Variant of interest (VOI) dan variant of concern (VOC) merupakan klasifikasi mutasi virus COVID-19 berdasarkan WHO. Sejak pertama kali ditemukan pada akhir tahun 2019 hingga saat ini, Virus SARS-CoV-2 telah mengalami berbagai mutasi. Pada tanggal 12 April 2022, WHO telah memperbaharui tracking SARS-CoV-2 variants yang disesuaikan dengan serotipe virus yang masih berada dan bersirkulasi di dunia.
Proses Mutasi Virus
Beberapa varian baru virus COVID-19 menjadi perhatian khusus karena dipercaya dapat meningkatkan morbiditas dan mortalitas. Proses mutasi merupakan respons virus terhadap lingkungan melalui perubahan genom spontan, sehingga akan mempengaruhi seleksi alam terhadap keberadaan virus.[1,2]
Umumnya, mutasi yang terjadi bersifat netral atau malah merugikan virus. Namun, dapat pula terjadi mutasi yang menguntungkan virus walaupun proporsinya cukup kecil. Mutasi yang bersifat merugikan virus akan menyebabkan strain tersebut menghilang dari populasi.[1,2]
Sebaliknya, mutasi yang bersifat netral dan menguntungkan virus akan menyebabkan penyebaran dalam populasi inang. Beberapa mutasi virus COVID-19 ditemukan dapat menghindari kekebalan dari infeksi alami maupun vaksinasi, dan diperkirakan dapat mengalami resistensi terhadap pengobatan tertentu.[1,2]
Penamaan Varian Virus COVID-19
WHO melakukan pendataan varian baru dari mutasi virus SARS CoV-2. Pendataan ini digunakan untuk mengetahui perubahan fenotipe virus dan dampaknya terhadap komunitas. Berbagai sistem nomenklatur telah digunakan untuk memberi nama varian, yaitu oleh Global Initiative on Sharing All Influenza Data (GISAID), Nextstrain, dan Pango.[2]
Namun, sistem penamaan tersebut memiliki beberapa kekurangan sehingga WHO merumuskan penamaan varian virus SARS CoV-2 yang dikenal dengan variant of concern (VOC), variant of interest (VOI), dan variant under monitoring (VUM).[2,4]
Sistem penamaan varian virus ini harus disesuaikan secara berkala, karena evolusi SARS-CoV-2 masih berkembang secara konstan dan terus menerus. Secara ringkas, klasifikasi varian SARS-CoV-2 berdasarkan karakteristik fenotipiknya, yaitu daya penularan, keparahan penyakit, risiko infeksi ulang, serta dampak pada pemeriksaan diagnosis dan kinerja vaksin.[4]
Kelompok ahli independen yang memantau dan mengevaluasi mutasi virus SARS-CoV-2 adalah the technical advisory group on SARS-CoV-2 virus evolution (TAG-VE). Secara resmi, kelompok ahli ini disebut Virus Evolution Working Group.[4]
Variant of Concern (VOC)
Variant of Concern (VOC) adalah varian dengan dua komponen VOI, yang disertai peningkatan penularan dan virulensi. Sehingga terjadi perubahan epidemiologi dan manifestasi klinis yang merugikan, termasuk penurunan efektivitas pemeriksaan diagnostik, penatalaksanaan, dan vaksinasi. Klasifikasi VOC ini harus melalui penilaian menyeluruh untuk memperoleh data yang signifikan.[3,4]
Berdasarkan revisi tanggal 12 April 2022, WHO menetapkan 2 varian dalam VOC yang masih beredar di dunia yaitu:
Delta (Pongo: B.1.617.2, AY.1, AY.2, AY.3; terdeteksi pertama kali di India; Oktober 2020)
Omicron (Pongo: B.1.1.529; terdeteksi di beberapa negara; November 2021)[4,5]
Varian omicron di atas termasuk varian BA.1, BA.2, BA.3, BA.4, BA.5, dan garis keturunannya. Juga termasuk bentuk rekombinan BA.1/BA.2 yang beredar di lokasi tertentu, seperti XE di Inggris (99%) dan Amerika Serikat (1%), serta XJ di Finlandia (88%), Swedia (6%), Prancis (3%), dan Inggris (3%). WHO menekankan bahwa garis keturunan ini harus dipantau sebagai virus yang berbeda oleh setiap otoritas kesehatan.[4,15]
VOC yang beredar sebelumnya adalah varian Alpha, Beta, dan Gamma, termasuk garis keturunannya.[4]
Variant of Interest (VOI)
Variant of Interest (VOI) adalah varian SARS CoV-2 yang ditandai dengan mutasi asam amino yang menyebabkan perubahan fenotipe virus, yang diketahui atau diprediksi dapat mengubah kondisi epidemiologi, antigenisitas, dan virulensi virus.[3,4]
Varian ini diketahui secara signifikan mengalami transmisi komunitas, baik pada beberapa kasus, klaster, maupun negara. Pola penyebarannya dalam komunitas dapat merugikan kesehatan publik, bahkan memberikan dampak buruk pada proses diagnostik dan terapeutik.[3,4]
Definisi VOI ini memuat dua komponen penting, yakni perubahan fenotipe memiliki efek tidak baik pada penanganan penyakit saat ini, serta menyebar dalam komunitas luas secara signifikan.[3,4]
Berdasarkan revisi tanggal 12 April 2022, WHO menyatakan sudah tidak ada VOI yang beredar di dunia saat ini. VOI yang beredar sebelumnya di antaranya Epsilon, Zeta, Eta, Theta, Iota, Kappa, Lambda, dan Mu, termasuk garis keturunannya.[4]
Variants Under Monitoring (VUM)
Variants under monitoring (VUM), atau sebelumnya dikenal sebagai alerts for further monitoring, adalah varian dengan perubahan fenotipe yang diperkirakan dapat merugikan tetapi belum didukung oleh temuan epidemiologi yang signifikan.[4]
Pada tahun 2021, terdapat 14 varian yang termasuk dalam VUM. Namun berdasarkan revisi tanggal 12 April 2022, WHO menetapkan hanya 2 VUM yaitu:
- 1.64.0 (terdeteksi di banyak negara; 22 November 2021)
- XD (terdeteksi di Prancis; 9 Maret 2022, merupakan bentuk rekombinan delta/BA.1)[4,15]
Implikasi VOC dan VOI
Mutasi virus SARS CoV-2 menyebabkan perubahan karakteristik virus yang dapat merugikan terhadap penanganan pandemi. Kondisi merugikan yang disebabkan VOC dan VOI adalah peningkatan transmisi, morbiditas, risiko reinfeksi, dan mortalitas. Selain itu juga mempengaruhi proses diagnostik, penatalaksanaan, dan vaksinasi.
Peningkatan Transmisi
Peningkatan transmisi ditemukan pada semua VOI dan VOC, hingga mencapai 50%. Varian Alpha ditemukan berhubungan dengan peningkatan secondary attack rate, demikian juga dengan varian Delta.[5-8]
Varian Omicron pertama kali dilaporkan ke WHO dari Afrika Selatan pada tanggal 24 November 2021, di mana terakhir didominasi varian Delta. Tes PCR menunjukkan pada varian ini tidak terdeteksi satu dari tiga gen target, yaitu dropout atau target failure gen S. Penyebaran varian ini telah terdeteksi lebih cepat daripada lonjakan infeksi sebelumnya. Namun, belum terdapat studi terkait tingkat morbiditas dan mortalitas penyakit akibat varian baru ini.[14]
Penurunan Efektivitas Terapi
Perubahan lain yang dapat ditemukan adalah penurunan efektivitas terapi dengan antibodi monoklonal, seperti pada varian Epsilon, Eta, Kappa, Beta, Gamma, dan Delta. Sedangkan penurunan convalescent and post-vaccination sera ditemukan pada varian Epsilon, Kappa, Iota, Gamma, Beta, dan Delta.[5-7]
Peningkatan Derajat Keparahan
VOC berhubungan dengan peningkatan derajat gejala penyakit, sehingga lebih banyak pasien yang mengalami fatalitas kasus dan membutuhkan perawatan rumah sakit.[5-7]
Varian Alpha ditemukan berhubungan dengan peningkatan risiko perawatan di rumah sakit, derajat keparahan penyakit, dan mortalitas. Namun, risiko reinfeksi dan pengaruh terhadap kemampuan diagnostik tidak ditemukan berbeda. Varian Beta ditemukan berhubungan dengan neutralizing activity terhadap vaksin COVID-19, serta kemungkinan peningkatan risiko kematian di rumah sakit. [8]
Varian Gamma dan Delta diduga menyebabkan peningkatan risiko perawatan di rumah sakit. Baik varian Delta maupun Gamma dikaitkan dengan kejadian neutralizing activity vaksin COVID-19.[8]
Sedangkan varian omicron meningkatkan penularan sehingga lebih banyak orang terinfeksi dan menyebabkan peningkatan jumlah kasus yang parah, tetapi secara keseluruhan tidak mengalami peningkatan keparahan dibandingkan virus tipe liar. Namun, diduga mempengaruhi efektivitas vaksin.[14,16]
Pemeriksaan Diagnostik
Pada varian Alpha terjadi mutasi gen S (spike), yaitu protein pada permukaan virus yang menjadi salah satu target untuk mendeteksi virus pada pemeriksaan RT-PCR (reverse transcription polymerase chain reaction). Namun, studi menunjukkan bahwa mutasi gen S tersebut tidak mempengaruhi kemampuan diagnostik RT-PCR. Hal yang sama berlaku juga pada varian Beta, walaupun pada pemeriksaan viral load ditemukan konsentrasi virus yang lebih tinggi pada varian Beta.[9,10]
Studi juga menemukan bahwa tidak ada perbedaan kemampuan diagnostik RTD-Ag (rapid test antigen) terhadap kedua varian. Hingga saat ini, belum ada laporan mengenai perubahan kemampuan alat diagnostik RT-PCR atau RDT-antigen pada varian Gamma dan Delta.[8-10]
Pengaruh Efikasi Vaksinasi
Pengaruh varian terhadap efikasi vaksin COVID-19 yang tersedia saat ini masih dalam penelitian. Perhatian utama adalah terdapat risiko varian bersifat kebal terhadap respons imun tubuh, baik yang didapat pasca infeksi sebelumnya maupun pasca vaksin.[11]
Studi menemukan bahwa varian Beta memiliki kemampuan menghindari sistem kekebalan tubuh. Beberapa vaksin telah diteliti efektivitasnya terhadap varian Beta, dan menunjukkan penurunan proteksi dari vaksin Oxford-AstraZeneca, Novavax, dan Johnson & Johnson. Terhadap varian Beta, vaksin AstraZeneca dan Novavax memiliki efikasi 57‒60% sedangkan efikasi vaksin Johnson & Johnson menjadi 80%. Namun, semua studi masih memberikan hasil efikasi vaksin yang baik untuk mencapai herd immunity. Sedangkan varian Alpha ditemukan tidak banyak berpengaruh pada vaksinasi.[11]
Varian Delta ditemukan menurunkan efektivitas vaksin, terutama pada mereka yang baru mendapat 1 dosis. Studi vaksin Oxford-AstraZeneca dan Pfizer menunjukkan penurunan efektivitas terhadap varian Delta jika dibandingkan dengan varian Alpha (30,7−33% vs 48,7−50%) setelah satu kali penyuntikan. Sedangkan setelah penyuntikan kedua, efektivitas vaksin Oxford-AstraZeneca meningkatkan menjadi 60−67% terhadap varian Delta (dibandingkan varian Alpha 66−74,5%), dan efektivitas vaksin Pfizer terhadap varian Delta menjadi 88% jika dibandingkan varian Alpha 93,7%.[12,13]
Kesimpulan
Telah banyak varian virus SARS CoV-2 yang ditemukan di berbagai belahan dunia. Varian ini terjadi akibat mutasi virus. Umumnya, mutasi genetik pada virus merupakan perubahan yang merugikan virus atau bersifat netral. Pada beberapa kasus terjadi mutasi genetik yang bersifat menguntungkan virus dan meluas secara epidemiologi.
WHO mengelompokkan varian baru virus SARS CoV-2 menjadi variant of concern (VOC), variant of interest (VOI), dan variant under monitoring (VUM). Kelompok VOC dan VOI harus memenuhi dua kriteria, yaitu telah terjadi perubahan fenotipe yang berdampak tidak baik pada penanganan penyakit saat ini, serta telah menyebar dalam komunitas luas secara signifikan.
Kriteria VOC ditambah dengan peningkatan penularan dan virulensi. Sehingga VOC dapat menyebabkan terjadi perubahan epidemiologi dan manifestasi klinis yang merugikan kesehatan, termasuk penurunan efektivitas pemeriksaan diagnostik, penatalaksanaan, dan vaksinasi.
Sedangkan VUM adalah varian dengan perubahan fenotipe yang diperkirakan dapat merugikan tetapi belum didukung oleh temuan epidemiologi yang signifikan. Klasifikasi varian ini tidak tetap, dapat dilakukan reklasifikasi berdasarkan pengamatan menyeluruh untuk memperoleh data yang signifikan.
VOI dan VOC menjadi perhatian secara global karena menyebabkan peningkatan transmisi, bahkan beberapa varian menunjukkan penurunan efektivitas terapi dengan antibodi monoklonal dan serum konvalesen. VOC memiliki dampak yang lebih buruk karena dapat mempengaruhi efektivitas metode diagnostik, morbiditas, mortalitas, dan efikasi vaksinasi.
Direvisi oleh: dr. Hudiyati Agustini