan gejala ini berbeda secara signifikan dengan kelompok plasebo dengan nilai p=0,01.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pemberian suplemen probiotik B. lactis HN019 mulai dari 1,8 x109 CFU/hari, selama 14 hari, efektif memperbaiki waktu transit usus, dan gejala pencernaan fungsional baik dispepsia maupun IBS.[13]
Studi Uji Klinis Acak Buta Ganda oleh Ibarra et al.
Studi randomized double blind lain oleh Ibarra et al. meneliti efek B lactis pada 228 orang dewasa dengan konstipasi fungsional yang memenuhi kriteria Rome III. Terdapat dua dosis probiotik yang diberikan, yakni B. lactis 1x1010 CFU dan 1x109 CFU.
Hasil analisis post hoc terhadap 65 partisipan dengan bowel movement frequency (BMF) ≤3/minggu mengalami peningkatan BMF mingguan secara signifikan pada pemberian probiotik dosis tinggi dan dosis rendah. Probiotik dosis tinggi juga mengurangi derajat mengejan pada hari ke-28 dibandingkan dengan plasebo pada partisipan dengan BMF ≤3/minggu.[11]
Studi Telaah Sistematis oleh Cheng et al.
Dalam penanganan masalah FGID, terdapat berbagai jenis probiotik yang diperkirakan bermanfaat dan aman, salah satunya Bifidobacterium lactis HN019.
Berdasarkan studi telaah sistematis oleh Cheng et al., hipotesis bahwa B. lactis HN019 dapat mempertahankan fungsi barier usus saat terjadi infeksi gastrointestinal dengan berkompetisi dengan patogen potensial, mempertahankan tight junction normal in vitro, dan meregulasi pertahanan imun baik dalam studi in vitro maupun in vivo. Hal tersebut dapat mengurangi insidensi diare.[12]
B. lactis HN019 juga mengurangi waktu transit usus dan meningkatkan BMF pada konstipasi fungsional dengan memodulasi gut-brain-microbiota axis, terutama via serotonin signaling pathway melalui asam lemak rantai pendek yang dihasilkan fermentasi mikroba.[12]
Kombinasi Probiotik dan Prebiotik
Prebiotik adalah nutrien tertentu yang dapat memodifikasi flora usus, tidak mudah dicerna manusia akan tapi berperan secara selektif menstimulasi pertumbuhan atau aktivitas bakteri baik dalam usus.
Beberapa contoh prebiotik adalah properti bifidogenik inulin, oligofruktosa, dan frukto-oligosakarida yang diproduksi secara sintetis dari sukrosa. Prebiotik dapat diperoleh secara alami dari sayur-mayur, buah-buahan, dan biji-bijian yang kita konsumsi sehari-hari.[8]
Saat ini terdapat produk yang mengkombinasikan probiotik dan prebiotik. Hingga kini telah diteliti beberapa komposisi probiotik dan prebiotik yang bermanfaat bagi kesehatan. Beberapa contohnya antara lain:
- Frukto-oligosakarida: Bifidobacteria, Bacteroides fragilis, Peptostreptococcaceae, Klebsiellae
- Inulin: Bifidobacterium animalis, Lactobacillus acidophilus, Lactobacillus paracasei
- Isomalto-oligosakarida: Bifidobacteria, Bacterioides fragilis
- Laktulosa: Bifidobacteria lactis, Lactobacillus bulgaricus, L. acidophilus, L. rhamnosus[8]
Penggabungan prebiotik dan probiotik membantu meningkatkan kesintasan dan implantasi mikrobiota di usus, memperbaiki dinding usus, dan mendukung gerakan usus bersama probiotik. Studi menunjukkan bahwa hubungan simbiosis antara prebiotik dan probiotik berkontribusi secara signifikan pada kesehatan.[8,12]
Posisi Probiotik B. lactis HN019 dalam Rekomendasi Tata Laksana IBS saat Ini
Dalam konsensus nasional Perkumpulan Gastroenterologi Indonesia mengenai penatalaksanaan irritable bowel syndrome (IBS) dan dispepsia fungsional di Indonesia tahun 2021, Probiotik, yakni Bifidobacterium lactis HN019, dapat disarankan untuk mengurangi gejala global, kembung, dan flatulensi pada pasien IBS.[14]
Kesimpulan
Gangguan saluran cerna fungsional atau functional gastrointestinal disorder (FGID) adalah satu kelompok gangguan yang ditandai oleh gejala gastrointestinal kronis, seperti nyeri abdomen, disfagia, dispepsia, diare, konstipasi, kembung, tanpa disertai adanya bukti patologi pada pemeriksaan konvensional. Salah satu contoh FGID tersering adalah inflammatory bowel disease dan dispepsia fungsional.
Selama ini, probiotik dikenal bermanfaat mencegah dan mengobati berbagai gangguan gastrointestinal. Berbagai studi mengenai efek probiotik menyatakan bahwa pemberian probiotik bermanfaat untuk mengurangi gejala dan meningkatkan kualitas hidup pasien dengan IBS, dispepsia fungsional, dan konstipasi fungsional. Salah satu contoh jenis probiotik yang bermanfaat mengurangi gejala FGID adalah Bifidobacterium lactis HN019.
Seiring perkembangan teknologi, telah dikembangkan produk yang mengandung kombinasi prebiotik dan probiotik di mana prebiotik dilaporkan dapat membantu meningkatkan kesintasan dan implantasi mikrobiota di usus, memperbaiki dinding usus, dan mendukung gerakan usus bersama probiotik.
Saat ini, telah terdapat produk yang mengandung probiotik Bifidobacterium lactis HN019 beserta prebiotik inulin yang memiliki kemampuan membentuk koloni lebih tinggi dan dilaporkan bermanfaat untuk mempertahankan fungsi barier usus saat terjadi infeksi gastrointestinal. Bifidobacterium lactis HN019 ini sudah diteliti untuk berbagai indikasi klinis, seperti irritable bowel syndrome (IBS), diare, serta konstipasi dan aman untuk diberikan baik bagi pasien dewasa maupun anak.
Dalam konsensus nasional Perkumpulan Gastroenterologi Indonesia mengenai penatalaksanaan irritable bowel syndrome dan dispepsia fungsional di Indonesia tahun 2021, Probiotik, yakni Bifidobacterium lactis HN019, dapat disarankan untuk mengurangi gejala global, kembung, dan flatulensi pada pasien IBS.