Efek Hawthorne dalam studi ilmiah adalah perubahan perilaku seseorang ketika berada di bawah supervisi. Dalam dunia medis, efek Hawthorne memiliki implikasi yang besar terhadap hasil penelitian, terutama bila penelitian langsung dilakukan kepada pasien. Efek Hawthorne berpotensi menimbulkan bias dalam penelitian karena pasien yang sedang diobservasi mengubah perilakunya.[1-3]
Sejak pertama kali dicanangkan hingga saat ini, teori tentang efek Hawthorne menuai banyak kontroversi. Banyak studi yang memperdebatkan ada tidaknya efek ini. Istilah efek Hawthorne sering kali digunakan untuk menggambarkan perubahan hasil kerja seseorang ketika individu tersebut menyadari bahwa dirinya sedang diperhatikan. Istilah ini digunakan dengan sangat luas, yakni dalam bidang manajemen, medis, psikologi, dan bidang lainnya.[3-5]
Sejarah dan Perkembangan Efek Hawthorne
Studi preliminary oleh Hawthorne di tahun 1920-an menyatakan bahwa produktivitas dan hasil kerja seseorang dapat berubah karena beberapa kondisi, seperti jam istirahat, gaji, dan pencahayaan ruangan. Namun, studi Elton Mayo kemudian mengemukakan bahwa perubahan produktivitas ini terjadi bukan karena faktor-faktor yang dinilai dalam penelitian Hawthorne tersebut, melainkan karena subjek penelitian menyadari bahwa dirinya sedang diobservasi dan diteliti.
Hal inilah yang kemudian sering disebut dengan efek Hawthorne. Pergeseran definisi ini lalu banyak dikritisi. Banyak studi memperdebatkan apakah efek tersebut benar-benar ada atau tidak.[2,3]
Namun, meskipun hasil studi tentang efek Hawthorne belum konklusif, pelaku penelitian masih meyakini bahwa adanya efek Hawthorne akan memengaruhi hasil penelitian karena subjeknya menyadari bahwa dirinya sedang berpartisipasi dalam penelitian dan dapat melakukan beberapa perubahan perilaku.[2,5]
Studi tentang Efek Hawthorne
Suatu tinjauan sistematik mempelajari 19 penelitian tentang efek Hawthorne yang terdiri dari 8 uji acak terkontrol, 5 studi kuasieksprimental, dan 6 studi observasional. Seluruh studi ini secara garis besar menyimpulkan bahwa perilaku seseorang dapat berubah saat diteliti atau bila menyadari bahwa dirinya sedang diobservasi.
Namun, beberapa hasil studi tersebut tidak signifikan secara statistik dengan odds ratio beragam dari 1,06 hingga 1,21 (95% CI: 0,99–1,30). Sebanyak 12 studi menunjukkan adanya efek Hawthorne yang signifikan secara statistik. Akan tetapi, studi ini sangat heterogen, sehingga tidak dapat dibuat suatu tolak ukur yang pasti tentang keberadaan dan dampak efek Hawthorne.
Potensi terjadinya bias dalam studi-studi ini juga sangat tinggi, sehingga studi-studi ini hanya dapat menyimpulkan bahwa perilaku seseorang yang sedang diobservasi atau berpartisipasi dalam suatu penelitian dapat mengalami perubahan tertentu yang terjadi secara multifaktorial (tidak hanya efek Hawthorne saja).
Studi lebih lanjut mengenai efek Hawthorne, terutama mengenai mekanisme terjadinya dan dampak yang dapat disebabkannya masih harus dilakukan. Indikator atau kriteria yang jelas untuk mendeteksi ada tidaknya efek Hawthorne masih dibutuhkan.[2,5,6]
Faktor Psikologis di Balik Efek Hawthorne
Dari sejumlah penelitian yang ada mengenai efek Hawthorne, dapat disimpulkan bahwa produktivitas atau perilaku seseorang dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor tertentu. Namun, penentuan faktor-faktor tersebut secara pasti sulit dilakukan. Atensi, kognisi, serta kesadaran seseorang akan memengaruhi perilaku dan reaksi terhadap sesuatu.
Perubahan perilaku atau reaksi ini dapat menentukan produktivitas seseorang ataupun sikap seseorang ketika berpartisipasi dalam suatu penelitian. Perubahan tersebut dapat dipengaruhi oleh banyak faktor, baik faktor internal maupun eksternal dan secara disadari ataupun tidak. Akan tetapi, mekanisme terjadinya hal ini belum diketahui secara pasti.[2,3,7]
Implikasi Medis Efek Hawthorne
Masalah terbesar yang dapat ditimbulkan dari efek Hawthorne adalah terjadinya bias dalam penelitian medis, sehingga hasil penelitian mungkin menjadi tidak valid, terutama penelitian yang berupa uji acak terkontrol. Efek Hawthorne ini mungkin menimbulkan efek “overterapi” atau respons terapi yang lebih tinggi daripada sebenarnya.[1,4-6]
Uji klinis pada 246 pasien arthritis rematik (AR) dari American College of Rheumatology (ACR) menghipotesiskan bahwa efek Hawthorne dapat menyebabkan perbaikan klinis yang melebihi efek terapi sebenarnya. Hasil penelitian tersebut menunjukkan terjadi perbaikan nyeri sebanyak 51,7% selama penelitian berlangsung dan menurun hingga 39,7% setelah penelitian.
Penelitian ini juga menunjukkan adanya perbaikan fungsi aktivitas sehari-hari yang dinilai dari skor kuesioner sebanyak 41,3% selama penelitian dan menurun hingga 16,5% setelah penelitian. Hasil ini menunjukkan bahwa faktor psikologis dapat memengaruhi hasil terapi dan hal ini diduga dapat terjadi karena efek Hawthorne. Efek Hawthorne berpotensi menyebabkan estimasi efek terapi yang berlebihan, terutama pada jenis penelitian uji klinis.[1,8]
Studi terkini tahun 2018 juga menunjukkan adanya dampak efek Hawthorne terhadap hasil penelitian. Studi kohort pada 3.889 wanita muda usia sekolah di Afrika Utara ini mendefinisikan efek Hawthorne sebagai perubahan sikap karena berpartisipasi dalam suatu penelitian.
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa dengan diberikannya insentif tertentu, terjadi perbedaan angka kehadiran di sekolah sebanyak 99% (responden penelitian) bila dibandingkan 93% (non-responden). Studi ini menyimpulkan bahwa efek Hawthorne cenderung memberikan hasil yang lebih positif daripada keadaan sebenarnya. Hasil ini sejalan dengan penelitian ACR dan beberapa penelitian lainnya.[5,6,8]
Dampak epidemiologis dari efek Hawthorne tidak dapat dikesampingkan dan harus dipertimbangkan. Kaidah penelitian yang baik harus dilakukan untuk meminimalkan hal ini. Namun, terkadang efek Hawthorne ataupun efek plasebo dalam penelitian tidak dapat dihindari.
Hal tersebut menunjukkan bahwa faktor psikologis turut berperan dalam upaya terapeutik, baik dari dalam diri pasien ataupun dari cara dokter/peneliti memperlakukan pasien. Para peneliti harus lebih cermat dalam menentukan desain studi agar dapat meminimalkan bias, efek Hawthorne, dan faktor lain yang dapat menurunkan validitas penelitian.[1,3,5,8]
Kesimpulan
Perubahan perilaku seseorang karena kesadaran bahwa dirinya sedang diamati dikenal juga sebagai efek Hawthorne. Efek ini merupakan hal yang perlu diwaspadai oleh dokter saat melakukan telaah literatur ilmiah, terutama bila literatur merupakan suatu jurnal predator.
Dokter perlu mempertimbangkan apakah hasil suatu studi ilmiah benar terjadi akibat pengobatan yang diuji atau karena subjek penelitian menjadi lebih memperhatikan faktor-faktor lain yang berhubungan dengan penyakit mereka, seperti diet, olahraga, dan kebiasaan merokok.
Direvisi oleh: dr. Irene Cindy Sunur