Pemeriksaan hematologi rutin dan hitung jenis leukosit memegang peranan penting dalam mendeteksi berbagai penyakit, termasuk COVID-19, terutama mengingat pemeriksaan diagnostik baku emas untuk penyakit ini masih terbatas ketersediaannya.
Pemeriksaan hematologi rutin dan hitung jenis leukosit pada pasien yang dicurigai COVID-19 sangat penting dilakukan, karena dapat digunakan sebagai data pendukung pemeriksaan baku emas, yaitu real time reverse polymerase chain reaction (RT-PCR). Selain sebagai deteksi awal, pemeriksaan laboratorium dapat menjadi alat monitoring perjalanan penyakit COVID-19. Beberapa komponen pemeriksaan darah yang banyak digunakan sebagai alat monitoring dan prediktor COVID-19 adalah kadar leukosit, kadar limfosit, kadar neutrofil, kadar trombosit, dan rasio neutrofil-limfosit.[1-4]
Sekilas tentang COVID-19
Coronavirus Disease 2019 atau COVID-19 awalnya muncul di Wuhan, Cina, yang disebabkan oleh virus Corona atau SARS-CoV-2 (severe acute respiratory syndrome coronavirus 2). Virus Corona yang termasuk dalam β-coronavirus ini berbentuk amplop yang tidak bersegmen dengan polaritas positif berjenis RNA virus. Sampai saat ini, penyebaran awal yang pasti dari virus ini masih belum jelas, tetapi beberapa peneliti mengemukakan bahwa SARS-CoV-2 yang ditemukan di manusia identik dengan yang ditemukan pada hewan kelelawar dan trenggiling.
Virus Corona menempel pada reseptor hACE2 (human angiotensin converting enzyme 2) manusia dan bereplikasi di inti sel, kemudian melakukan viral budding. Setelah semua bagian virus lengkap, terjadilah pelepasan virus dari sel tersebut ke seluruh tubuh. Apabila sudah mencapai jumlah virus (viral load) yang dapat menyebabkan kerusakan organ, maka gejala klinis akan muncul pada pasien, mulai dari gejala ringan, seperti batuk, pilek, nyeri tenggorokan, kelelahan, gangguan pencernaan dan ruam kulit; hingga gejala berat, seperti acute respiratory distress syndrome, batuk berdarah, nyeri kepala berat, dan demam tinggi.[5-7]
Parameter Hematologi pada COVID-19
Hematologi rutin dan hitung jenis leukosit merupakan pemeriksaan sederhana yang dapat dilakukan di hampir semua fasilitas kesehatan yang memiliki laboratorium klinik dengan alat pemeriksaan hematologi. Menurut WHO, pengambilan sampel hematologi harus memperhatikan beberapa hal, yakni kondisi klinis pasien yang dapat memengaruhi hasil, komposisi yang sesuai antara sampel dan zat aditif (EDTA – ethylenediaminetetraacetic acid), alat pemeriksaan yang sudah dikalibrasi dan melewati kontrol kualitas.[8-10]
Berdasarkan beberapa studi, profil hematologi rutin dan hitung jenis leukosit pada pasien COVID-19 dapat menunjukkan karakteristik tertentu. Para peneliti menyimpulkan bahwa beberapa parameter hematologi yang signifikan berubah pada pasien COVID-19 adalah kadar leukosit, kadar limfosit, kadar neutrofil, serta rasio neutrofil-limfosit. Beberapa jurnal juga menampilkan profil kadar hemoglobin dan trombosit serta perubahan gambaran darah tepi (GDT) yang terjadi selama pasien menderita COVID-19.[11-18]
Profil Hitung Jenis Leukosit pada COVID-19
Leukosit adalah sel yang memiliki fungsi utama menjaga imunitas tubuh. Leukosit terdiri dari 5 jenis, yaitu eosinofil, basofil, neutrofil, limfosit, dan monosit.
Kadar Leukosit pada pasien COVID-19
Sebuah studi meneliti sampel 41 orang yang terbagi menjadi 2 kelompok, yaitu kelompok pasien ICU dan kelompok pasien non-ICU. Pada kelompok pasien ICU, didapatkan sebanyak 54% mengalami leukositosis (leukosit >10 x 109/L). Sedangkan pada kelompok non-ICU, didapatkan sebanyak 48% mempunyai kadar leukosit yang normal (4-10 x 109/L).[11]
Studi lain dengan jumlah sampel 67 orang, meneliti 2 kelompok pasien, yaitu kelompok pasien ICU (9 pasien) dan kelompok pasien non-ICU (58 pasien). Pada kelompok pasien ICU, sebanyak 55,6% (5 pasien) mempunyai kadar leukosit >4 x 109/L sedangkan pada kelompok pasien non-ICU, sebanyak 73,2% (41 pasien) mempunyai kadar leukosit dalam rentang 2-4 x 109/L.[12]
Berdasarkan studi-studi di atas, kadar leukosit akan cenderung lebih tinggi pada pasien yang dirawat di ICU daripada pasien di ruang rawat biasa. Namun, belum dapat dikonfirmasi apakah jumlah leukosit yang tinggi merupakan prediktor pasien yang akan membutuhkan ICU atau hanya terjadi akibat acute respiratory syndrome (ARDS)/pneumonia yang akhirnya dirawat di ICU.[11,12]
Kadar Neutrofil pada Pasien COVID-19
Nilai neutrofil sangat berperan dalam menentukan tingkat keparahan COVID-19. Banyak studi menggunakan parameter ini sebagai skrining dan monitoring tingkat keparahan penyakit COVID-19. Neutrofilia, yaitu hitung jenis neutrofil di atas rentang normal, merupakan prediktor pemburukan pasien COVID-19.[13-17]
Sebuah studi dengan 60 pasien di Wuhan, didapatkan nilai rerata neutrofil absolut yaitu 2,8 x 109/L. Persentase pasien COVID-19 dengan kadar neutrofil absolut di bawah rentang normal (1,8-6,3 x 109/L) adalah sebanyak 11 pasien (21%) sedangkan persentase pasien COVID-19 dengan kadar neutrofil absolut di atas rentang normal adalah sebanyak 7 pasien (13%).[15]
Studi lain di daerah yang sama dengan sampel 40 orang, menyatakan bahwa kadar neutrofil absolut secara signifikan lebih tinggi pada kasus COVID-19 yang parah daripada kasus yang ringan. Besarnya peningkatan kadar neutrofil absolut dapat menunjukkan intensitas respons inflamasi pada pasien COVID-19.[16]
Kadar Limfosit pada Pasien COVID-19
Limfosit, yaitu sel T (CD4+, CD8+), sel B, dan sel NK (natural killer), berperan untuk menjaga sistem imunitas tubuh, termasuk infeksi virus. Apabila virus menginfeksi maka sel tersebut akan mengalami perubahan, baik dalam bentuk maupun jumlah. [15]
Pada studi yang dilakukan pada 60 pasien COVID-19 dengan pneumonia, ditemukan bahwa rerata kadar limfosit absolut pasien COVID-19 (0,8 x 109/L) lebih rendah dari rentang normal (1,1-3,2 x 109/L). Selain itu, jika dibandingkan dengan kasus yang ringan, kasus yang parah memiliki total limfosit yang lebih rendah.
Studi lainnya menunjukkan bahwa dari 40 pasien COVID-19, 13 pasien termasuk kasus yang parah dan menunjukkan penurunan jumlah limfosit yang signifikan dan berkelanjutan. Nilai rerata limfosit pada kasus yang parah adalah 0,6 x 109/L dan pada kasus yang ringan adalah 1,1 x 109/L.[15,16]
Dari beberapa studi di atas dapat disimpulkan bahwa parameter ini baik dijadikan sebagai skrining, pendukung diagnostik, dan monitoring tingkat keparahan penyakit.[12,13-17]
Neutrophil-Lymphocyte Ratio (NLR)
Sebuah studi retrospektif dengan sampel 93 pasien menyatakan bahwa NLR adalah parameter yang dapat memengaruhi prognosis penyakit COVID-19 ke arah pemburukan.[18]
Pada studi ini dilakukan pembagian kelompok antara infeksi COVID-19 akut dan kronik, didapatkan nilai NLR pada pasien infeksi kronik (69 pasien) lebih rendah daripada pasien infeksi akut (24 pasien). Rerata nilai NLR pasien infeksi akut adalah 20,7 dan pasien infeksi kronik adalah 4,8. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa nilai NLR berhubungan dengan luaran klinis pasien COVID-19 dan peningkatan nilai NLR dapat dijadikan parameter prognostik independen untuk pasien dengan infeksi COVID-19.[18]
Parameter Hematologi Lainnya
Hemoglobin merupakan sel yang terdiri dari 4 subunit yaitu 2-α dan 2-β dan tiap subunit berikatan dengan zat besi (heme). Fungsi utamanya adalah transportasi nutrisi, membantu pelepasan oksigen dan menangkap karbon dioksida.[20]
Studi dengan sampel 18 orang mengemukakan bahwa kadar hemoglobin pada pasien yang memerlukan suplementasi oksigen adalah sekitar 13,2 g/L, sedikit lebih rendah daripada kadar hemoglobin pasien tanpa suplementasi oksigen, yaitu sekitar 13,4 g/L.[21]
Sebuah studi dengan sampel 41 orang, dibagi menjadi 2 kelompok, kadar rerata hemoglobin pada kasus COVID-19 yang ringan adalah 12,2 g/L, sedangkan kadar rerata hemoglobin pada kasus yang parah adalah 13,3 g/L. Studi lain yang bersampel 67 pasien, menyatakan bahwa kadar rerata hemoglobin pada kelompok pasien ICU adalah 13,2 g/L dan pada kelompok pasien non-ICU adalah 14,2 g/L.[11,12]
Kadar hemoglobin yang normal atau cenderung rendah seperti beberapa studi di atas memang tidak bisa digunakan sebagai parameter diagnostik untuk infeksi COVID-19, akan tetapi dapat digunakan sebagai parameter pendukung dalam menentukan tingkat keparahan atau kesembuhan pasien dalam masa perawatan.[11,12,22]
Kadar Eosinofil pada Pasien COVID-19
Sebuah studi inisiasi oleh Fang et al. meneliti 10 pasien terkonfirmasi COVID-19 yang diberikan regimen lopinavir. Pada pasien-pasien dilakukan pemeriksaan hitung jenis leukosit sebelum dan sesudah terapi. Kadar eosinofil ditemukan meningkat pada 8 pasien (80%) setelah terapi dilakukan. Terjadinya peningkatan eosinofil bervariasi sekitar 1-3 hari setelah masa terapi berlangsung. Studi ini menunjukkan bahwa eosinofil mempunyai potensi sebagai therapeutic drug monitoring (TDM) pada pasien COVID-19. Namun, keterbatasan studi ini adalah jumlah sampel yang kecil.[24]
Kadar Basofil pada Pasien COVID-19
Meskipun kadar basofil tidak menunjukkan perubahan signifikan pada pasien COVID-19, tetapi berdasarkan studi di Cina dengan sampel 452 orang, persentase basofil didapatkan lebih tinggi pada kasus yang parah. Rata-rata persentase basofil pada kasus yang ringan adalah 0,1% sedangkan persentase basofil pada kasus yang parah adalah 0,2%.[25]
Profil Trombosit pada Pasien COVID-19
Penurunan kadar trombosit pada pasien COVID-19 disebabkan oleh beberapa hal, yaitu reaksi penghambatan produksi sel darah (hematopoiesis) termasuk komponen trombosit, peningkatan destruksi sel darah yang terinfeksi virus, dan peningkatan apoptosis sel di sumsum tulang.[26-29]
Beberapa studi dengan hasil yang bervariasi melaporkan kadar trombosit pada kasus COVID-19 yang ringan sedikit lebih rendah daripada kasus yang parah. Kadar trombosit pada kasus yang ringan adalah sekitar 52,06-293,46 x 109/L sedangkan kadar trombosit pada kasus yang parah adalah 129,98-393,78 x 109/L.[1,12,14]
Disebutkan juga bahwa pada kasus COVID-19 yang ringan, kadar trombosit menurun sekitar 5-17%.[22]
Dengan demikian, kadar trombosit dapat dipertimbangkan sebagai parameter pendukung tingkat keparahan penyakit pasien pada infeksi COVID-19.[1,12,14,22]
Gambaran Darah Tepi Pasien COVID-19
Sebuah laporan kasus di Amerika Serikat membandingkan GDT pasien COVID-19 dengan GDT orang normal. Hasilnya, pada GDT pasien COVID-19 didapatkan gambaran anemia normositik normokrom dan eritroblas. Selain itu, didapatkan juga adanya sel blas seri myeloid dan shift to the left pada tingkat maturitas sel myeloid (terdapat sel promielosit dan metamielosit). Gambaran peningkatan aktivitas sel monosit juga terdapat pada preparat tersebut.[23,27]
Selain itu, studi lain menemukan adanya perubahan bentuk dan aktivitas dari monosit pada pasien COVID-19. Hal ini berhubungan dengan tingkat keparahan pasien infeksi COVID-19 yang dipicu oleh badai sitokin. Studi ini membandingkan antara morfologi monosit pasien sehat dan pasien COVID-19. Pada pemeriksaan morfologi monosit, didapatkan bahwa pada pasien sehat tidak terdapat vakuolisasi (lubang-lubang pada bagian sitoplasma), sedangkan pada pasien COVID-19 terdapat vakuolisasi.[19]
Kesimpulan
Profil hematologi rutin dan hitung jenis leukosit pada penderita COVID-19 dapat menjadi sebuah data pendukung penting, terutama pada daerah dengan keterbatasan pemeriksaan RT-PCR dan CT scan. Selain itu, pemeriksaan tersebut dapat menuntun dokter untuk mendeteksi COVID-19 sebelum RT-PCR dapat dilakukan.
Pemeriksaan hematologi rutin dan hitung jenis leukosit merupakan pemeriksaan yang sederhana dengan biaya terjangkau, waktu pengerjaan yang relatif cepat, dan nantinya hasil dapat dipakai untuk keperluan penelitian yang berhubungan dengan COVID-19.
Beberapa kelainan pada pemeriksaan hematologi rutin dan hitung jenis leukosit yang dapat mengarahkan kecurigaan akan COVID-19 adalah leukopenia, penurunan kadar neutrofil, limfopenia, dan peningkatan NLR. Sedangkan pada pasien dengan perjalanan penyakit mengarah ke pemburukan biasanya ditemukan leukopenia yang semakin berat, mulai terjadi neutrofilia, limfopenia berat, dan NLR yang semakin meningkat.
Meskipun demikian, sampai saat ini belum dapat dipastikan bahwa kadar leukosit dan NLR dapat memprediksi tingkat keparahan. Studi yang lebih lanjut perlu dilakukan.