Pendahuluan Aneurisma Aorta Abdominalis
Aneurisma aorta abdominalis (AAA) merupakan suatu kondisi dilatasi patologis aorta dengan peningkatan diameter 50% lebih besar dari nilai normal. Aneurisma aorta abdominalis memiliki risiko mengalami ruptur yang dapat menyebabkan perdarahan internal dengan tingkat mortalitas yang sangat tinggi, yaitu 80–90%.
AAA paling sering terjadi pada aorta di sekitar 3 cm di bawah arteri ginjal, atau disebut dengan aorta pararenal. Berdasarkan insidennya, aneurisma aorta abdominalis lebih banyak terjadi dibandingkan aneurisma aorta toraks dengan perbandingan 1,7:1.[1,2]
Pada sebagian besar kasus, aneurisma aorta abdominalis bersifat asimtomatik sebelum terjadi ruptur aneurisma aorta abdominalis. Hanya beberapa kasus aneurisma aorta abdominalis yang menimbulkan gejala seperti nyeri perut menjalar ke punggung atau regio pelvis.[2,3,4]
Ultrasonografi (USG) digunakan baik sebagai prosedur skrining AAA di pelayanan kesehatan primer maupun diagnostik awal/bedside. Akan tetapi, untuk perencanaan tindakan operatif dan penilaian kestabilan ruptur, computed tomography scan (CT scan) lebih disukai daripada USG karena memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang lebih tinggi.[1,2,7]
Modalitas penatalaksanaan aneurisma aorta abdominalis meliputi pemberian farmakoterapi dan terapi operatif. Beberapa jenis terapi operatif yang dilakukan pada kondisi aneurisma aorta abdominalis adalah endovascular aneurysm repair (EVAR) dan tindakan laparotomi.[3,5–7]
Prognosis aneurisma aorta abdominalis pada umumnya buruk, dengan tingkat mortalitas yang tinggi. Hal ini karena adanya kemungkinan terjadi ruptur aneurisma dan komplikasi yang ditimbulkan fatal. Ruptur aneurisma dapat menimbulkan paralisis karena iskemia saraf spinal, gagal ginjal akibat iskemia renal, dan peritonitis karena iskemia mesenterika, dan gagal jantung jika diseksi aorta naik ke perikardium dan/atau arteri koroner.[1,2]