Pendahuluan Spinal Muscular Atrophy
Spinal muscular atrophy atau sering disingkat dengan SMA merupakan penyakit neuromuskular yang diturunkan secara autosomal resesif. SMA tergolong penyakit akibat kelainan genetik yang langka dan seringkali menyebabkan kematian pada balita. Sekitar 95–96% kasus SMA disebabkan karena adanya delesi atau mutasi pada kromosom 5q13.[1–4]
Adanya delesi atau mutasi ini menyebabkan hilangnya neuron motorik pada bagian kornu anterior dari sumsum tulang belakang dan nuklei batang otak sehingga akan muncul keluhan kelemahan dan atrofi dari otot-otot yang sifatnya simetris dan progresif. Pada sekitar 4–5% sisa kasus SMA, tidak ditemukan adanya delesi atau mutasi pada SMN1 tetapi ditemukan adanya pola genetik yang diwariskan dari orang tua penderita.[3,4]
Diagnosis SMA dapat dicurigai pada bayi yang mengalami gangguan motorik atau adanya gangguan motorik yang sifatnya progresif, terutama pada otot-otot proksimal, serta berkurang atau tidak adanya refleks tendon. Diagnosis menjadi semakin pasti ketika ditemukan adanya delesi atau mutasi SMN1 pada pemeriksaan genetik.[4]
Berdasarkan manifestasi klinis pasiennya, SMA dibagi menjadi 5 tipe yaitu SMA 0 sampai 4. SMA tipe 1 disebut juga sebagai Werdnig-Hoffmann disease. Sementara itu, SMA tipe 2 dan SMA tipe 3 dikenal juga sebagai Dubowitz disease dan Kugelberg-Welander disease.
Tata laksana pada SMA dulunya berupa pengobatan suportif, namun dengan teknologi sekarang, sudah mulai dikembangkan obat-obatan yang sudah disetujui FDA.[4]