Pendahuluan Hiperglikemia Hiperosmolar
Status hiperglikemia hiperosmolar atau hyperosmolar hyperglycemic state adalah suatu kegawatdaruratan diabetes, terutama diabetes mellitus tipe 2, yang ditandai dengan peningkatan kadar glukosa darah melebihi 600 mg/dL (30 mmol/L). Kondisi ini merupakan bagian dari krisis hiperglikemia, yang mana bisa terjadi pada pasien anak dan dewasa dengan diabetes.[1-4]
Pada diabetes tipe 2, resistensi insulin dan defisiensi insulin relatif menyebabkan akumulasi glukosa dalam sirkulasi darah. Jika terdapat faktor presipitasi, glukosa darah akan meningkat lebih banyak dan pasien lebih berisiko mengalami status hiperglikemia hiperosmolar. Faktor presipitasi utama adalah infeksi, putus obat antidiabetik oral, gangguan pada sistem kardiovaskular, dan pankreatitis.
Berbeda dengan ketoasidosis diabetik (KAD), status hiperglikemia hiperosmolar tidak menghasilkan keton dari proses ketogenesis. Hal ini yang menjadi alasan tidak ditemukan adanya keton pada pemeriksaan, atau bilapun ditemukan maka jumlahnya sangat minimal. Sebelumnya, status hiperglikemia hiperosmolar lebih umum dikenal dengan istilah hyperosmolar non-ketotic coma (HONK).[1]
Tanda klinis status hiperglikemia hiperosmolar meliputi dehidrasi, hiperglikemia, defisit neurologis, dan tidak ditemukan adanya (atau minimal) ketosis. Menurut Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PERKENI), diagnosis status hiperglikemia hiperosmolar ditegakkan jika kadar glukosa plasma >600 mg/dL (30 mmol/L), tanpa manifestasi asidosis, osmolaritas plasma >320 mOs/mL, tidak ada atau rendahnya kadar serum keton, dengan anion gap normal atau sedikit meningkat.[1,3,5]
Tata laksana status hiperglikemia hiperosmolar bertujuan untuk mengganti cairan dan elektrolit yang hilang, serta memperbaiki osmolaritas dan kadar glukosa darah menuju nilai normal. Pendekatan tata laksana mencakup rehidrasi cairan, koreksi elektrolit, pemberian insulin intravena, serta identifikasi dan tata laksana faktor presipitasi.[1,2,5,6]