Antihistamin dan dekongestan sering diberikan pada anak dengan otitis media, padahal tidak ada bukti ilmiah yang mendukungnya. Otitis media merupakan salah satu penyebab tersering kunjungan pasien anak ke dokter. Sekitar 50–85% anak akan mengalami setidaknya 1 kali episode otitis media akut pada umur 3 tahun.
Otitis media akut (OMA) dan otitis media efusi (OME) merupakan 2 jenis otitis media yang berbeda. Walaupun penyakit ini umum terjadi, definisi pasti dari OMA masih belum dipahami klinisi. OMA ditandai dengan 3 komponen, yaitu onset akut dalam 48 jam, cairan di telinga tengah, dan manifestasi klinis seperti otalgia, demam, dan membran timpani yang hiperemis.
OME ditandai dengan cairan pada telinga tengah tanpa disertai inflamasi akut, yang dapat mencetuskan atau diikuti dengan OMA. OME merupakan penyebab tertinggi penurunan pendengaran yang terjadi pada masa kanak-kanak.[1,2]
Di Indonesia, otitis media lebih banyak ditemukan di area rural daripada urban, dengan mayoritas kasus terjadi di bawah usia 3 tahun. Sebuah studi di Indonesia meneliti 7.005 anak usia 6–15 tahun dan mendapatkan bahwa prevalensi OMA adalah 5 kasus per 1.000 orang dan prevalensi OME adalah 4 kasus per 1.000 orang.[3]
Hipotesis Peran Antihistamin dan Dekongestan untuk Otitis Media pada Anak
Penyebab timbulnya OME pada anak-anak masih belum diketahui dengan pasti. Beberapa teori mengusulkan hipotesis inflamasi terhadap infeksi rinofaringeal, pembentukan biofilm pada mukosa, refluks gastroesofagus, dan alergi sebagai penyebab OME. Tingginya prevalensi otitis media pada anak juga dapat diakibatkan oleh anatomi telinga, yaitu belum maturnya tuba Eustachius anak dari segi sudut, panjang, dan kemampuan untuk menutup.[4]
Perjalanan penyakit tersebut lah yang awalnya mencetuskan kemungkinan potensi antihistamin dan dekongestan dalam terapi otitis media. Dekongestan diduga dapat mengurangi edema mukosa pada muara tuba Eustachius dan cairan pada telinga tengah.
Baik virus maupun bakteri dapat memproduksi histamin, sehingga pemberian antihistamin diharapkan dapat menurunkan respons inflamasi dan kongesti pada membran mukosa, yang kemudian diharapkan dapat mengurangi durasi otitis media. [5,6]
Efikasi Antihistamin dan Dekongestan untuk Otitis Media pada Anak
Terlepas dari hipotesis potensi antihistamin dan dekongestan, berbagai uji klinis yang dilakukan dalam 30 terakhir menunjukkan bahwa kedua obat tersebut tidak memiliki efektivitas terhadap otitis media efusi pada anak.[5]
Sebuah studi di Kanada meneliti efikasi pemberian dekongestan tunggal, yaitu pseudoephedrine, pada anak dengan OME dan membandingkannya dengan plasebo. Proporsi resolusi inflamasi membran timpani tidak berbeda secara bermakna antara kedua grup tersebut.[1]
Sebuah tinjauan Cochrane oleh Griffin et al juga meneliti 16 uji acak terkontrol dengan 1.800 subjek dan membandingkan antara pemberian dekongestan dan plasebo pada anak dengan OME. Hasil studi tidak mendemonstrasikan adanya manfaat dalam resolusi tanda dan gejala OME dalam 1 bulan.[2]
Begitu pula dengan studi yang meneliti penggunaan kombinasi kedua obat tersebut. Kombinasi antihistamin dan dekongestan tidak menunjukkan manfaat pada anak dengan OME. Beberapa studi justru menunjukkan bahwa penggunaan antihistamin saja memiliki dampak negatif pada pasien dengan otitis media.[1]
Meskipun tidak ada bukti manfaat dari antihistamin dan dekongestan pada anak dengan otitis media, beberapa peneliti meninjau bahwa kedua agen tersebut memiliki potensi pada otitis media yang melibatkan alergi. Namun, hal tersebut hanya didukung oleh studi yang dilakukan pada binatang, bukan manusia.[1,2,6]
Efek Samping Antihistamin dan Dekongestan pada Anak
Tingkat efek samping yang signifikan telah dilaporkan akibat penggunaan antihistamin dan/atau dekongestan pada anak dengan OME. Efek samping yang timbul berupa sedasi, iritabilitas, dan gangguan gastrointestinal.
Pada penggunaan dekongestan, seperti phenylephrine dan pseudoephedrine, tingkat efek sampingnya yang terjadi pada anak dengan OME adalah 24% dan 6%. Sebuah studi di Inggris pada anak berusia 3–10 tahun melaporkan bahwa 12 anak mengalami efek samping yang berkaitan dengan withdrawal obat dekongestan. Sembilan dari 12 anak yang mengonsumsi pseudoephedrine mengalami emosi yang buruk, iritabilitas, pusing, malaise, dan gangguan tidur.[1]
Sementara itu, antihistamin, seperti chlorpheniramine maleate diketahui justru memperpanjang durasi efusi telinga tengah. Hal ini disebabkan oleh potensi antikolinergik dari antihistamin serta penurunan fungsi mukosiliar yang dapat mengganggu fungsi tuba Eustachius. Antihistamin juga diperkirakan mengganggu fungsi sel sekretori dari telinga tengah yang memengaruhi drainase dan absorpsi cairan, dan berujung pada peningkatan viskositas cairan telinga tengah.[1]
Meskipun demikian, efek samping tersebut ditemukan lebih jarang terjadi pada penggunaan antihistamin tipe 2, seperti cetirizine, karena tidak memiliki aktivitas antikolinergik dan tidak dapat menembus sawar darah otak.[1]
Hal senada juga disampaikan pada tinjauan Cochrane yang dilakukan oleh Griffin et al. Tidak ada bukti yang menunjukkan manfaat dari terapi antihistamin, dekongestan, atau kombinasi keduanya pada pasien dengan OME. Justru, terdapat peningkatan efek samping dari kedua obat tersebut pada pasien. Hasil tersebut konsisten dari berbagai penelitian yang ditinjau.[2]
Pedoman Manajemen Otitis Media pada Anak
American Academy of Otolaryngology (AAO) – Head and Neck Surgery Foundation dan Internal consensus (ICON) mengeluarkan rekomendasi kuat untuk tidak menggunakan antihistamin, dekongestan, atau keduanya sebagai manajemen otitis media. Rekomendasi tersebut bertujuan untuk mengurangi intervensi inefektif, mencegah risiko efek samping, serta mengurangi beban biaya perawatan.[7,8]
Hal ini juga sejalan dengan pedoman dari Canadian Pediatric Society. Pedoman terbaru dari American Academy of Pediatrics tentang manajemen otitis media bahkan tidak menyebutkan sama sekali tentang antihistamin dan dekongestan sebagai terapi otitis media.[9,10]
Kesimpulan
Berbagai studi menyimpulkan bahwa antihistamin dan dekongestan tidak disarankan sebagai terapi untuk otitis media pada anak. Hal ini sejalan dengan rekomendasi dari beberapa asosiasi terkait yang tidak menyarankan pemberian kedua agen ini untuk otitis media pada anak.