Pendahuluan Respiratory Syncytial Virus
Respiratory syncytial virus atau RSV merupakan virus yang sering menginfeksi saluran pernapasan dan ditularkan melalui droplet atau kontak langsung dengan pasien yang terinfeksi. Infeksi RSV dapat mengenai semua usia, namun lebih sering mengenai anak usia kurang dari dua tahun, menyebabkan bronkiolitis dan pneumonia.
Manifestasi klinis infeksi RSV dapat bervariasi mulai dari tidak menunjukkan gejala, gejala ringan yang hanya memengaruhi saluran pernapasan bagian atas, hingga kasus yang lebih serius yang melibatkan saluran pernapasan bagian bawah.[1–4]
Infeksi pada saluran pernapasan atas dapat menimbulkan gejala seperti demam, rhinorrhea, batuk, dan myalgia. Namun, ketika terjadi keterlibatan saluran pernapasan bawah, gejala bisa menjadi lebih berat, termasuk sesak napas, sianosis, bahkan hingga apnea.
Infeksi RSV yang berat cenderung terjadi pada kelompok dengan faktor risiko tinggi, seperti bayi prematur dan individu dengan kondisi medis penyerta. Pada orang dewasa, risiko infeksi yang berat lebih tinggi pada kelompok lansia yang memiliki penyakit komorbid, seperti penyakit jantung, penyakit paru, gangguan neurologis, dan diabetes mellitus.[1–4]
Penegakkan diagnosis infeksi RSV hanya berdasarkan temuan klinis. Pemeriksaan penunjang tidak secara rutin direkomendasikan, kecuali jika hasil dari pemeriksaan tersebut dapat memengaruhi tata laksana yang diberikan atau untuk menyingkirkan kemungkinan diagnosis lainnya.
Tata laksana infeksi RSV bersifat suportif dan simtomatik. Tata laksana mencakup pemberian oksigen bila diperlukan, antipiretik, nutrisi, dan cairan. Pencegahan kasus RSV terutama dengan mengupayakan atau meminimalisir risiko terjadinya transmisi virus, seperti dengan menjaga kebersihan (hand hygiene), dan universal precaution. Upaya pencegahan lain adalah dengan pemberian vaksin dan imunisasi pasif seperti palivizumab atau nirsevimab.[1–5]