Prosedur deep brain stimulation atau DBS diduga bermanfaat untuk terapi gangguan penyalahgunaan zat, misalnya penyalahgunaan cocaine, opioid, dan alkohol. Adiksi pada zat merupakan gangguan kesehatan mental kronis yang ditandai dengan perilaku mencari dan menggunakan zat secara kompulsif. Kondisi ini perlu ditangani dengan tepat untuk mencegah terjadinya komplikasi, seperti overdosis dan toksisitas sistem organ yang bisa berujung pada kematian.[1,2]
Selama ini terapi berfokus pada metode farmakologis dan psikososial. Namun, terapi ini masih menunjukkan efek pengobatan yang terbatas untuk penyalahgunaan zat. Deep brain stimulation (DBS) diajukan sebagai teknik terapi baru untuk beberapa gangguan kesehatan mental, termasuk untuk pengobatan adiksi.[1,2]
Adiksi ditandai dengan perubahan neuroplastisitas pada nukleus accumbens (NAc), struktur kunci dalam brain reward system. Terapi DBS di wilayah ini telah menunjukkan efek pengobatan yang menjanjikan.[1,2]
DBS terdiri dari elektroda yang ditanamkan berdekatan dengan struktur otak tertentu, yang lalu dihubungkan ke mesin mirip alat pacu jantung (generator denyut) yang ditanamkan di dinding dada melalui subcutaneous wire. Parameter stimulasi kemudian diteruskan oleh komputer ke pulse generator, sesuai dengan amplitudo, frekuensi, dan lebar tekanan. Struktur umum yang ditarget DBS termasuk nukleus subtalamus (STN), globus pallidus interna (GPi), dan nukleus perantara ventral talamus (VIM).[3,4]
Sekilas tentang Neurobiologi dari Adiksi Zat
Etiologi dan patogenesis adiksi zat berhubungan dengan perubahan fungsi berbagai sistem otak. Hal ini termasuk perubahan pada sistem glutamat, opioid, cannabinoid, asam gamma-aminobutyrate, norepinefrin, dan serotonergik. Selain itu, reward system dopaminergik mesolimbik berperan sentral dalam patogenesis adiksi. Hipofungsi sistem ini merupakan karakteristik utama dari adiksi zat.[1,5]
Bukti sebelumnya telah menunjukkan bahwa efek penguatan awal dari penyalahgunaan zat dimediasi oleh peningkatan besar dan cepat dalam tingkat dopamin (DA) di NAc. Namun, penggunaan zat dalam jangka panjang justru menyebabkan hipofungsi sistem dopamin. Ada hipotesis bahwa DBS bisa meringankan gejala adiksi melalui normalisasi kadar dopamin dan memulihkan fungsi reward system.[1,5]
Mekanisme Kerja Deep Brain Stimulation pada Gangguan Kesehatan Mental
DBS awalnya dianggap menghambat neuron lokal karena efek terapeutik DBS pada nukleus subtalamik serupa dengan efek kerusakan pada nukleus subtalamik. Namun, frekuensi pelepasan neuron globus pallidus ditemukan meningkat secara signifikan ketika DBS diterapkan pada inti subtalamik monyet, yang menunjukkan bahwa DBS mampu mengaktivasi daerah yang terhubung ke lokasi target.[1,6]
Neuroplastisitas adalah dasar pembelajaran dan memori jangka panjang. DBS dari nukleus talamus anterior dan korteks prefrontal ventromedial pada hewan percobaan diketahui dapat mendorong proliferasi sel granula di gyrus dentate hipokampus dan meningkatkan kepadatan sinaptik hipokampus. Menurut studi pada hewan, DBS dan penghambat reseptor dopamin bisa menormalkan remodeling sinaptik yang disebabkan oleh paparan cocaine.[1]
Osilasi saraf yang tidak normal akan memengaruhi fungsi komunikasi otak. DBS yang berirama mengganggu osilasi saraf patologis di inti target dan sirkuit yang terhubung, sehingga menormalkan aliran informasi yang disfungsional.[1,5,6]
Menariknya, DBS frekuensi tinggi tidak hanya menghasilkan perubahan spesifik pada wilayah potensi medan lokal, tetapi juga mengganggu keadaan jaringan yang tidak berfungsi melalui aktivasi akson ortodromik dan antidromik di dekat elektroda. Ada kemungkinan DBS dapat memperbaiki mode patologis spontan dari jaringan neuron. Para peneliti berkesimpulan bahwa stimulasi ekstraseluler mungkin bisa mengaktivasi subpopulasi akson aferen dan eferen.[1,5,6]
Efikasi Deep Brain Stimulation untuk Terapi Gangguan Penyalahgunaan Zat
Sejak tahun 2003, beberapa uji klinis DBS terhadap penderita kecanduan zat psikoaktif seperti alkohol, cocaine, metamfetamin/amfetamin, dan opioid telah dilakukan. Semua uji coba NAc DBS yang dilaporkan menunjukkan efek pengobatan positif.[7]
Pada penelitian yang dilakukan Mohsen et al. tahun 2023, didapatkan stimulasi NAc dalam frekuensi tinggi menghambat kekambuhan adiksi morfin setelah penghentian, memfasilitasi penurunannya, dan mencegah kembalinya perilaku mencari morfin dalam tes CPP (conditioned place preference). Oleh karena itu, pengobatan ini disimpulkan meningkatkan aktivitas lokomotor dan aktivitas neuron primer di korteks NAc.[5]
Pada penelitian yang dilakukan Ali R et al. tahun 2021, implantasi DBS NAc/VC pada pria berusia awal 30-an dengan gangguan penggunaan opioid dan benzodiazepin yang parah dan sulit disembuhkan ternyata aman. Selain itu, peserta tetap berpantang dari penggunaan zat terlarang menurut laporan pribadi dan dikonfirmasi melalui toksikologi urin selama 12 bulan masa tindak lanjut rawat jalan.[8,9]
Peserta dalam penelitian tersebut juga terus terlibat aktif dan patuh pada pengobatan komprehensif, termasuk terapi medikamentosa menggunakan buprenorfin/nalokson, terapi individu, dan terapi kelompok. Hal ini mendukung hipotesis bahwa DBS berguna membantu terapi individu dengan opioid use disorder yang sulit disembuhkan.[8,9]
Pada penelitian yang dilakukan Javed et al. tahun 2023, didapatkan bahwa DBS juga memiliki efikasi dan keamanan yang baik untuk membantu pasien-pasien dengan adiksi alkohol, nikotin, dan metamfetamin.[7]
Risiko Penggunaan Deep Brain Stimulation
Terapi DBS sebenarnya memiliki kontraindikasi absolut yang minimal, yaitu pasien tidak dapat mengoperasikan neurostimulator dengan benar. Selain itu, setelah ditanamkan, pasien dengan DBS tidak dibolehkan menjalani MRI seluruh tubuh, stimulasi magnetik transkranial, dan diatermi.[3]
Beberapa penelitian menunjukkan hilangnya dorongan seksual dan adanya perubahan kepribadian yang tidak biasa setelah menjalani DBS karena adiksi zat. Perubahan psikologis dan kepribadian ini masih menjadi keterbatasan DBS untuk mengobati adiksi. Selain itu, DBS dapat menyebabkan beberapa perubahan fisik yang tidak diinginkan, seperti perubahan tekanan darah dan detak jantung.[3,7]
Modulasi aktivitas NAc dapat memengaruhi reward system dan kesenangan bawaan. Hal ini mungkin berguna dalam mengatasi kesenangan dan penghargaan yang terkait dengan adiksi, tetapi juga dapat memengaruhi perilaku motivasi reward bawaan lain, seperti kenikmatan seksual.[3,7]
Komplikasi bedah akibat DBS dapat berupa perdarahan, gangguan perangkat keras, dan infeksi. Efek samping lain bisa berupa gangguan gaya berjalan atau bicara ringan, ketidakstabilan afektif, perburukan depresi, kejang, kesulitan konsentrasi, kebingungan, dan sakit kepala.[3]
Pertimbangan Etik Deep Brain Stimulation untuk Terapi Penyalahgunaan Zat
Namun, pertimbangan etis dan hukum terkait penggunaan DBS untuk pasien dengan gangguan penyalahgunaan zat bersifat jauh lebih kompleks. Pasien dengan gangguan kejiwaan dan penyalahgunaan zat mungkin mengalami gangguan penilaian dan tidak dapat memberikan persetujuan.[3,7,10]
Dalam beberapa kasus, karena tingkat keparahan penyakitnya, pasien mungkin lebih bersedia mengambil risiko terkait prosedur DBS invasif, terutama setelah kegagalan pengobatan konservatif. Persetujuan yang diinformasikan harus bersifat otonom dan bebas dari paksaan. Namun, beberapa ahli berpendapat bahwa orang yang kecanduan memiliki kapasitas terbatas untuk mandiri, sehingga dapat memaksa perilakunya. Pasien mungkin tidak dapat memahami risiko dan efek samping DBS.[3,7,10]
Beberapa penelitian juga telah menunjukkan bahwa terapi DBS untuk penyalahgunaan obat-obatan atau kondisi kejiwaan turut menghasilkan peningkatan suasana hati. Hal ini menyebabkan ada kekhawatiran tentang penyalahgunaan DBS oleh orang sehat yang hanya bertujuan untuk meningkatkan suasana hati. Demikian pula, orang dengan BMI normal mungkin terpikat DBS untuk menurunkan berat badan setelah melihat efek DBS sebagai pengobatan obesitas.[3,7]
Belum Adanya Kriteria Seleksi Pasien
Kriteria pemilihan pasien gangguan penyalahgunaan zat untuk terapi DBS belum dapat dipastikan dan masih menjadi pertanyaan yang sulit. Hal ini turut menjadi salah satu kendala penerapan DBS. Umumnya, DBS dikhususkan untuk kasus yang parah dan resistan terhadap pengobatan standar. Akan tetapi, kriteria yang lebih detail masih perlu dipelajari lebih lanjut.[7]
Kesimpulan
DBS menunjukkan hasil yang menjanjikan untuk terapi gangguan penyalahgunaan zat, misalnya penyalahgunaan cocaine, metamfetamin, opioid, dan alkohol. DBS berfokus pada reward system yang melibatkan nukleus accumbens (NAc) dan ventral tegmental area (VTA).
Namun, efek terapi DBS sangat tergantung pada struktur otak yang terstimulasi dan koneksinya. Studi klinis lebih lanjut masih diperlukan untuk mengonfirmasi efikasi serta keamanan DBS pada kasus penyalahgunaan zat.
Studi klinis lebih lanjut juga masih diperlukan untuk menentukan kriteria seleksi pasien. Saat ini, masih terdapat kekhawatiran etik mengenai kemungkinan penyalahgunaan DBS oleh pasien yang tidak sesuai, karena adanya efek lain DBS seperti penurunan berat badan dan peningkatan suasana hati. Selain itu, ada kekhawatiran etik mengenai risiko pasien adiksi zat yang mungkin mengalami gangguan penilaian dan pengambilan keputusan.
Dari sisi profil keamanan, DBS cukup aman untuk digunakan pada pasien dengan adiksi zat. Namun, kemungkinan efek samping tetap ada, misalnya komplikasi bedah, perubahan kepribadian, ketidakstabilan afektif, perburukan depresi, kejang, kesulitan berkonsentrasi, kebingungan, dan sakit kepala.