Agen Stimulasi Eritropoiesis pada Bayi Prematur

Oleh :
dr. Utari Nur Alifah

Bayi prematur sering memerlukan agen stimulasi eritropoiesis karena mengalami anemia dan memiliki kadar eritropoetin yang rendah. Anemia pada bayi prematur memiliki dampak jangka panjang pada tumbuh kembang. Pengambilan darah berulang-ulang, masa hidup sel darah merah yang lebih pendek, dan respons lemah terhadap eritropoetin berkontribusi terhadap kejadian anemia pada bayi prematur.[1,2]

Normalnya, bayi baru lahir yang cukup bulan mengalami penurunan hemoglobin hingga 11g/dL di usia 8-12 minggu. Pada bayi prematur, penurunan dapat mencapai 7,0 hingga 10,0 g/dL di usia 6 minggu.[2]

StimulasiEritropoiesis

Bayi prematur dengan berat badan lahir sangat rendah memiliki risiko tinggi terhadap morbiditas dan mortalitas. Kelompok ini seringkali memerlukan transfusi sel darah merah di minggu-minggu pertama kehidupannya karena mempertahankan kadar besi dan hemoglobin pada bayi baru lahir sangat penting untuk mendukung eritropoiesis, pertumbuhan, dan perkembangan otak.[3]

Peran Eritropoetin pada Bayi Prematur

Eritropoetin merupakan glikoprotein yang memainkan peran penting dalam mengatur kualitas eritrosit dan hematopoiesis dalam translokasi dan transkripsi eritrosit. Eritropoetin berkontribusi pada hematopoiesis sel induk dan progenitor hematopoietik dengan mendorong proliferasi eritroid.[4,5]

Kadar plasma eritropoetin pada neonatus lebih rendah dibandingkan anak-anak yang lebih tua dan orang dewasa. Sebuah penelitian melaporkan bahwa di usia 2-30 hari, konsentrasi eritropoetin rerata pada neonatus adalah 10 mIU/mL bila dibandingkan, orang dewasa yang memiliki rerata kadar eritropoetin 15 mIU/mL. Kadar eritropoetin yang lebih rendah juga merupakan alasan rendahnya hematokrit pada bayi prematur dibandingkan bayi cukup bulan.[2]

Peningkatan kadar eritropoetin endogen pada bayi prematur berkaitan dengan peningkatan protein terkait peradangan dan berhubungan dengan risiko gangguan perkembangan mental atau psikomotor di fase kehidupan selanjutnya. Selain itu, kadar eritropoetin endogen juga telah dikaitkan dengan risiko gangguan paru, retina, dan saluran cerna pada bayi prematur. Meski begitu, pemberian eritropoetin eksogen tidak ditemukan membawa risiko serupa.[5,6]

Penggunaan Eritropoetin untuk Anemia pada Bayi Prematur

Berdasarkan data yang menunjukkan bahwa kadar plasma eritropoetin lebih rendah pada bayi prematur, penggunaan eritropoetin dalam pencegahan dan penanganan anemia prematuritas mulai dicetuskan. Meskipun regulasi eritropoetin akan meningkat dalam kondisi stress jaringan, seperti hipoksia, neonatus mengalami eliminasi eritropoetin yang lebih cepat dan volume distribusi yang besar sehingga diperlukan penambahan eritropoetin yang lebih tinggi dibandingkan yang dibutuhkan orang dewasa.[2,6]

Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi eritropoetin endogen sebagai biomarker cedera hipoksia tidak memiliki pengaruh terhadap potensi efek perlindungan dari eritropoetin rekombinan manusia eksogen. Eritropoetin eksogen bersifat neuroprotektif dan terbukti dapat menurunkan volume transfusi serta meningkatkan luaran perkembangan saraf pada bayi prematur.[2,5,6]

Anemia pada Bayi Prematur

Pada bayi prematur, anemia merupakan komplikasi yang fatal. Anemia pada bayi prematur dapat disebabkan oleh perdarahan, infeksi, asupan nutrisi yang tidak mencukupi, penyakit kardiorespirasi, dan penyebab iatrogenik. Secara garis besar, anemia pada bayi prematur ditangani dengan transfusi darah dan pemberian eritropoetin.[1-3,7]

Sekilas Mengenai Penanganan Anemia pada Bayi Prematur

Anemia yang berkepanjangan dan terjadi secara progresif pada bayi prematur berhubungan dengan pertambahan berat badan yang buruk, takikardia, bradikardia, dan eksaserbasi apnea. Dahulu transfusi dianggap sebagai jalan terbaik mengatasi anemia pada prematuritas, tetapi saat ini terjadi perpindahan tren di mana strategi transfusi pada bayi prematur menjadi lebih restriktif. Beberapa penelitian bahkan menunjukkan bahwa pemberian transfusi yang lebih restriktif dapat mengurangi risiko gangguan perkembangan saraf dan kematian.[8]

Indikasi Transfusi:

Indikasi diberikannya transfusi pada neonatus dibagi menjadi dua, yaitu adanya kehilangan darah akut dan kronis. Pada kehilangan darah akut, transfusi dapat diberikan pada kondisi kehilangan darah >20% volume darah, atau kehilangan darah >10% volume darah dengan gejala penurunan pengantaran oksigen, seperti adanya asidosis persisten setelah resusitasi volume.[2,8]

Pada kehilangan darah kronis, transfusi harus dipertimbangkan berdasarkan dukungan respirasi pada bayi, ataupun kadar hematokrit (Ht) atau hemoglobin (Hb). Pada bayi yang membutuhkan ventilasi mekanik moderat atau signifikan, batasan Ht adalah <30% atau Hb ≤10 g/dL. Pada bayi yang memerlukan ventilasi mekanik minimal, batas Ht adalah <25% atau Hb ≤ 8 g/dL.

Batas Ht adalah <25% atau Hb ≤ 8 g/dL pada bayi yang memerlukan suplementasi oksigen aliran tinggi atau rendah tetapi tidak membutuhkan ventilasi mekanik, disertai setidaknya satu tanda klinis berikut: takikardia (≥180 kali/menit) selama ≥24 jam, takipnea (≥60 kali/menit) selama ≥24 jam, kebutuhan oksigen dua kali lipat dari 48 jam sebelumnya, asidosis metabolik, penambahan berat badan <10 g/kg/hari selama 4 hari sebelumnya saat menerima ≥120 kkal/kg/hari, atau jika bayi menjalani operasi besar dalam waktu 72 jam. Bayi yang memerlukan oksigen tapi tidak memiliki tanda klinis tersebut tidak memerlukan transfusi kecuali tanda klinis muncul.

Pada bayi tanpa ada gejala apapun, batasan Ht adalah 21% atau Hb ≤ 7g/dL dengan retikulosit absolut <2%. Bayi tanpa tanda dan gejala yang secara aktif memproduksi sel darah merah dan memiliki peningkatan hitung retikulosit tidak membutuhkan transfusi sel darah merah.[8]

Manfaat Agen Stimulasi Eritropoiesis pada Bayi Prematur

Agen stimulasi eritropoiesis telah diteliti dan diberikan dalam penanganan bayi prematur dengan anemia. Agen stimulasi eritropoiesis diharapkan dapat menurunkan keperluan transfusi sel darah merah. Namun, penelitian terkait agen stimulasi eritropoiesis masih terbatas, sehingga pedoman standar penggunaan agen stimulasi eritropoiesis masih belum tersedia.[2,8]

Basis Bukti Ilmiah Efikasi Pemberian Agen Stimulasi Eritropoiesis pada Bayi Prematur

Suatu tinjauan Cochrane (2020) mengevaluasi 34 studi dengan total 3643 partisipan. Sebanyak 19 dari 34 studi yang dianalisis mengindikasikan bahwa eritropoetin yang diberikan pada kurang dari usia 8 hari dapat mengurangi ≥ 1 kebutuhan transfusi sel darah merah. Tinjauan ini juga menunjukkan bahwa pemberian eritropoetin secara dini tidak berkaitan dengan risiko retinopathy of prematurity (ROP) maupun peningkatan mortalitas.

Selain itu, tidak ditemukan perbedaan signifikan dalam insiden cerebral palsy antara kelompok yang diberi eritropoetin dengan plasebo. Tinjauan ini juga menemukan adanya penurunan signifikan pada seluruh gangguan perkembangan saraf di usia koreksi 18-22 bulan pada kelompok yang diberikan eritropoetin dibandingkan kelompok plasebo. Meski demikian, peneliti Cochrane memberi catatan bahwa kesimpulan yang lebih meyakinkan baru bisa diambil setelah ada hasil dari uji klinis yang lebih besar.[2]

Lebih lanjut lagi, berbagai penelitian lain melaporkan bahwa tidak ada bukti eritropoetin dosis tinggi yang diberikan kepada bayi prematur dengan perdarahan intraventrikel mempengaruhi skor cedera otak pada pemeriksaan MRI. Meskipun begitu, belum ada pula bukti meyakinkan bahwa eritropoetin memberi manfaat neuroproteksi signifikan.[9-13]

Kesimpulan

Bukti terbatas yang tersedia mengindikasikan bahwa pemberian agen stimulasi eritropoiesis bermanfaat  dalam menurunkan angka kebutuhan transfusi bagi bayi prematur, serta tidak berkaitan dengan retinopati maupun peningkatan angka kematian. Meski demikian, bukti yang tersedia masih kurang meyakinkan. Masih dibutuhkan uji klinis skala besar lebih lanjut untuk memastikan efikasi, dosis optimal, profil keamanan, dan dampak jangka panjang dari pemberian agen stimulasi eritropoiesis.

Referensi