Waspada dalam Suplementasi Vitamin A – Artikel Terkini!

Oleh :
dr. Novita

Di Indonesia, terdapat program suplementasi vitamin A yang dilaksanakan setiap 6 bulan, yaitu di bulan Februari dan Agustus. Dalam pemberian suplementasi ini, beberapa kewaspadaan khusus diperlukan untuk mencegah risiko yang terkait dengan suplementasi berlebihan dari vitamin A.

Vitamin A merupakan salah satu mikronutrien esensial yang larut dalam lemak. Sifat larut lemak membuat vitamin A mudah disimpan dalam jaringan lemak dan hati. Vitamin A memiliki beberapa bentuk sesuai dengan susunan rantai kimianya. Bentuk pertama yaitu retinol, retinal, dan asam retinoat, sedangkan bentuk kedua adalah karotenoid.

Medicines,On,A,Woman's,Palm,Close-up.

Tubuh manusia tidak dapat menghasilkan vitamin A. Oleh sebab itu, untuk memenuhi kebutuhan vitamin A manusia perlu mengonsumsi makanan baik dalam bentuk preformed vitamin A (retinol dan retinil ester) maupun provitamin A (beta-karotenoid). Preformed vitamin A diperoleh dari bahan makanan hewani seperti susu, daging, telur, dan ikan. Provitamin A paling banyak ditemukan pada buah dan sayur berwarna merah dan oranye seperti wortel, tomat, jeruk, dan papaya.[1,2]

Alasan Dilakukan Suplementasi Rutin Vitamin A

Vitamin A berperan penting dalam fungsi penglihatan, meningkatkan sistem imun, diferensiasi sel, antioksidan, serta membantu perkembangan sistem saraf. Defisiensi maupun hipervitaminosis vitamin A dapat menimbulkan berbagai efek buruk bagi tubuh.

Defisiensi vitamin A merupakan kondisi yang lebih sering ditemukan dibandingkan dengan hipervitaminosis vitamin A. Menurut WHO, diperkirakan sebanyak 3 juta anak mengalami defisiensi vitamin A setiap tahun dibandingkan dengan keracunan vitamin A yang hanya terjadi pada 200 kasus. Di seluruh dunia, defisiensi vitamin A dilaporkan mempengaruhi sepertiga anak usia 6 hingga 59 bulan, dengan jumlah kasus tertinggi terjadi di Afrika sub-Sahara (48%) dan Asia Selatan (44%).[3,4]

Untuk mengatasi masalah defisiensi ini, Indonesia mengadakan program suplementasi vitamin A bagi bayi dan balita tiap bulan Februari dan Agustus. Bayi berusia 6-11 bulan diberikan vitamin A kapsul biru dosis 100.000 IU, dan balita usia 12-59 bulan diberikan kapsul merah dosis 200.000 IU.[4,5]

Efek dari Defisiensi Vitamin A dan Risiko Hipervitaminosis Vitamin A

Defisiensi dan hipervitaminosis dari vitamin A akan membawa efek kesehatan yang buruk pada anak. Jika mengacu pada anjuran asupan harian vitamin A (Recommended Daily Allowances/RDA) pada anak, maka kebutuhan vitamin A sesuai usia anak adalah:

  • Anak usia 0-6 bulan membutuhkan 400 μg RAE/hari
  • Anak usia 7-24 bulan membutuhkan 500 μg RAE/hari
  • Anak usia 1-3 tahun membutuhkan 300 μg RAE/hari
  • Anak usia 4-8 tahun membutuhkan 800 μg RAE/hari

RDA vitamin A diukur dalam skala Retinol Activity Equivalent (RAE), di mana 1 RAE setara dengan 1 μg retinol atau 3,3 IU (International Unit).[6]

Efek dari Defisiensi Vitamin A

Defisiensi vitamin A dapat menyebabkan gangguan pada mata, kulit, dan sistem imun. Pada organ mata, retina adalah struktur yang bertanggung jawab dalam persepsi visual termasuk penerusan sinyal ke otak. Saat ada cahaya, vitamin A yang tersimpan pada sel batang akan aktif dan membentuk rhodopsin yang penting dalam persepsi cahaya. Defisiensi vitamin A akan menyebabkan buta senja akibat regenerasi yang buruk dari pigmen penglihatan di sel batang retina.[1,7,8]

Pada kulit, defisiensi vitamin A dapat menyebabkan hiperkeratosis dengan proliferasi dari sel basal dan pembentukan epitel gepeng berlapis berkeratin. Selain itu, defisiensi vitamin A juga menyebabkan buruknya pertumbuhan tulang, peningkatan risiko untuk mengalami infeksi saluran napas dan infeksi saluran kemih, serta perubahan kulit pada lengan, kaki, bahu, dan bokong. Kulit menjadi kering dan scaly atau dikenal dengan istilah phrynoderma.[6]

Efek dari Hipervitaminosis Vitamin A

Konsumsi suplemen vitamin A dengan dosis yang berlebihan (lebih dari 10 RDA) dalam jangka panjang dapat menyebabkan hipervitaminosis vitamin A, toksisitas, dan efek teratogenik. Bayi dan anak memiliki risiko toksisitas yang lebih tinggi karena ukuran tubuh mereka yang lebih kecil dan rendahnya toleransi terhadap dosis tinggi.[9]

Gejala yang ditimbulkan akibat toksisitas dari vitamin A bergantung pada jumlah dan durasi asupan vitamin A yang dikonsumsi. Gejala toksisitas akut antara lain mual, muntah, sakit kepala, pusing, dan penglihatan kabur. Toksisitas kronis, yang berkembang dengan asupan vitamin A yang tinggi dalam jangka waktu lama, dapat mengakibatkan kerusakan hati, sirosis, osteoporosis, gangguan neurologis, dan penyakit venooklusif. Pada kehamilan, asupan vitamin A berlebihan meningkatkan risiko malformasi kongenital.[6,10,11]

Efikasi dan Risiko Program Pemberian Suplementasi Vitamin A

Seperti telah disebutkan di atas, kondisi defisiensi vitamin A lebih sering dijumpai dibandingkan hipervitaminosis atau toksisitas vitamin A. Kondisi defisiensi vitamin A masih menjadi masalah kesehatan utama di beberapa negara berkembang, termasuk Indonesia.

Rekomendasi internasional menganjurkan suplementasi vitamin A dosis tinggi per oral setiap 4-6 bulan untuk semua anak berusia 6-59 bulan yang tinggal di daerah dengan insidensi defisiensi vitamin A yang tinggi. Dosis yang dianjurkan adalah 100.000 IU untuk anak 6-11 bulan, dan 200.000 IU untuk anak 12-59 bulan. Adapun rekomendasi dosis untuk bayi <6 bulan adalah 50.000 IU. Rekomendasi ini sesuai dengan program yang dijalankan di Indonesia.[5,12]

Potensi Efek Samping dari Suplementasi Vitamin A

Pada balita 6-59 bulan, dosis vitamin A 100.000-200.000 IU umumnya ditoleransi dengan baik, meskipun terdapat beberapa efek samping yang dapat muncul seperti nyeri kepala, mual muntah, dan diare pada 3-7% kasus. Efek samping ini umumnya bersifat sementara dan dapat menghilang dalam waktu 24 jam.

Hingga saat ini belum ada laporan kematian akibat toksisitas vitamin A pasca pemberian suplementasi sesuai rekomendasi. Efek samping lain akibat pemberian vitamin A yang telah dilaporkan walaupun kejadiannya sangat jarang adalah pembengkakan ubun-ubun. Pembengkakan ini dapat sembuh sendiri dalam waktu 72 jam.

Tidak ada pedoman yang merekomendasikan untuk melakukan skrining kadar vitamin A dalam darah sebelum pemberian suplementasi vitamin A pada balita. Program pemberian suplementasi vitamin A tergolong sangat aman dan sangat jarang menimbulkan efek samping bermakna hingga menyebabkan fatalitas.[12]

Suplementasi Vitamin A Menghasilkan Manfaat Kesehatan Signifikan Tetapi Capaian Program Suplementasi Vitamin A Masih Belum Efektif Menurunkan Angka Defisiensi

Data WHO menunjukkan bahwa program suplementasi vitamin A efektif menurunkan all-cause mortality, insiden diare pada anak, dan morbiditas akibat campak. Hal ini didukung oleh sebuah studi yang dilakukan di India pada 1 juta anak prasekolah, yang menunjukkan bahwa pemberian vitamin A mampu menurunkan angka all-cause mortality sebesar 4%.

Walau demikian, meskipun suplementasi vitamin A telah terbukti membawa manfaat kesehatan signifikan, program ini dianggap belum efektif mengatasi defisiensi vitamin A di beberapa negara, termasuk Indonesia. Capaian suplementasi vitamin A di Indonesia masih menunjukkan hasil yang fluktuatif, yang mana capaian nasional pada tahun 2017 adalah 94,73% dan kemudian menurun menjadi 86,18% di tahun 2018 dan menjadi 76,68% di tahun 2019.

Menurut sebuah studi pada tahun 2021 yang menilai cakupan suplementasi vitamin A pada balita di Indonesia, terdapat 22 provinsi yang memiliki angka cakupan di atas 81%, tetapi masih ada pula provinsi yang memiliki cakupan di bawah 25%. Jika dilihat secara keseluruhan, cakupan suplementasi vitamin A di Indonesia sudah cukup baik, tetapi sebagian kecil daerah di wilayah timur, seperti Papua dan Papua Barat, masih memiliki angka cakupan suplementasi yang rendah dan insiden defisiensi vitamin A yang tinggi.[6,13,14]

Kesimpulan

Meskipun vitamin A dibutuhkan dalam jumlah sedikit, vitamin A tidak dapat dihasilkan oleh tubuh sehingga harus diperoleh dari luar. Hingga saat ini, defisiensi vitamin A masih menjadi permasalahan kesehatan masyarakat secara global, termasuk di Indonesia. Defisiensi vitamin A dapat menyebabkan buta senja dan gangguan imunitas. Oleh karena itu, pemerintah melaksanakan program suplementasi vitamin A rutin pada balita, yang dilaksanakan setiap 6 bulan. Masih diperlukan penyempurnaan dalam program ini agar dapat terlaksana dengan baik di seluruh wilayah Indonesia, termasuk di wilayah dengan cakupan rendah seperti Papua.

Suplementasi vitamin A telah terbukti membawa manfaat signifikan bagi kesehatan, termasuk menurunkan mortalitas, angka kejadian diare, dan morbiditas terkait campak. Walau begitu, dokter perlu mewaspadai untuk tidak memberikan suplementasi vitamin A berlebihan. Pemberian suplementasi vitamin A berlebihan dapat menyebabkan toksisitas akut dan kronik. Meski belum pernah dilaporkan menyebabkan kematian, toksisitas vitamin A dapat menyebabkan kerusakan hati, gangguan neurologis, osteoporosis, dan penyakit venooklusif.

Referensi