Selama ini, HDL (high density lipoprotein) dianggap sebagai kolesterol dengan efek protektif terhadap penyakit kardiovaskular seperti infark miokard, sindrom koroner akut, dan aterosklerosis. Namun, studi terbaru menemukan bahwa jumlah yang sangat tinggi justru memiliki efek buruk dan dapat meningkatkan mortalitas.[1]
Sekilas Mengenai High Density Lipoprotein
HDL (high density lipoprotein) adalah salah satu subfraksi dari lipoprotein. Lipoprotein adalah partikel kompleks yang terdiri dari berbagai protein yang mengangkut molekul lipid ke seluruh tubuh dengan lapisan luar bersifat hidrofilik dan inti partikel bersifat hidrofobik. Ada 6 subfraksi lipoprotein yaitu chylomicrons, VLDL (very low density lipoprotein), LDL (low density lipoprotein), IDL (intermediate density lipoprotein), HDL (high density lipoprotein), dan lipoprotein-a (LpA).
HDL merupakan lipoprotein dengan kandungan protein yang lebih tinggi daripada kandungan lemaknya. HDL diproduksi dan disekresi oleh hepar dan usus. HDL juga dapat mengangkut kolesterol dari jaringan kembali ke hepar (reverse cholesterol transport).[2]
Reverse cholesterol transport dimulai di hepar dan usus dengan sintesis apolipoprotein (Apo), terutama subtipe Apo-A1. Apo-A1, dengan ukuran molekul 7–12 nm, bersirkulasi di plasma selama 2–4 hari. Apo-A1 yang dihasilkan bergabung dengan fosfolipid dan kolesterol bebas nonester yang ditransfer dari sel ke HDL melalui ABCA1 (ATP-binding cassette transporter A1), untuk membentuk pre-β HDL.[2]
Pre–β HDL mempunyai kandungan rendah inti lemak hidrofobik. Karena ukurannya kecil (±10 nm), pre-β HDL siap untuk disaring melalui kapiler dan memasuki jaringan interstisial, di mana ia akan berinteraksi dengan sel–sel parenkim untuk membentuk kolesterol bebas nonester dan fosfolipid yang kemudian membentuk partikel yang lebih besar.[3]
Kolesterol yang diangkut oleh HDL ke hepar digunakan untuk sekresi empedu ke usus untuk pengeluaran kolesterol melalui usus (transintestinal cholesterol efflux), dan ke organ untuk pembuatan hormon steroid dari kolesterol.[4]
Peran High Density Lipoprotein Dalam Penyakit Kardiovaskular
Berdasarkan studi–studi observasional terdahulu, telah diketahui bahwa kadar HDL (high density lipoprotein) berbanding terbalik dengan insiden penyakit kardiovaskular dan angka mortalitas. Mekanisme yang diduga mendasari hal tersebut adalah kemampuan HDL mengangkut kelebihan kolesterol di perifer kembali ke hepar, termasuk kolesterol yang ada di plak aterosklerosis. Selain itu, HDL juga memiliki efek pleiotropik terhadap inflamasi, hemostasis, dan apoptosis.[5,6]
Namun, beberapa studi terbaru menunjukkan bahwa kadar HDL yang tinggi tidak selalu bermanfaat dalam menurunkan risiko penyakit kardiovaskular, bahkan malah dapat meningkatkannya.[1,7]
Studi yang dilakukan oleh Madsen et al mempelajari mengenai hubungan kadar HDL dengan mortalitas karena sebab apapun. Studi ini melibatkan 52.000 lebih subjek laki-laki dan 64.000 lebih subjek perempuan. Hasil studi menunjukkan hubungan dengan grafik berbentuk U, yang artinya baik kadar HDL yang terlalu rendah maupun terlalu tinggi berhubungan dengan peningkatan mortalitas karena sebab apapun. Grafik hubungan antara HDL dengan penyakit kardiovaskular menunjukkan gambaran plateau pada kadar HDL antara 58–77 mg/dl.[1]
Hasil studi tersebut didukung oleh studi lain yang lebih baru. Studi oleh Allard-Ratick et al ini dipublikasikan di European Heart Journal pada tengah tahun 2018. Studi ini melibatkan 5.965 partisipan dengan penyakit kardiovaskular dan median pemantauan 3,9 tahun. Rerata usia partisipan adalah 63 tahun, dan 35% subjek adalah perempuan. Partisipan dibagi menjadi 5 kelompok berdasarkan kadar HDL yaitu pasien dengan kadar HDL <30 mg/dl, 31–40 mg/dl, 41–50 mg/dl, 51–60 mg/dl, dan >60 mg/dl.
Selama masa pemantauan, 769 (13%) pasien mengalami infark miokard atau meninggal akibat penyebab kardiovaskular. Pasien dengan kadar HDL 41–60 mg/dl dilaporkan memiliki risiko infark miokard dan kematian akibat penyakit kardiovaskular (cardiovascular death) paling rendah. Risiko dilaporkan meningkat pada pasien dengan kadar HDL rendah (<41 mg/dl) dan sangat tinggi (>60 mg/dl).
Studi ini melaporkan bahwa pasien dengan kadar HDL >60 mg/dl mengalami peningkatan risiko mortalitas akibat penyakit kardiovaskular dan infark miokard hampir 50% dibandingkan mereka dengan kadar HDL 41-60 mg/dl. Hubungan tersebut dilaporkan tetap konsisten walaupun telah dilakukan kontrol terhadap faktor risiko lain seperti diabetes mellitus, kadar LDL, dan riwayat merokok. [7]
Selain itu, sebuah studi dari Korea National Health Insurance Service-Health Screening Cohort yang melibatkan 77.134 peserta dan diikuti selama 517.515 person-years menemukan bahwa perubahan kadar HDL yang signifikan berkaitan dengan risiko kejadian penyakit kardiovaskular (CVD).[8]
Implikasi Klinis
Walaupun berbagai studi telah membuktikan bahwa kadar HDL yang terlalu tinggi merupakan faktor risiko independen penyakit arteri koroner, pedoman yang ada masih berfokus pada meningkatkan kadar HDL pada pasien dengan kadar yang rendah dan belum memiliki rekomendasi spesifik terkait kadar HDL yang terlalu tinggi.
Oleh karenanya, studi yang telah dijabarkan di atas memiliki implikasi klinis yang besar terkait stratifikasi risiko dan tata laksana dislipidemia. Pertama, bila HDL digunakan untuk melakukan stratifikasi risiko, maka perlu diingat bahwa kelompok dengan kadar HDL yang terlalu tinggi merupakan kelompok dengan risiko mortalitas kardiovaskular yang tinggi. Kedua, perlu dilakukan penyesuaian pedoman terkait tata laksana dislipidemia yang bertujuan untuk meningkatkan kadar HDL, seperti beberapa obat golongan CETP (cholesteryl ester transfer protein) inhibitor.[1]
Kesimpulan
Selama ini, HDL (high density lipoprotein) dipercaya memiliki efek, di mana kadar yang tinggi dilaporkan mampu menurunkan risiko kejadian dan kematian akibat penyakit kardiovaskular. Namun, beberapa studi terbaru menunjukkan bahwa kadar yang terlalu tinggi malah dapat bersifat merugikan.
Studi oleh Madsen et al dan Allard-Ratick et al melaporkan bahwa kadar HDL yang terlalu tinggi (>60 mg/dl) berkaitan dengan peningkatan risiko mortalitas dan kejadian infark miokard. Hasil ini memiliki implikasi klinis yang besar terkait stratifikasi risiko dan penggunaan terapi farmakologis yang bertujuan meningkatkan kadar HDL.
Direvisi oleh: dr. Andrea Kaniasari