Suatu studi yang dipublikasikan pada awal tahun 2019 melaporkan bahwa statin dapat meningkatkan kadar lipoprotein(a). Hal ini sempat menimbulkan kekhawatiran karena lipoprotein(a) diketahui merupakan faktor risiko penyakit kardiovaskular. Studi-studi pun akhirnya mulai banyak dilakukan untuk mempelajari apakah peningkatan konsentrasi lipoprotein(a) tersebut berbahaya secara klinis.
World Health Organization (WHO) melaporkan bahwa sekitar 17,9 juta orang meninggal karena penyakit kardiovaskular tiap tahun. Penyakit kardiovaskular memiliki berbagai faktor risiko, salah satunya adalah dislipidemia.[1,2]
Statin merupakan penghambat enzim HMG-CoA reduktase yang merupakan enzim yang berperan dalam biosintesis kolesterol. Hal ini menyebabkan penurunan kolesterol intraseluler lalu meningkatkan ekspresi reseptor LDL (low-density lipoprotein) pada permukaan sel hepar. Akibatnya, terjadi penurunan LDL dan berbagai apolipoprotein yang mengandung apolipoprotein B, termasuk partikel kaya trigliserida (TG).[3,4]
Penggunaan statin telah direkomendasikan dalam pedoman tata laksana dislipidemia dan pencegahan penyakit kardiovaskular sebagai terapi lini pertama untuk menurunkan kolesterol aterogenik. Namun, studi yang melaporkan peningkatan lipoprotein(a) pada pengguna statin sempat menimbulkan kekhawatiran.[3,4]
Peran Lipoprotein(a) dalam Penyakit Kardiovaskular
Lipoprotein(a) merupakan salah satu komponen yang mirip dengan LDL. Peningkatan lipoprotein(a) umum ditemukan pada pasien penyakit kardiovaskular, sehingga muncul perkiraan bahwa risiko penyakit kardiovaskular akan menurun jika kadar lipoprotein(a) diturunkan.[5]
Lipoprotein(a) memiliki struktur unik yang disebut sebagai kringles, yang terdiri dari tiga lengkungan dengan ikatan disulfida yang menstabilkan struktur tersebut. Struktur tersebut juga didapatkan pada berbagai faktor koagulasi, contohnya plasminogen, protrombin, urokinase, dan tissue-type PLG activators.[6]
Lipoprotein(a) disintesis di hepar dan diduga memiliki peran pada patofisiologi penyakit kardiovaskular karena memiliki struktur mirip LDL. Lipoprotein(a) juga dapat memicu trombosis karena strukturnya yang homolog dengan plasminogen dan dapat memicu inflamasi vaskular karena komponen fosfolipid yang teroksidasi.[7]
Penelitian kasus-kontrol yang dilakukan oleh Kamstrup, et al., melaporkan bahwa peningkatan lipoprotein(a) meningkatkan peluang terjadinya penyakit kardiovaskular dengan odds ratio (OR) 2,9 (95% IC: 1,9–4,5). Konsentrasi lipoprotein(a) memiliki korelasi positif dengan pro-calcific oxidized phospholipids (OxPL), baik yang terkait dengan apolipoprotein b (OxPL-apoB) maupun dengan apolipoprotein a (OxPL-apoA) (r=0,75 dan r=0,95, p<0,001).[8]
Lipoprotein(a) disintesis di hepar, tetapi letak pasti produksinya masih belum diketahui. Selain itu, katabolisme lipoprotein(a) masih belum diketahui dengan pasti. Studi pada hewan melaporkan bahwa lipoprotein(a) dieliminasi primer di hepar dan sebagian kecil di ginjal. Studi lebih lanjut untuk meneliti fisiologi lipoprotein(a) pada homeostasis dan patofisiologi penyakit kardiovaskular masih diperlukan.[9]
Pengaruh Statin terhadap Lipoprotein(a)
Sebagai salah satu lini pertama terapi dislipidemia, statin telah terbukti menurunkan berbagai komponen lipid aterogenik, seperti LDL, trigliserida, dan berbagai lipoprotein yang mengandung apolipoprotein B. Akan tetapi, statin diduga tidak memengaruhi konsentrasi lipoprotein(a) atau malah meningkatkan konsentrasinya. Bagaimana hal ini terjadi masih memerlukan investigasi lebih lanjut.[3]
Tsimikas, et al., melaporkan dalam tinjauan sistematiknya bahwa statin yang diberikan dalam bentuk atorvastatin, pravastatin, rosuvastatin, dan pitavastatin bisa menaikkan konsentrasi lipoprotein(a) selama 104 minggu dengan OR: 1,55 (95% IC: 1,33–1,80; p<0,0001) bila dibandingkan plasebo. Analisis perbandingan rerata lipoprotein(a) juga menunjukkan bahwa rerata lipoprotein(a) pada kelompok statin lebih tinggi daripada kelompok plasebo, dengan OR: 1,11 (95% IC: 1,07–1,14; p<0,0001).[10]
Namun, hasil yang berbeda dilaporkan oleh tinjauan sistematik de Boer, et al., yang melaporkan perbandingan rerata lipoprotein(a) pada kelompok statin dan kelompok plasebo dengan perbedaan rerata absolut 1,05 mg/dL dan perbedaan persentase 0,1%. de Boer, et al., menyimpulkan bahwa peningkatan kadar lipoprotein(a) terkait statin tidak bermakna secara statistik. Peningkatan kadar lipoprotein(a) tertinggi dijumpai pada pemberian statin intensitas tinggi.[11]
Berdasarkan hasil-hasil studi tersebut, tampak bahwa statin dapat meningkatkan kadar lipoprotein(a) tetapi signifikansinya masih belum bisa dipastikan. Studi di masa depan masih perlu mengonfirmasi apakah peningkatan kadar lipoprotein(a) akibat statin ini memiliki efek terhadap luaran klinis kardiovaskular atau tidak. Untuk saat ini, statin tetap direkomendasikan untuk terapi dislipidemia karena hasil studi mengenai keuntungan statin telah terbukti secara nyata.[3]
Untuk menghadapi peningkatan lipoprotein(a), penggunaan obat proprotein convertase subtilisin/kexin type 9 (PCSK-inhibitor) dapat dipertimbangkan karena dilaporkan bisa menurunkan 26,9% kadar lipoprotein(a). European Society of Cardiology (ESC) pada tahun 2019 telah merekomendasikan penambahan obat tersebut pada pasien dengan risiko penyakit kardiovaskular sangat tinggi untuk mencapai kadar LDL target. Namun, obat tersebut belum secara luas digunakan, terutama di Indonesia.[3,12]
Kesimpulan
Salah satu faktor risiko penyakit kardiovaskular adalah dislipidemia. Untuk menangani dislipidemia, salah satu terapi yang telah terbukti manfaatnya secara luas adalah statin. Akan tetapi, studi terbaru menunjukkan bahwa statin tidak memiliki efek terhadap penurunan kadar lipoprotein(a), yang merupakan suatu lipoprotein yang mirip dengan LDL. Bahkan, ada studi yang menunjukkan bahwa statin justru meningkatkan kadar lipoprotein(a).
Studi lebih lanjut kemudian melaporkan bahwa peningkatan kadar lipoprotein(a) akibat penggunaan statin tidak bermakna secara statistik. Namun, untuk ke depannya, studi dengan skala lebih besar untuk mengonfirmasi apakah peningkatan kadar lipoprotein(a) akibat statin memiliki dampak kardiovaskular secara klinis atau tidak masih diperlukan.
Untuk saat ini, statin tetap direkomendasikan untuk terapi dislipidemia karena penelitian telah membuktikan manfaatnya dengan jelas. Untuk mengurangi kadar lipoprotein(a), penambahan obat lain mungkin diperlukan, misalnya obat golongan PCSK-inhibitor untuk orang yang berisiko kardiovaskular tinggi atau sangat tinggi.
Penulisan pertama oleh: dr. N Agung Prabowo, Sp.PD, M.Kes