Cystatin-C dapat digunakan untuk menghitung estimasi laju filtrasi glomerulus (eGFR atau estimated glomerular filtration rate). Cystatin-C difiltrasi secara efektif oleh glomerulus, direabsorbsi secara penuh, dan dipecah oleh tubulus ginjal untuk didaur ulang. Bukti ilmiah yang ada menunjukkan bahwa peningkatan kadar serum atau plasma cystatin-C berkorelasi erat dengan laju filtrasi glomerulus. Oleh karenanya, cystatin-C merupakan alternatif potensial dari kadar serum kreatinin plasma untuk mengetahui eGFR.[1-3]
Cystatin-C VS Kreatinin dalam Estimasi Laju Filtrasi Glomerulus
Estimasi laju filtrasi glomerulus (eGFR) merupakan hal penting dalam diagnosis, penentuan derajat, dan prognosis kasus penyakit ginjal kronis (PGK). Baku emas pemeriksaan eGFR adalah klirens urine bahan eksogen, seperti inulin atau iothalamate. Namun, pemeriksaan ini tidak rutin dikerjakan karena prosedur yang kompleks. Sebagai gantinya, eGFR ditentukan melalui kadar serum kreatinin plasma atau kadar cystatin-C.
Kelebihan Pemeriksaan Cystatin C Dibandingkan Kreatinin
Berbeda dengan kreatinin, cystatin-C tidak dipengaruhi oleh umur, jenis kelamin, ras, diet, status imun, dan faktor genetik, sehingga memiliki akurasi lebih baik. Penurunan ringan fungsi ginjal juga lebih cepat terdeteksi oleh cystatin-C daripada kreatinin. Telah dilaporkan bahwa kadar cystatin-C berubah lebih dini sementara hasil kreatinin masih normal pada kasus gangguan ginjal.
Pemeriksaan cystatin-C dapat mendeteksi penurunan ringan eGFR, memprediksi risiko kematian, gagal ginjal, dan kejadian kardiovaskular. Selain itu, terdapat studi yang menunjukkan bahwa variabilitas antar individu dari cystatin-C lebih baik dibandingkan serum kreatinin (25% vs 90%).[3,4]
Pada pasien dengan cedera ginjal akut, kadar kreatinin serum tidak meningkat sampai terjadi penurunan eGFR sedang hingga berat. Hal ini menyebabkan penggunaan kreatinin untuk memperkirakan eGFR pada kasus cedera ginjal akut dini dapat menunda deteksi kerusakan ginjal dan keputusan terapi.[1]
Bukti Ilmiah Cystatin-C VS Kadar Kreatinin dalam Estimasi Laju Filtrasi Glomerulus
Sebuah kohort yang melibatkan 2988 partisipan lanjut usia tanpa stroke (stroke free) mencoba membandingkan kemampuan prediksi mortalitas antara pemeriksaan cystatin-C dengan kreatinin. Studi ini menemukan bahwa penghitungan eGFR menggunakan kadar cystatin-C serum memiliki kemampuan lebih baik dibandingkan pemeriksaan serum kreatinin dalam memprediksi mortalitas segala sebab (all-cause mortality).[5]
Studi lain dilakukan pada 200 partisipan sehat dan 130 pasien dengan cedera ginjal akut pada sebuah rumah sakit rujukan tersier. Studi ini menemukan bahwa 56,2% pasien kelompok cedera ginjal akut memiliki kadar kreatinin serum normal pada fase awal, sedangkan semua pasien mengalami peningkatan serum cystatin C pada saat yang bersamaan. Oleh karenanya, peneliti menyimpulkan bahwa pemeriksaan cystatin-C lebih baik untuk mendeteksi cedera ginjal akut fase dini.[6]
Keterbatasan Pemeriksaan Cystatin-C
Kadar cystatin-C dipengaruhi oleh fungsi tiroid, dimana kadarnya lebih rendah pada pasien hipotiroid dan lebih tinggi pada hipertiroid. Cystatin-C juga dipengaruhi oleh konsumsi obat steroid yang dapat memicu produksinya, sehingga kadarnya menjadi lebih tinggi.[7]
Penggunaan cystatin-C juga dibatasi oleh biaya pemeriksaan yang lebih tinggi dibandingkan serum kreatinin, sehingga penggunaannya tidak rutin pada kasus klinis sehari-hari. Pemeriksaan cystatin-C juga belum tersedia secara luas, memerlukan waktu pemeriksaan yang lebih lama, dan belum semua dokter familiar dengan pemeriksaan ini (biasanya pemeriksaan ini digunakan oleh nefrologis dan intervensionis).[3,8]
Indikasi Pemeriksaan Cystatin-C
Pemeriksaan cystatin-C dapat digunakan untuk:
- Penyesuaian dosis obat, terutama obat dengan ambang terapeutik yang sempit[3]
- Tes konfirmasi pada pasien penyakit ginjal kronis yang berada pada ambang pedoman sesuai saran ahli nefrologi[4,8]
- Deteksi dini penyakit ginjal pada populasi khusus, misalnya pasien anak, lansia, perokok, dan individu dengan kondisi yang mempengaruhi komposisi otot seperti binaragawan, obesitas, malnutrisi, amputasi, dan quadriplegia[2,3,8-10]
Sebuah studi menunjukkan bahwa pemeriksaan cystatin-C menghasilkan eGFR yang lebih rendah, sehingga penyesuaian dosis obat yang diberikan juga lebih rendah. Penyesuaian dosis obat yang penting secara klinis misalnya penggunaan antibiotik, agen kemoterapi, dan obat kardiovaskular.[10] Pada beberapa kasus, cystatin-C juga bermanfaat untuk mengidentifikasi gagal ginjal akut (GGA), keputusan pemberian bahan radiokontras, optimalisasi cairan, dan status hemodinamik.[2,4]
Interpretasi Hasil Pemeriksaan Cystatin-C
Cystatin-C yang tinggi menggambarkan penurunan estimasi laju filtrasi glomerulus (eGFR). Pemeriksaan ini dilakukan dengan mengambil sampel darah vena tanpa memerlukan persiapan khusus.[1]
Apabila hasil eGFR antara cystatin-C dan serum kreatinin berbeda, maka yang digunakan sebagai acuan adalah cystatin-C. Hal ini karena cystatin-C lebih stabil dan akurat dibandingkan kreatinin. Pada populasi usia muda dengan produksi kreatinin yang tinggi seperti pada atlet atau individu dengan massa otot yang besar, maka cystatin-C lebih dapat dipercaya untuk menentukan eGFR.[4]
Kesimpulan
Cystatin-C merupakan penanda dini yang baik untuk mengetahui estimasi laju filtrasi glomerulus (eGFR atau estimated glomerular filtration rate) pada kerusakan ginjal tahap awal. Cystatin-C memiliki akurasi lebih baik dibandingkan kreatinin, karena tidak dipengaruhi oleh massa otot, berat badan, umur, ras, dan jenis kelamin. Meski demikian, pemeriksaan ini lebih mahal dibandingkan serum kreatinin plasma dan ketersediaannya masih terbatas.