Pendahuluan Hifema Traumatis
Hifema traumatis adalah terjadinya akumulasi eritrosit di kamera okuli anterior akibat cedera pembuluh darah area perifer iris, sfingter iris, maupun badan siliaris anterior. Hifema traumatis bisa terjadi karena trauma tumpul maupun penetrasi pada mata.[1-3]
Insiden hifema traumatis secara global mencapai 17 kasus per 100.000 orang, dengan penyebab terseringnya adalah trauma tumpul seperti tindakan kekerasan atau olahraga dengan bola. Kelompok usia 10–20 tahun merupakan yang paling banyak mengalami hifema traumatis.[1-3]
Karena hifema traumatis berkaitan dengan cedera pada mata, diagnosis diawali dengan identifikasi kegawatdaruratan. Identifikasi red flags yang meliputi ruptur bola mata, trauma penetrasi, perdarahan retrobulbar, dan anemia sel sabit perlu dilakukan karena berkaitan dengan agresivitas tata laksana dan outcome visual pasien.[1,4-6]
Setelah stabilisasi jalan napas dan hemodinamik, penilaian derajat hifema dilakukan. Penilaian derajat hifema sampai saat ini masih menggunakan grading oleh Edward dan Layden (1973) yang terdiri dari mikrohifema sampai dengan hifema derajat 4. Pada derajat 4, akumulasi darah memenuhi kamera okuli anterior (KOA).[1,4-6]
Pemeriksaan tekanan intraokular (TIO) perlu dilakukan untuk mengeksklusi hipertensi okuli. Pemeriksaan posisi bola mata, visus, dan relative afferent pupillary defect (RAPD) penting dilakukan untuk mengeksklusi sindrom kompartemen orbita yang juga vision threatening. Pemeriksaan penunjang umumnya dilakukan untuk eksklusi kondisi klinis yang menyertai, misalnya kelainan segmen posterior mata seperti ablatio retina.[2,5,6]
Hal yang perlu diperhatikan dalam tata laksana hifema traumatis adalah mengontrol TIO, mengurangi inflamasi, dan mengurangi risiko perdarahan ulang. Tata laksana hifema traumatis meliputi pemberian agen sikloplegik, antihipertensi topikal, analgesik topikal, dan antiemetik. Kortikosteroid sistemik sampai saat ini masih diperdebatkan. Tindakan operatif seperti irigasi darah dan bekuan darah dari KOA dipertimbangkan bila tata laksana medikamentosa tidak dapat mengontrol TIO.[1,2,4]
Komplikasi terkait hifema traumatis yang ditakutkan adalah gangguan penglihatan dan glaukoma. Gangguan penglihatan dapat terjadi karena kumpulan darah pada KOA yang menekan saraf optik dan menyebabkan glaukoma. Selain itu, hifema bisa meninggalkan corneal blood staining, sehingga menutupi aksis visual dan menyebabkan gangguan penglihatan.[7]