Kortikosteroid antenatal telah digunakan secara luas pada wanita yang berisiko melahirkan prematur. Kelahiran prematur merupakan penyebab utama kematian neonatus dan menjadi alasan utama perawatan antenatal. Prematuritas merupakan penyebab dari 70% kematian neonatus, 36% kematian bayi, dan 50% gangguan neurologis jangka panjang.[1-3]
Pemberian kortikosteroid antenatal diharapkan dapat meningkatkan luaran neonatal serta menurunkan mortalitas dan risiko komplikasi, seperti respiratory distress syndrome, perdarahan intraventrikular, necrotizing enterocolitis, dan kematian perinatal.[1-3]
Bukti Ilmiah terkait Pemberian Kortikosteroid Antenatal
Beberapa penelitian telah dilakukan untuk menelaah efek kortikosteroid antenatal terhadap pematangan paru janin serta morbiditas dan mortalitas neonatal.
Sebuah tinjauan Cochrane mengkaji 30 uji acak terkontrol dengan total 7.774 wanita dan 8.158 bayi, yang membandingkan pemberian kortikosteroid antenatal (betamethasone, dexamethasone, atau hydrocortisone) dengan plasebo, atau tanpa terapi sama sekali.[1]
Jika dibandingkan dengan plasebo atau tanpa terapi sama sekali, pemberian kortikosteroid antenatal berkaitan dengan penurunan risiko kematian neonatal, respiratory distress syndrome, necrotizing enterocolitis, dan perdarahan intraventrikular. Kortikosteroid antenatal juga menurunkan kebutuhan ventilasi mekanik, terapi surfaktan, dan suplementasi oksigen pada neonatus prematur.[1]
Kortikosteroid antenatal juga dianggap aman karena tidak meningkatkan risiko korioamnionitis, endometritis, dan kematian maternal. Akan tetapi, luaran jangka panjang kortikosteroid antenatal masih belum dapat dipastikan karena hanya sejumlah kecil studi yang melakukan follow-up. Data yang ada menunjukkan bahwa tidak ada peningkatan atau penurunan signifikan terhadap keterlambatan perkembangan dan cerebral palsy pada anak berusia 2 tahun. Studi dengan skala lebih besar diperlukan untuk memastikan hal ini.[1]
Kontroversi terkait Pemberian Kortikosteroid Antenatal
Perbedaan pendapat juga masih ada terkait pemilihan agen kortikosteroid, waktu pemberian, dosis, dan penggunaan dosis ulangan.[4]
Betamethasone Vs Dexamethasone sebagai Kortikosteroid Antenatal
Saat ini, belum cukup data yang membandingkan secara langsung dua agen yang sering digunakan dalam konteks ini, yaitu betamethasone dan dexamethasone. Studi terdahulu menyatakan bahwa tidak terdapat perbedaan dalam hal insidensi respiratory distress syndrome. Namun, terdapat penurunan bermakna dalam denyut jantung jantung pada grup dexamethasone.[4]
Dosis dan Pemberian
Belum ada uji coba yang menyelidiki dosis regimen kortikosteroid antenatal. Saat ini sedang berjalan sebuah uji acak terkontrol yang membandingkan dua dosis betamethasone dengan dosis tunggal terhadap luaran yang berupa respiratory distress syndrome.
Data mengenai interval pemberian yang optimal juga masih terbatas. Studi kohort terbaru di Eropa mendemonstrasikan bahwa angka kematian bayi berkurang secara signifikan bahkan ketika kortikosteroid antenatal diberikan hanya beberapa jam sebelum kelahiran, dengan efek pengurangan maksimal tercapai pada 18 hingga 24 jam pemberian.[4,5]
Dosis Ulangan
Masalah lain yang sering diperdebatkan adalah apakah dosis ulangan diperlukan ketika persalinan prematur tidak terjadi seperti yang telah diprediksi meskipun kortikosteroid sudah diberikan. Tidak diragukan lagi, kortikosteroid memiliki manfaat jangka pendek dalam meningkatkan luaran respiratorik neonatus. Namun, pemberian kortikosteroid berulang dikhawatirkan berdampak terhadap luaran neurologis anak jangka panjang.
Beberapa studi melaporkan bahwa dosis multipel kortikosteroid antenatal pada wanita dengan usia kehamilan di atas 37 minggu dapat meningkatkan kemungkinan kematian atau disabilitas neurodevelopmental dan neurosensorik. Sejumlah kecil kasus cerebral palsy juga dilaporkan terjadi pada anak yang terpapar dosis ulangan kortikosteroid.[4]
Melihat hal ini, peneliti menganjurkan untuk memegang prinsip agar meminimalkan paparan kortikosteroid.[4]
Dampak Kortikosteroid pada Late Preterm
Di samping itu, pemberian kortikosteroid antenatal pada late preterm atau usia kehamilan lebih dari 34 minggu masih menuai kontroversi. Pada tahun 2016, Gyamfi-Bannerman et al melakukan sebuah uji acak terkontrol multisenter yang melibatkan total 2.831 wanita yang berisiko tinggi melahirkan pada periode late preterm.
Partisipan dialokasikan secara acak untuk menerima betamethasone 11,4 mg atau plasebo. Luaran primer yang diteliti adalah morbiditas yang berkaitan dengan penyakit respiratorik, kelahiran mati, dan kematian neonatus dalam 72 jam setelah lahir.
Hasilnya, terdapat penurunan signifikan pada luaran primer dari kelompok betamethasone. Kejadian transient tachypnoea of the newborn juga lebih rendah pada kelompok betamethasone dibandingkan kelompok plasebo. Akan tetapi, secara tidak terduga, terjadi peningkatan hipoglikemia neonatal pada mereka yang terpapar betamethasone antenatal.[6]
Dalam sebuah meta-analisis pada tahun 2016, Saccone et al turut mengemukakan hal yang serupa. Walaupun risiko respiratory distress syndrome dan transient tachypnoea of the newborn terlihat lebih rendah secara signifikan, angka kejadian hipoglikemia neonatal didapatkan lebih tinggi secara signifikan pada mereka yang terpapar kortikosteroid antenatal (betamethasone dan dexamethasone).[7]
Penelitian lebih lanjut menyatakan bahwa risiko untuk terjadinya hipoglikemia neonatal lebih tinggi daripada manfaat respiratorik yang diperoleh dari kortikosteroid antenatal pada periode late preterm dan term. Hipoglikemia neonatal dikaitkan dengan neurodevelopmental delay, cerebral palsy, dan gangguan neuropsikiatrik, walaupun besar dampaknya belum dapat ditentukan.[4,8,9,10]
Kedua temuan ini lah yang menjadi dasar American College of Obstetricians and Gynecologists merevisi pedoman terkait ini dan menekankan bahwa kortikosteroid antenatal dosis tunggal dapat diberikan pada wanita yang berisiko melahirkan pada periode late preterm hanya jika belum mendapatkan kortikosteroid sebelumnya.[10]
Pedoman terkait Pemberian Kortikosteroid Antenatal
The American College of Obstetrician and Gynecologists (ACOG) merekomendasikan pemberian kortikosteroid antenatal dosis tunggal, yaitu betamethasone 12 mg atau dexamethasone 6 mg untuk wanita hamil dengan usia gestasi 24–33 minggu yang berisiko melahirkan prematur dalam 7 hari, termasuk pada kasus ruptur membran atau kehamilan gemelli. Kortikosteroid antenatal juga dapat dipertimbangkan pada kemungkinan late preterm, yaitu usia kehamilan 34–36 minggu, yang belum pernah mendapatkan kortikosteroid antenatal sebelumnya.[11]
Dosis ulangan atau dapat dipertimbangkan pada wanita dengan usia kehamilan <34 minggu yang berisiko melahirkan prematur dalam waktu 7 hari, dan pada wanita yang telah mendapatkan kortikosteroid antenatal lebih dari 14 hari sebelumnya. Pengulangan dosis di luar itu tidak masih kontroversial dan bukti klinisnya belum cukup untuk mendukung atau menentang rekomendasi tersebut.[11]
Di lain sisi, Royal College of Obstetrician and Gynaecologists masih merekomendasikan pemberian kortikosteroid antenatal pada wanita yang akan menjalani sectio caesarea elektif pada usia gestasi <38 minggu. RCOG juga secara spesifik merekomendasikan betamethasone sebagai kortikosteroid antenatal lini pertama dan menganjurkan pemberiannya sebanyak dua dosis 12 mg secara intramuskuler dengan interval 24 jam.[13]
Perhatian khusus perlu diberikan pada wanita dengan infeksi sistemik, seperti tuberkulosis paru atau sepsis, karena kortikosteroid memiliki mekanisme yaitu menyupresi sistem imun, sehingga dikhawatirkan dapat meningkatkan risiko aktivasi infeksi laten.[13]
Kesimpulan
Kortikosteroid antenatal telah digunakan secara luas pada wanita yang berisiko mengalami persalinan prematur atau dengan usia kehamilan di bawah 34 minggu. Kortikosteroid terbukti dapat menurunkan risiko gangguan respiratorik, perdarahan intraventrikular, necrotizing enterocolitis, kebutuhan ventilasi mekanik, dan infeksi sistemik dalam beberapa hari pertama kehidupan.
Pemberian kortikosteroid antenatal tergolong aman pada ibu hamil dengan tidak terdapat peningkatan risiko korioamnionitis, endometriosis, dan mortalitas maternal.
Akan tetapi masih terdapat beberapa isu yang belum dapat dibuktikan secara ilmiah terkait kortikosteroid antenatal. Penelitian jangka panjang perlu dilakukan untuk menentukan dosis optimal dan regimen kortikosteroid, manfaat dan kerugian dosis ulangan, dan peran kortikosteroid pada periode late preterm.
Studi longitudinal juga penting dilakukan mengingat terdapat kekhawatiran efek jangka panjang dari kortikosteroid antenatal.
The American College of Obstetrician and Gynecologists (ACOG) merekomendasikan pemberian kortikosteroid antenatal dosis tunggal, dapat berupa betamethasone 12 mg atau dexamethasone 6 mg pada wanita hamil dengan usia gestasi 24–33 minggu yang berisiko melahirkan prematur dalam 7 hari, terlepas dari status membrane dan jumlah janin.[11]
Pemberian kortikosteroid antenatal juga dapat dipertimbangkan pada periode late preterm, yaitu usia kehamilan 34–36 minggu, apabila sebelumnya belum pernah mendapatkan kortikosteroid antenatal.