Antibodi monoklonal tengah diteliti manfaatnya dalam penanganan cluster type headache atau sakit kepala klaster episodik. Cluster type headache adalah nyeri kepala tipe primer yang melibatkan komponen trigeminal-otonom dengan serangan sisi unilateral dan frekuentif. Tata laksana cluster type headache berfokus pada intervensi dini untuk mengurangi frekuensi serangan dan panjangnya siklus sehingga memperbaiki luaran dan disabilitas yang dapat terjadi.
Antibodi monoklonal telah dilaporkan bermanfaat dalam terapi pada kasus nyeri kepala primer lain yaitu migren. Namun, dalam dekade terakhir antibodi monoklonal dinilai turut bermanfaat mengatasi nyeri kepala primer selain migren, termasuk cluster type headache.[1,2]
Peran Antibodi Monoklonal dalam Terapi Cluster Type Headache
Cluster Type Headache termasuk jenis nyeri kepala primer yang relatif jarang ditemukan dengan prevalensi berkisar 0,1% pada populasi. Kondisi ini lebih sering dialami pria dibandingkan wanita dengan rasio 4:3. Pengaruh genetika dinilai berkaitan dengan kejadian cluster type headache, dimana relasi keturunan derajat pertama memiliki risiko 18 kali lebih tinggi mengalami cluster type headache.[1]
Cluster type headache tipe episodik lebih banyak ditemukan di praktik dibandingkan tipe kronik. Kondisi ini memiliki serangan nyeri intensitas sangat berat, yang dideskripsikan setara dengan nyeri melahirkan, patah tulang, maupun kolik akibat batu ginjal. Umumnya tata laksana cluster type headache berupa pemberian oksigen dengan aliran tinggi dan obat golongan triptan, seperti sumatriptan, yang diberikan secara intranasal atau subkutan.[2-4]
Sementara itu, terapi preventif dari cluster type headache masih terbilang terbatas, baik dari sisi efikasi, toleransi, serta keamanannya. Oleh karena itu, antibodi monoklonal dengan keterlibatan CGRP (Calcitonin Gene-related Peptide) turut dikembangkan sebagai tata laksana pada cluster type headache. Jenis terapi ini dinilai bermanfaat dalam mengatasi nyeri kepala refraktori seperti nyeri kepala kronik migren, NDPH (New Daily Persistent Headache), dan PPTH (Persistent Post-Traumatic Headache).[3-5]
Efikasi Antibodi Monoklonal dalam Terapi Cluster Type Headache
Terapi dari golongan antibodi monoklonal yang dievaluasi dalam uji klinis untuk menangani kasus cluster type headache adalah galcanezumab. Obat ini merupakan jenis terapi antibodi monoklonal yang berperan pada CGRP, molekul sinyal pro-inflamasi yang berperan baik pada pusat maupun perifer sistem trigeminovaskular.[3]
Selain itu, suatu studi laporan kasus melaporkan keberhasilan pemberian erenumab tunggal sebesar 70 mg secara subkutan dalam mencegah cluster type headache pada penderita dengan komorbiditas migren. Namun, hasil terapi erenumab ini masih memerlukan uji klinis lebih lanjut.[6]
Galcanezumab
Galcanezumab, antibodi monoklonal IgG4 manusia, bekerja dengan menghambat kinerja vasodilator poten ligan CGRP yang memodulasi neuron trigeminal yang berperan dalam patofisiologi cluster type headache. Bukti ilmiah yang tersedia umumnya menggunakan injeksi galcanezumab dengan dosis 300 mg (100 mg diberikan sebanyak 3 kali dengan interval 4 minggu) secara subkutan.[2-4,7]
Dalam sebuah uji klinis acak terkontrol yang melibatkan 106 partisipan, dilakukan evaluasi efikasi galcanezumab untuk cluster type headache episodik. Studi ini menunjukkan bahwa penggunaan galcanezumab efektif mengurangi serangan cluster type headache mingguan pada minggu pertama hingga ketiga dibandingkan dengan plasebo. Meski demikian, dalam uji klinis ini pemberian terapi galcanezumab masih disertai dengan pemberian obat lain seperti paracetamol, oksigen, dan triptan, sehingga efikasi tunggal dari galcanezumab menjadi tidak jelas.[4]
Keamanan Terapi Antibodi Monoklonal dalam Terapi Cluster Type Headache
Terapi antibodi monoklonal bersifat relatif lebih invasif dibandingkan modalitas terapi cluster type headache lainnya. Sediaan galcanezumab diberikan secara injeksi subkutan, dibandingkan pemberian sumatriptan yang bisa per oral. Hal ini tentunya dapat menyebabkan nyeri dan reaksi lokal pada area injeksi.
Selain itu, terapi antibodi monoklonal galcanezumab juga dikaitkan dengan reaksi hipersensitivitas seperti anafilaksis, angioedema, sesak napas, dan ruam. Konstipasi, rasa lelah, pusing, sinkop, mual, dan nyeri kepala memberat juga telah dilaporkan sebagai efek samping dari galcanezumab.[2,4,5]
Kesimpulan
Terapi antibodi monoklonal telah banyak diteliti penggunaannya dalam penanganan migren, sehingga ahli mencoba mengevaluasi manfaatnya pula dalam penanganan cluster type headache. Meski demikian, studi yang tersedia saat ini belum cukup untuk merekomendasikan penggunaan rutin antibodi monoklonal, seperti galcanezumab, dalam penanganan cluster type headache episodik. Uji klinis acak terkontrol dengan jumlah partisipan lebih besar dan disertai pengendalian faktor perancu yang lebih baik masih diperlukan.